3. The Bodyguard

5.2K 234 4
                                    

Pagi ini, Varo membantuku mengemasi barang barangku karna dokter mengijinkanku pulang. Tetapi, luka tembakku harus di ganti perbannya setiap 2 hari sekali. Gapapa si daripada harus tiduran di kasur ini, benar benar tidak nyaman.

"Za, udah semua? Pulang sekarang aja apa gimana?" Aku mengangguk.

Aku segera membawa tasku yang berisi ps, laptop, dan hp. Lalu menyusul kearah Varo yang membawa koperku.

"Udah ga sakit kan?" aku mengangguk pelan "Iya, tenang aja."

Lalu, aku turun bersama Varo yang sangat baik itu dan gantengnya tidak tertolong. Dia baru berumur 26 tahun tetapi memiliki wajah yang teramat imut. Apalagi saat ini banyak para perawat dan gadis gadis yang menatap ke Varo memuja tetapi menatapku iri. Jika mereka tau, Varo hanyalah bodyguard pasti mereka akan terkaget.

Varo seketika terdiam lalu bangun dari diamnya dan menggandeng erat tanganku. Aku sangat kaget tentunya.

"Ada apa, Var?" Bisikku di telinganya.

"Gaada apa apa kok." Jawabnya lembut. Sangat lembut membuat hatiku berdesir.

Kami menaiki lift dan ada perempuan yang terdiam menatap Varo, Varo juga melakukan hal yang sama.

"Loh Varo? Udah lama ya sejak kejadian itu? Eh udah ada jalang baru?" Tanyanya dan membuatku geram. Kulihat Varo menahan amarahnya. Genggaman tangannya saja semakin kuat.

"Diem, Far. Itu masa lalu dan dia bukan jalang." Ujar Varo membuatku terdiam.

"Loh, lo kenapa? Diem aja? Ga berani ya? Uluh cemen. Keliatannya miskin. Tapi, kok dia masih muda banget ya? Bentar kayanya gue pernah liat elo deh. Di kampus Prappa lagi sama Lia. Iya kan itu elo? Astaga Varo maunya sama yang muda muda." Dia mengibaskan rambutnya tanda tak percaya.

"Mba, saya menghormati mba karna lebih tua makannya saya diem. Emang kenapa kalo saya masih muda? Mba iri karna udah tua kan? Fleknya aja udah keliatan tuh. Nah apa urusannya Varo mau sama saya atau tidak. Anda iri?" Kataku datar.

Kulihat dia benar benar menahan amarahnya. Varo hanya menatap gadis didepannya datar.

"Udahlah. Kami mau pulang. Permisi." Ujar Varo lalu segera membawaku pergi dari hadapan gadis itu.

Dapat kurasakan tangan Varo yang masih mengepal. Bahkan, tersirat diwajahnya amarah yang memuncak. Membuatku penasaran.

"Var, pelan pelan dong. Udah jauh ini." Ujarku dan tiba tiba ia langsung melepaskan genggaman tangannya dan berhenti.

"Eh maaf. Tadi Fara udah ngata ngatain lo." Ujarnya dan aku mengangguk.

"Masa lalu? Belom move on ye?" Ledekku dan Varo menatapku kesal.

"Udah woyyy, lo masih kecil. Udah gausah dibahas." Elaknya dan membuatku tertawa.

"Cie yang pake aku-kamu pas sama Fara eh pas sama gue pake logat gaul haha." Ejekku lagi dan dia malah tersenyum aneh.

"Oh jadi Zaza cemburu? Maunya dipanggil aku-kamu sama abang Varo. Eh apa sayang?" Tanyanya dan membuatku memanas seketika.

Failed joke.

"Apaan si lo ah dasar orang gila!!!"

×××××

Sepulangnya ternyata papah sangat gila. Bahkan aku tidur sekamar dengan Varo. Astaga apa yang bapa tua itu pikirkan. Bagaimana jika dia tau kebiasaan burukku. Aku akan menjadi sangat gila jika seperti ini.

Selain itu sekarang papah berada di Spanyol. Ia mengatakan jika ada urusan militer. Tidak akan lucu jika aku dan Varo tidur sekamar.

"Udahlah lagian gue juga gabakal ngintip elo mandi apa ganti baju kok. Ada walk in closet juga." Ujarnya seakan akan membaca pikiranku.

Bullet Army (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang