10. Return

3K 157 4
                                    

Hari yang cerah untuk menghadapi masa depan yang indah. Itu kata kata yang terngiang di benak Zaza. Pagi ini ia langsung menghadap ke arah cahaya matahari yang begitu hangat. Tetapi, segala harapan itu musnah saat mendengar sumpah serakah dari pasangan yang ada diluar kamarnya. Dengan segala kesal Zaza langsung beranjak dengan membawa raket. Ia sudah berancang ancang dan saat membuka pintu yanv dilihat adalah pemandangan yang menyesakkan.

Varo dan Rani saling bertatapan dan tanpa aba aba mereka berpelukan. Sangat kencang menurut Zaza. Entah kenapa dadanya berdetak kencang. Hatinya begitu sesak seperti ingin menangis. Bahkan dapat Zaza rasakan matanya memerah. Dirinya langsung berlari ke kamar mandi dan menjatuhkan raketnya membuat orang orang yang disana terperangah kaget.

Tanpa memedulikan apapun Zaza menutup pintu kamar mandi rapat rapat. Ia menyalakan seluruh kran air dan menangis dibawah shower. Ia sungguh sakit. Dan demi apapun Zaza baru sadar ia tidak menyalakan lampu kamar mandi. Dapat dirasakan kakinya kaku. Pintar sekali, Zaza.

Pikirannya teralihkan dengan kejadian tadi. Tatapan antara keduanya begitu menyesakkan hati. Bahkan dirinya mengakuinya. Pertanyaannya bagaimana Rani disini? Seharusnya Rani dan Naufal pindah ke Berlin. Ini sangat memusingkan.

TOKK... TOK...

"Za? Lo lagi ngapain di dalem?" Tanya Lia dari luar sambil mengetok pintu.

"Lagi BAB coeg. Eh Li, lo nyalaiin lampu kamar mandi dong!" Zaza berteriak dari dalam.

"Bego dasar. Kan ada didalem." Pernyataan Lia membuat dadanya bergemuruh. Bagaimana ia bisa menyalakan lampu itu.

Zaza mencoba menggerakkan tangannya tetapi terasa sangat berat. Apa phobianya sudah merambat. Dan kepalanya juga sangat berat. Dan tanpa berkata Zaza penghilatan Zaza sudah gelap.

×××

"Za! Bangun dong!" Suara Lia menggema di telinga Zaza disertai isakan tangisannya Lia.

"Lo bukannya teriak tadi, bego." Lia mengguncang bahu Zaza pelan.

Zaza merasakan kepalanya sangat berat. Dan ia membuka matanya perlahan dan melihat Lia dengan wajahnya yang memerah di pelukan Aldo. Di ujung tempat tidurnya ada Rani dan Varo yang cemas menatap Zaza. Ia tersenyum simpul dan tiba tiba..

PLAK...

"BEGO dasar. Gapernah cerita sama gue masalah ini. Tadi kenapa ga teriak aja, goblok." Lia berteriak sembari memukul wajah Zaza kencang. Sungguh membuat Zaza kesal.

"YAK! Gue baru bangun dan lo mukul gue. BIADAB!" Balas Zaza dan ia langsung bangun dari tidurnya. Beruntunglah tangan sudah bisa bergerak lagi tetapi kakinya masih sedikit kaku.

"Udah, Li, Zaza baru bangun lo langsung nyiksa dia." Aldo menenangkan Lia.

"Em bisa tinggalin gue sendirian? Gue masih pusing." Pinta Zaza dan Rani, Varo, Aldo, dan Lia keluar perlahan. Bisa terlihat pancaran kekhawatiran dari Varo terlebih lagi Lia.

Setelah semuanya keluar. Perlahan Zaza mengambil obat di bawah kasur. Terdapat 5 macam obat. Dan ia mengambil aqua di tasnya. Satu persatu Zaza menelan obatnya. Dan obatnya sudah mulai beraksi kakinya pun juga sudah bisa bergerak.

Meskipun yang dikatakan dokter hanyalah phobia Zaza tetap harus meminum obatnya. Karna dengan obat itu kakinya bisa berjalan dengan baik. Menurut Zaza si itu merupakan sebuah penyakit yang hanya dijumpai pada dirinya. Alangkah baiknya Tuhan memberikan semacam kesialan ini padanya. Padahal dia sering mengikuti karate in the dark. Dan mau tak mau Zaza tidak mengikutinya.

Ia meraih ponselnya di nakas. Mengetik nomor hp dan menekannya.

"Halo? Ka Faiz?"

"Zaza? Kamu kemana aja? Ngilang mulu."

"Oh aku lagi jalan jalan sama Lia. Ke pedesaan gitu. Ada Varo juga kok."

"Oke oke."

Zaza terdiam. "Ka, bisa minta tolong?"

"Anything for my princess"

"Jemput aku dong ka. Aku pengin cerita. Nanti alamatnya aku smsin."

"Ha? Oke. Otw ya."

Zaza langsung mematikan sambungannya dan bersiap pulang. Ia juga mengganti pakaiannya. Tidak mungkin ia pulang dengan mengenakan pakaian Rani. Dan ia langsung berganti dengan training dan kaos longgar. Dan mengenakan topi polos. Ia sedang benar benar tidak mood melakukan apapun.

Sempat lupa, Zaza langsung mengirim alamat villa ini ke Faiz.

30 menit kemudian suara mobil mengklakson terdengar. Zaza langsung menenteng tasnya dan keluar kamar. Varo, Aldo, Rani, dan Lia juga buru buru keluar. Dan saat Faiz turun dari mobil tatapan Lia sangat memuja bahkan sampai sampai Aldo mengalang ngalangi jalan agar Lia tidak keluar kamar.

Varo menatap Zaza bingung dan Rani menatap Zaza acuh tak acuh. Zaza segera menuju ke Faiz dan memeluknya erat.

"Guys, gue mau pulang ya. Take care. Gue banyak ulangan. Masa iya gue ngulang sekolah lagi?" Zaza berkata sambil melambaikan tangan.

"Halah, lo mah tinggal ikut aksel aja gampang. Otak encer udah lah bangga aja." Lia menyindir dengan tatapan sinis.

"Okay gue pulang. Take care kalian semua." Zaza berteriak dan melakukan kiss bye serta melambaikan tangan ke arah 4 orang itu. Melihat pemandangan itu mereka begitu serasi. Berbeda jika posisi Rani digantikan Zaza. Akan lebih awful.

"Duluan ya guys!" Ucap Faiz lalu menaiki mobilnya lagi.

Setelah kepergian Zaza dan Faiz. Mereka berempat menuju ke ruang utama. Lia duduk di depan tv, Aldo membaca koran sambil meminum kopi, Rani membuat makan siang dan Varo duduk di sebelahnya Lia. Sedari tadi Varo sangat penasaran dengan pernyataan Zaza.

"Ya, tadi maksudnya Zaza ngomong ngulang sekolah lagi apaan?" Tanya Varo sambil menatap Lia yang sedang fokus menonton film.

"Oh itu. Ehm Zaza udah 3xan gitu ngulang sekolah. Dia kan juga ikut aksel. Tapi tetep aja gara gara trauma sama apa gitu gue ga tau. Zaza juga ga mau ngasih tau. Seharusnya Zaza udah lulus sekitar 2  taun yang lalu tapi ya gara gara trauma gitu." Jawab Lia sambil menonton tv.

Varo berpikir keras. Bisa dibilang Zaza anak yang sangat pintar. Bahkan ia seharusnya sudah lulus kuliah umur 16 tahun dan dapat dipastikan dengan predikat cumlaude. Sungguh benar benar pintar.

"Makan siang udaahh siaapp!!" Teriak Rani dari meja makan. Dengan kilat Aldo dan Lia mencapai tempat makan dengan rusuh. Sedangkan Varo bersantai lalu menghampiri Rani.

Tersedia ayam bakar madu, brokoli dan sayur pare. Seketika Varo langsung ingat Zaza. Ia langsung tersenyum tipis.

"Kenapa lo senyum senyum, Var?" Tanya Aldo yang sedari tadi memerhatikan Varo. Seketika Varo langsung menatap Aldo bingung dan memilih melanjutkan makanannya. Sedangkan Rani menuangkan segelas air untuk Varo.

Di sisi lain, Lia melihat Varo tersenyum kearah makanan, ia mengerti apa makna itu. Varo menyukai Zaza. Dan itu mengapa Zaza pergi karna melihat adanya Rani. Dan Lia juga masih tidak mengerti kenapa Rani ada disini, kenapa tidak bersama Naufal.

×××++×××

Bullet Army (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang