02 - Zadam

493 33 3
                                    

"Jadi jujur saya ya Tuan Alvaro yang terbang- eh maksud gue yang terhormat. Maksud lo nyium bibir adek gue apa?" tanya Faiz mencoba sabar melihat tingkah laku lelaki dihadapannya ini.

Alvaro terdiam seribu bahasa, jujur saja dia sendiri juga tidak tau kenapa bisa melakukan hal itu. "Spontan?" ragu Alvaro dan tanpa disadari lawan bicaranya sudah mengepalkan tangan sekuat tenaga.

"Bentar UU pelecehan seksual pasal berapasi?" sarkas Faiz tajam. Heran menatap lelaki dihadapannya, tidak berkutik sedikitpun.

Selama 2 menit mereka berdua hanya terdiam. Faiz yang menatap Varo dengan tatapan membunuh, sedangkan Varo menatapnya dengan tatapan kosong.

"Ini lo mau diem terus? Tangan gue gatel mau nonjok soalnya hehe." kekehan Faiz justru membuat Varo tersenyum. "Lo idiot?" kali ini Faiz menggebrak meja kencang membuat Varo lumayan kaget.

Dalam hati Varo, ia tidak ingin hidupnya berakhir dengan orang gila bernama Faiz. Sudah cukup keruwetan hidupnya ini. Jangan menambah sang kakak lagi.

"Gue ngerasa bertanggung jawab atas komanya Zaza. Dan jujur gue gatau kenapa nyium Zaza. Spontan ya Allah kan gue dah bilang." ucapan Varo terdengar seperti mainan bagi Faiz.

"Adek gue bukan mainan ya, Var. Lo ga bisa seenaknya nyium adek gue setelah itu lo berdua-duaan sama istri kakak majikan lo." desis Faiz tajam. Rani hanya majikan, ia hanya majikan.

Varo menyesap kopinya pelan, "Gue cinta sama Rani, bener-bener cinta. Gue nungguin dia pendidikan, gue lakuiin semuanya demi dia. Then, something terrible coming. She's having a baby. She's fucking pregnant. Damn it."

Dengan menggebu-gebu, letupan emosi Varo dapat terlihat dari raut wajahnya. Tapi, Faiz masih tidak bisa mentolerir perbuatan makhluk sampah didepannya ini.

"Gue tau, but sekarang dia istrinya Naufal for God's shake." dan lagi lagi Varo tertampar oleh kenyataan paling brengsek dalam hidupnya.

"Liat sekarang siapa yang bajingan? Who's the one who put his fucking sperm to my girlfriend? Eh lupa, tunangan maksud gue."

Faiz tidak bisa berkata apa-apa. Sungguh memang perbuatan kakaknya yang satu itu tidak terduga. Balik kerumah sudah membawa gadis berbadan dua. Ayahnya sempat menghajar Naufal habis-habisan, ia sendiri tidak tega tapi memang kakaknya sangat bodoh.

Kini Faiz termenung memikirkan nasib pria ini. Masih stuck dengan mantan kekasihnya yang kini tengah mengandung bayi.

"Gue cuma bisa bilang, hidup selalu melangkah kedepan. Gue tau kakak gue emang sebajingan itu, tapi lo jangan jadi bajingan yang perlakuiin cewek seenak jidat lo." Faiz berucap datar, tidak ada emosi di dalamnya. "Dan kalo lo perlakuiin Zaza semurahan itu, what's the difference between you and my brother?"

"Atleast i'm not gonna throw my precious sperm to a stranger."

➖➖➖

Alunan Fur Elise karya Beethoven mengalun kencang memenuhi ruangan kamar gadis cantik. Tapi, kasurnya yang putih bersih kini ternodai dengan darah segar yang menetes dari tangannya.

Tak dapat dibendung lagi, isakan tangisnya pecah. Harga dirinya seperti sudah tidak ada lagi. Dirinya sudah hancur, tidak peduli apapun itu.

Alvaro Arjuna Dewangga.

He's fucking bastard that kissed her, bite her, and forced her lips.

Dan dendam itu sudah tertanamkan sebelum kejadian dirinya koma. Lagi dan lagi penyebabnya lelaki brengsek itu. Bisakah dia mati saja?

"ZAZA BENCI VAROOOOO!!!!" seru Zaza yang sudah diperkirakan dapat terdengar oleh orang didalam rumah. Pasalnya ia sendiri tidak menutup pintu kamar.

Perlahan terdengar suara pijakan kaki, ia melihat kakak iparnya berdiri menutup mulutnya. Darah disepanjang kasur membuat Rani sedikit mual. Apalagi dengan kondisi tubuhnya yang berbadan dua.

"Za, lo gaboleh gini. Varo butuh lo, Varo sayang sama lo."

Ucapan Rani seakan kalimat hinaan bagi Zaza. Butuh? Dia butuh pelampiasaan hasrat binalnya? Sayang? Disaat yang Zaza lihat tidak ada sedikitpun kehadirannya dalam diri Varo. Hanya ada Rani, Rani, dan Rani.

Matanya menatap Rani tajam, "Keluar lo."

"Za, gue se-"

"GUE BILANG KELUAR YA KELUAR."

Rani tersentak mendengar bentakan Zaza yang entah kenapa menyakiti hatinya. Badan Rani bergetar menahan isak tangis dirinya.

"Perempuan gatau diri, masih aja lo ketemuan sama Varo disaat suami lo banting tulang kerja?" Ucap Zaza tanpa memedulikan perasaan kakak iparnya itu.

"Gue tau kakak gue bersalah dengan nanem benih di rahim lo. Tapi, Ka Rani, pernah gak sih lo bayangin jadi Ka Naufal? He's drunk and you have twins. Gue tau lo ga cinta sama ka Naufal tapi seenggaknya, jaga perasaannya. Jaga hatinya. Apa ka Naufal selama ini pernah ketemu sama kembaran lo itu?"

Telak sudah. Rani tidak bisa berkutik bahkan menatap wajah Zaza sudah tidak bisa. Dirinya merasa sangat malu menghadapi kenyataan yang menampar kehidupannya ini.

Dari awal Rani selalu menyalahkan Naufal atas perbuatan bejatnya itu. Tapi, tanpa Rani sadari juga, Naufal banting tulang untuk mendapat kepercayaan sang ayah lagi, setiap harinya Rani tidak pernah mengurus suaminya itu. Lembur tiap malam bahkan makan pun tidak teratur.

Disatu sisi, dirinya memilih menghabiskan waktu dengan mantan kekasihnya. Tidak memikirkan perasaan suaminya itu.

Kini Zaza sudah tidak tahan melihat Rani, ia bangkit lalu menghampiri Rani. Zaza tau Rani menahan isak tangisnya, tapi kakak iparnya itu perlu sadar diri.

"Lo harus gue giniin baru sadar ya?"

"Kakak gue selama ini cuma diem, gabisa ngelarang lo, bantah lo, dia cuma diem ngeliat kelakuan lo selama ini. Boleh jujur ya lo itu perempuan gatau diri. Beruntung kakak gue mau tanggung jawab, kasih lo perlindungan, kebebasan."

Zaza hendak meraih tangan Rani, mencoba untuk menguatkan Rani tapi sosok lain sudah terlebih dahulu menyingkirkan Rani dari hadapannya.

"Cukup, Za. Lo jangan pernah celakaiin Rani. Jangan pernah sentuh dirinya sedikitpun." potong seorang lelaki, Zaza terkekeh, pria dihadapannya sangat bodoh.

"Gue cuma mau nguatin Rani, gue cuma pengin dia sadar, Var." bantah Zaza. Varo hanya tertawa, "Cewe kaya lo gamungkin kaya gitu. Gue tau tadi lo mau nampar Rani kan? Iya kan?"

"Sialan, Ka Rani apa gue mau nampar lo? Bilang ke mantan lo ini." tanya Zaza namun Rani hanya terdiam, ia masih memikirkan ucapan Zaza yang sangat menohok hatinya.

"Maling gada yang ngaku. Urusin kakak bejat lo itu dan gausah ngelibatin kakak lo yang satunya lagi. Bocah."

Lalu Varo menuntun Rani kekamarnya. Mendekap Rani erat karna dapat ia rasakan Rani terisak menangis.

Zaza menatap kepergian dua manusia tidak beradab itu dengan emosi. Sudah cukup kemarin ia dicium secara paksa dan sekarang ia dituduh? Dikata-katai bocah. Sudah cukup seorang Alvaro menyakiti dirinya.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Bullet Army (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang