4. Varo Family

4K 202 2
                                    

Kejadian yang Fara menghinaku tidak pernah ku beri tau Varo. Menurutku itu buang-buang waktu. Lagian Fara juga bukan dosenku. Itu membuatku lega. Pasalnya bisa bisa aku disindir setiap hari. Padahal sudah jelas dirinya yang bersalah.

Di kampus hanya Lia yang tau aku adalah anak Prappa. Mereka mengira Prappa hanya marga yang mirip dengan Prappa Company. Jadi, tidak ada yang tau aku merupakan anak dari perusahaan terjaya di dunia. Kata papah biar aku aman.

Bayangkan saja dirumah sudah ada berpuluh puluh bodyguard. Bahkan ditambah Varo, bodyguard yang benar benar nempel padaku.

"Var, gue cape." Ujarku kepada Varo.

"Yaudah pulang yuk." Aku menggeleng pelan.

"Maksud gue cape buat jadi korban. Gara gara kebocoran gue anak papah banyak yang incer gue. Yang terparah si kemaren. Yang nyulik gue bener bener tau penyakit gue." Aku termenung sambil meminum minumanku.

Varo menatapku bingung. "Kalo boleh tau penyakit apaan?"

"Bukan penyakit si tapi lebih menjorok ke phobia. Pas yang lo liat gue jalannya ngesot itu karna gue lumpuh. Jadi, kalo gelap kaki gue lumpuh. Gabisa digunaiin." Jelasku.

"Udah ada cara penyembuhannya?"

Aku menggeleng pelan. "Gaada tapi kata dokter 'face your fears'. Gue pernah nyoba buat gerakin kaki di tempat gelap tapi tetep gabisa."

Varo menatapku kasihan. "Sabar aja."

Aku mengangguk pelan.

Saat pukul 5 sore aku dan Varo pulang. Tetapi, Varo sebelumnya membawaku ke rumahnya. Katanya, ayahnya ingin bertemu dengannya. Rumahnya si cukup jauh. Tapi, lebih baik daripada harus berdiam diri di rumah.

Setelah 2 jam perjalanan, dapat kulihat rumah yang sangat besar bahkan pagarnya menjulang tinggi. Dan saat masuk air mancur di tengah taman menyala beserta lampu lampunya.

"Ih bagus." Gumamku pelan. Dapat kudengar Varo tertawa kecil.

Lalu, kami berhenti di depan pintu rumah. Ini seperti istana. Varo turun dan membukakan pintu untukku. Lalu, ia memberi kunci mobilnya pada pembantunya mungkin? Aku tidak tau.

Saat masuk dapat kulihat lukisan lukisan indah dan terdapat piano yang sedikit usang. Dan juga banyak foto yang terpajang di setiap dinding.

"Lo tunggu sini aja, kalo haus tinggal bilang ke bibi." Aku mengangguk mengerti.

Aku duduk di sofa. Lalu datang wanita paruh baya dengan membawa lap di bahunya.

"Mau minum apa, mba?" Tanyanya sopan.

"Em ga aus si tapi laper." Jawabku cengengesan. Bibi itu tersenyum kecil.

"Em bi, ada pare sama pisang?" Tanyaku dan ia mengangguk pelan.

Aku langsung menggandengnya menuju dapur. Ia cukup kaget tetapi langsung menghilangkan kekagetannya. Aku tersenyum kecil. Aku menginginkan moment seperti ini dengan ibuku. Tetapi sayangnya mamahku sudah meninggal.

Aku mencepol asal rambutku dan menggulung bajuku. Sementara bibi mennyiapkan bahan bahannya.

"Ini mau buat apaan ya, mba?" Tanyanya bingung.

"Ini mau bikin pare diisi sama pisang terus coklat sama keju. Enak kok, bi." Ujarku dan membuatnya melongo.

"Bibi ga mau ah. Serem." Aku tertawa saat mendengarnya perkataannya.

Lalu aku mulai membuatnya. Bibi juga membantuku untuk mengisi pisangnya dengan coklat lalu aku yang memasukkan ke parenya lalu di lapisi coklat lagi. Dan di taburi parutan coklat.

"Mba'e cantik sekali." Aku tersipu mendengarnya.

"Dari dulu aku pengin kaya gini tapi mamah udah meninggal dari aku bayi. Gaada moment kaya gini lagi. Daridulu selalu sama bibi. Papah sama kakak kakakku kerja semua." Jelasku pelan.

"Sering sering main kesini entar bibi ajarin masak deh." Ujarnya dan membuatku tertawa.

"Dan akhirnya jadi. Pare pisang coklat ala Zaza."

Bibi tertawa melihat sikapku. Lalu aku membawanya ke meja makan. Dan membersihkan kotoran di dapur. Ga kotor si. Bersih bersih saja. Lalu aku langsung menggandeng bibi ke meja makan.

Aku memakannya dan tak lupa untuk memaksa bibi untuk memakannya. Aku bingung kenapa banyak orang tak menyukainya. Padahal ini sungguh lezat.

Akhirnya, bibi mengangguk ragu dan memakannya. Pertama ia sedikit ragu tetapi setelah memakannya matanya langsung berbinar binar. Persis saat pertama kali aku memakannya.

"Astaga ini sangat enak." Ujarnya.

Lalu bibi langsung memakannya dalam 1 suapan. Sudah kubilang makanan ini sangat enak.

Dan tiba tiba ada Varo datang dan langsung memakan makananku. Pertama aku ingin mencegahnya tetapi dia langsung mengambil dan memakannya. Dan reaksinya adalah ia langsung memuntahkan makanannya dan mengambil buah pepaya di kulkas.

"DEMI APA ITU SANGAT MENJIJIKAN!!!" Teriak Varo sangat kencang.

"Itu apaan?" Tanya Varo dengan mata yang seperti setan.

"Pare diisi pisang dikasih coklat sama keju." Jawabku polos. Dapat kupastikan raut muka Varo menunjukkan terkagetan yang luar binasa.

"Mama mah parah. Makanan kaya gitu kok dimakan?" Seru Varo membuatku melotot. Astaga yang sedari tadi aku panggil bibi itu ibunya Varo. Demi apa aku malu banget.

"Astaga tante ibunya Varo? Kok gabilang si tan. Aku jadi manggil tante bibi. Maaf ya tan aku kurang ajar." Ujarku lalu menatap cemas kearah ibunya Varo.

Ia tersenyum pelan. "Tante cuma mau ngetes kamu. Soalnya banyak cewe yang Varo bawa ke rumah tapi gaada yang bener. Ada si eh tapi malah diCAMPAKkin."

Aku tertawa mendengar kata CAMPAK yang begitu ditekankan. Raut muka Varo sangat tidak bersahabat.

"Mamah jahat. Rani kan lagi lanjutin s2 di luar negeri. Lagian, Zaza bukan pacar aku. Dia itu anak bosku, mah. Papahnya dia komandan tapi kadang kapten terus nyuruh aku buat jagaiin anaknya." Jelasnya dan membuat ibunya Varo mendesah kecewa.

"Kiraiin pacar. Mamah suka loh sama Zaza. Baik, sopan, pinter masak lagi." Aku tersipu mendengar perkataannya.

"Mamah aja yang pacarin Zaza kalo gitu. Udah ah ayo pulang udah malem." Ibunya Varo langsung menatap kesal Varo. Durhaka memang.

Aku langsung mengangguk dan menyalami ibunya Varo.

"Permisi ya Tan, Zaza pamit pulang. Dah tante!" Ujarku lalu langsung mengikuti Varo kedepan rumah.

Kami langsung bergegas pulang menuju rumahku. Padahal di rumah hanya ada pembantu, supir, satpam, tukang kebun, dan koki. Kadang aku juga di apartement. Tapi, sekarang aku tidak boleh kesana lagi, entah apa alasannya.

"Za, Fara jadi dosen di kampus lo?" Aku langsung terkejut mendengar pertanyaannya.

"Eh.. i..ya."

"Kok gapernah bilang?" Tanyanya.

"Lo gapernah tanya."

"Kan gue dah bilang cerita semua yang bersangkutan dengan Fara sama gue." Ujarnya.

"Udahlah, Var. Gue juga ga terlalu mentingin itu. Selagi Fara ga ganggu gue." Kataku pelan.

"Oke sorry. Tapi, kalo Fara gangguin lo. Lo harus cerita ke gue."

Aku mengangguk dan mengacungkan kedua jempolku.

××++××

Bullet Army (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang