09 - Zadam

337 24 6
                                    

Alvaro Arjuna Dewangga

Keheningan malam membuat suasana semakin terlihat damai. Hanya terdengar kicauan burung dan jangkrik yang mungkin sedang mencari mangsa. Bahkan suara kendaraan beroda 2 ataupun 4 tidak terdengar di telinganya.

Disebelahnya duduk wanita tua yang selama ini sudah menemaninya. Dia ibunya Varo.

"Mah, Varo bingung." Varo menghebuskan nafas berat, "Varo ngerasa Varo tuh salah tapi Varo gabisa buat ngelepas. Varo udah terlalu cinta, Mah."

Mendengar ucapan anaknya, Ibunda Varo, Aria, tersenyum miris. Ia paham semua yang telah terjadi di kehidupan anaknya.

Sebagai anak, Varo cukup tertutup dalam semua hal pribadinya. Makanya, Aria selama ini hanya diam, membiarkan anaknya yang memilih jalan hidupnya. Namun, keadaan sekarang membuat Aria bertanya-tanya. Seburuk apa kehiduapan Varo.

"Varo pengin bahagia, Mah. Tapi kenapa tiba-tiba aja hal buruk kejadian ke Varo? Varo udah nungguin dia bertahun-tahun, Mah. Varo yakin setelah dia selesai, kita bakalan nikah. Tapi...."

"Sekarang semuanya seakan nyalahin, Varo. Tapi mereka gatau apa yang dialamin Varo selama ini. Mereka gatau rasanya jadi Varo."

Varo terisak, menahan amarahnya yang membuncah. Salahkan Tuhan karna semua ini skenarioNya. Varo hanyalah bidak yang entah mengapa mendapat peran yang tidak mengenakkan.

Disatu sisi, Aria ingin mengatakan jika semua perbuatannya itu salah, namun disatu sisi, Aria juga ingin mendukung anaknya. Bagaimanapun kebahagiaan anaknya adalah yang utama saat ini.

"Dulu mamah hamil kamu itu penuh rintangan, Var. Mamah berjuang mati-matian supaya kamu sehat, supaya kamu bisa ngerasaiin udara kaya gini." Aria tersenyum menatap Varo.

"Dulu rahim mamah itu gakuat buat menopang bayi, dokter bilang rahim mamah lemah. Tapi, keluarga Dewangga membutuhkan pewaris dan satu-satunya yang dapat diandalkan ya rahim mamah ini."

Varo terkesiap mendengar cerita ibunya, baru pertama kali ia mendengar kisah tentang dirinya.

"Tapi mamah bertekad buat tetep ngelahirin kamu bagaimanapun caranya. Perjuangan mamah selama 9 bulan gak sia-sia, Var. Kamu jadi anak mamah yang membanggakan."

Aria memeluk Varo dengan erat. Menumpahkan segala uneg-unegnya dengan anak semata wayangnya itu.

"Mamah pengin Varo bahagia."

➖➖➖

Suasana ruang makan terlihat mencekam, hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang saling beradu. Tidak ada suara sedikitpun yang dikeluarkan.

Begitulah keadaan rumah tangga Naufal dan Rani. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, terkecuali Tania yang kini sudah terlelap di kamarnya.

Dalam benaknya, Rani bertanya mengapa Naufal menjadi diam dan dingin. Biasanya Naufal selalu memulai pembicaraan terlebih dahulu.

"Ran.... Ada yang mau saya bicarakan." ucapan Naufal membuat Rani tersedak dan segera meminum air putih.

Rani mengangguk kaku.

"Sebenarnya saya tau apa yang kamu lakukan di belakang saya dengan Varo, Ran." skak Naufal membuat deru nafas Rani memburu. Tangannya sudah gemetar mendengar pernyataan Naufal.

"Saya selama ini berusaha untuk menjadi sosok suami dan ayah yang baik buat keluarga kecil kita. Tapi, saya tidak marah. Karna kalian berdua sudah terlalu amat mencintai." ucap Naufal.

Jika ada penobatan wanita terjahat, maka sudah pasti Rani yang akan memperoleh penghargaan itu. Dirinya tidak habis pikir bisa berbuat sejahat itu.

"Beberapa hari yang lalu, akhirnya saya mengikuti kamu ke tempat kamu dan Varo bertemu. Saya mendengar semua perbincangan kalian. Maaf kalo saya terdengar lancang."

Sudah tamat riwayat Rani, sudah tidak ada harapan bagi penjahat sepertinya.

"Selama ini juga saya tau kamu telah berusaha menjadi ibu yang baik untuk Tania dan istri untuk saya. Namun tetap saja, saya ini suamimu, pernikahan kita terumumkan seluruh dunia. Kabar kalian berkencan saya tau dari rekan bisnis saya."

Memang betul, kolega bisnis Naufal yang mengatakan jika melihat istrinya bersama pria lain sedang bersenda gurau. Bisa jelaskan bagaimana perasaan Naufal saat itu?

Naufal menatap Rani yang sedang menahan air matanya, "Saya berusaha mencintai kamu, Rani. Sebenarnya sudah, tapi karna ucapakan rekan bisnis saya, saya berencana untuk tidak terlalu jatuh hati denganmu, Rani." Rani tidak mampu menatap mata Naufal lebih lama lagi, segalanya terpancar kekecewaan di kedua bola matanya.

"Apa kamu tidak mau belajar melupakan Varo dan mulai mencintai saya?" tanya Naufal yang membuat detak jantungnya berdegup kencang.

Cinta? Sungguh Rani telah merencakan itu. Namun kehendak Tuhan berbeda untuk dirinya.

"Atau.."

Naufal menghembuskan nafas berat.

"Haruskah saya merelakan kamu dengan Varo?"

➖➖➖➖➖➖

Bullet Army (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang