Meski hari ini adalah hari Sabtu, sekolah tetap kedatangan beberapa siswa yang aktif di kegiatan ekstrakurikuler. Lilly salah satunya.
Di pukul delapan pagi ini, ia sudah bersemangat melakukan pemanasan bersama beberapa anggota ekskul basket. Namun kedatangan sang pelatih membuat semangat Lilly meredup. Ia kembali didera rasa bersalah karena teringat kekalahan timnya di final turnamen.
"Selamat pagi semuanya!" sapa Coach Dani sambil menatap anak-anak didiknya dengan bangga.
"Pagi, Coach!" balas seluruh anak basket.
Lilly menatap pelatihnya dengan enggan, sementara sang pelatih tersenyum padanya seolah kesalahan yang Lilly buat di waktu lalu bukanlah sebuah perkara besar. "Semangat sekali Lilly pemanasannnya," ucap Coach Dani.
"Hehe. Harus, Coach," balas Lilly dengan enggan.
Coach Dani tersenyum, lalu menepuk-nepuk pundak Lilly. Tepukan tangan laki-laki muda itu seolah memberatkan pundaknya dengan kepercayaan.
Kepercayaan Coach Dani masih ada, pikir Lilly. Tapi gue harus tetep nebus dosa gue dan bikin Coach Dani bangga, batinnya lagi.
"Latihan jangan ngelamun!"
Teguran seseorang membuat Lilly kaget. Ia membalikkan badan dan melihat seorang perempuan yang merupakan manajer tim basket sekolah tengah berdiri sambil melipat tangan di dada. "Fokus dong, Lil!" tegurnya lagi.
"Iya iya maaf, Kak Dalin," ucap Lilly.
Ia mengerti mengapa seniornya itu bersikap seperti itu padanya. Dalina yang memang dikenal galak semakin bersikap kurang menyenangkan padanya sejak final turnamen lalu. Terkadang Lilly heran. Mengapa saat rekan-rekan setim, anggota lain, serta pelatihnya sudah berlapang dada menerima kekalahan dan bersikap baik padanya, perempuan satu itu malah masih menaruh ketidaksukaan padanya.
****
Seseorang datang ketika game untuk putra di sesi latihan akan segera dimulai. Sosoknya yang berlari menuju sang pelatih menarik perhatian seluruh anak-anak basket.
"Sori, Coach! Telat bangun!" serunya yang kemudian segera mengganti sandal yang ia pakai dengan sepatu basket, lalu membuka baju di depan banyak orang untuk menggantinya dengan seragam basket.
Lilly yang semula menatap sinis Theo yang datang terlambat, tiba-tiba terbelalak melihat laki-laki itu telanjang dada. Refleks, ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan mungilnya. Namun rasa penasarannya membuatnya mengintip sedikit.
Pasti rajin banget latihan itu iblis, pikir Lilly. Perut Theo yang rata dan berkotak-kotaklah yang paling menarik perhatian Lilly saat itu. Seperti perut Theo, perut Lilly pun rata karena rajin berolahraga, tetapi gadis itu tak memiliki kotak-kotak yang Theo miliki.
Tak hanya Lilly yang tertarik perhatiannya oleh tubuh atletis Theo, seluruh anggota tim putri serta official perempuan pun begitu. Bedanya, mereka terang-terangan terpesona pada objek di perut Theo tanpa merasa malu.
"Oke, satu toleransi untuk kamu ya, Theo. Welcome back to our team!" ucap Coach Dani sambil menyalami Theo yang kini telah berseragam basket lengkap dan siap untuk berlatih.
"Yes, Coach," balas Theo sambil tersenyum.
"Okay, ayo, warming-up dulu sana! Sebelum masuk game," suruh sang pelatih.
"Oke."
Lilly sedang membelakangi lapangan basket untuk mengambil botol minum dari tasnya ketika Theo mulai melakukan jogging mengelilingi lapangan. Saat derap langkah laki-laki itu mulai mendekati sosok Lilly yang sedang duduk membelakanginya untuk minum, niat iseng terlintas di kepala Theo. Tangan panjangnya menggapai kucir kuda Lilly, lalu menarik ikatannya hingga rambut gadis itu terurai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Date The Devil
RomanceLILLY Bertubuh mungil, punya tinggi satu setengah meter. Rambutnya tak pernah diurai, selalu dikucir kuda. Lincah, selalu jadi bintang lapangan turnamen basket putri antar sekolah. Kekanakan, tak bisa bersikap anggun layaknya perempuan. Usianya enam...