01 - Zadam

467 27 0
                                    

Cinta itu suci, polos, tidak ternoda. Cinta itu perasaan yang tulus, yang tidak ada celah diantaranya. Cinta itu saat merelakan orang yang kita benar-benar cintai, bahagia dengan cara mereka itu sendiri.

Cinta itu tidak egois, cinta itu tidak mengekang, cinta itu tidak melukai. Karna hakikatnya cinta itu membebaskan, membahagiakan, menghargai, menghormati, menjaga, dan terlebih mengerti. Saling memahami, saling memberi, dan saling membagi.

Dan kini pandangan Zaza hanya tertuju pada foto kecil berukuran 2R yang ada di genggamannya. Zaza masih ingat perkataan lelaki itu.

"Ini foto gue, lo simpen ya za. Kalo lo kangen, lo kesel, lo marah, tatep foto itu aja."

Tanpa aba-aba foto digenggaman Zaza sudah tidak terbentuk, hancur, bahkan darah menetes dari telapak tangannya saking keras Zaza menekannya.

Tidak peduli seberapa keras Zaza menekan kukunya, ia masih tidak terima bibirnya dilecehkan oleh pria seperti itu. Ia merasa seperti wanita kotor, bibirnya dilumat oleh pria yang ngakunya bermartabat yaitu Alvaro Arjuna Dewangga.

"Dek, ini lo ma-" seketika pintu terbuka dan terlihat Faiz membawa sepiring makanan dan minuman.

"LAH KOK LO BEGINI? ZA, ITU DARAH LOH ZA!!" seru Faiz lalu menaruh makanan Zaza sembarang dan menghampiri Zaza.

Zaza hanya terdiam mematung, melihat tetes demi tetes darah di lantai kamarnya. Matanya menatap Faiz yang panik mengobati lukanya.

"Za, lo kenapasi? Itu tangan lo kesian darahnya banyak banget ih." ujar Faiz khawatir, ia membuka P3K lalu meneteskan alkohol ke tangan adik kecilnya itu.

Tanpa meringis ataupun mendesah. Zaza hanya terdiam Faiz memberi tangannya alkohol yang langsung disiram ke tangannya.

"Ga sakit?" tanya Faiz, Zaza hanya menggeleng.

Dengan cekatan Faiz menempelkan hansplast ke tangan Zaza, lalu meniupnya dengan lembut.

"Zaza kenapa? Ayo cerita sama kakak."

Faiz duduk disamping Zaza lalu membawa Zaza ke pelukannya. Masih Zaza terdiam, tapi ia mencari kehangatan dari dekapan kakaknya.

"Varo."

Faiz mendesah, "Kenapa lagi? Perasaan ya tu anak gada benernya, ud-"

"Varo nyium bibir Zaza."

➖➖➖

Mungkin sebagian orang percaya, cinta itu tidak mempedulikan status, walaupun yang dicintai itu telah melayangkan janji suci di hadapan Tuhan. Tidak mempedulikan juga seberapa banyak kasih yang telah diberikan.

Itu lah yang sedang dirasakan seorang Alvaro Arjuna Dewangga. Di kafe kecil pinggir kota, Varo duduk berhadapan dengan seorang gadis yang ia janjikan masa depannya, yang mati-matian ia cintai, yang ia yakini akan jadi istrinya kelak.

"Var, kita udah gabisa ngelanjutin hubungan kita."

Alvaro hanya termenung diam mendengar perkataan Rani. Dirinya masih mengingat kejadian kemarin, dengan bodohnya ia menyerah Zaza dengan brutal. Jangan tanya apa alasannya, Varo sendiri juga tidak tau.

"Var, aku ngomong sama kamu." desak Rani, Varo akhirnya sadar dari lamunannya dan menatap Rani sendu.

"Aku cinta sama kamu, Ran."

Seperti kilatan petir menyambar, Rani bergetar mendengar ucapan Varo. Perkataan Varo telak tidak bisa diganggu gugat.

Tapi di satu sisi, Rani mengusap perutnya yang mulai membuncit. Sekarang dirinya ini milik seorang pengusaha bernama Naufal. Orang yang bahkan tidak Rani kenal sebelumnya.

"Aku gak peduli sama bayi dikandunganmu. Aku gak peduli siapa ayahnya. Aku disini bisa jadi ayah yang baik buat anak kamu."

Dan lagi Rani hanya bisa menahan isak tangisnya. Ia membenci kondisi seperti ini, hatinya masih dimiliki pria tampan dihadapannya. Tapi, sekali lagi bayi yang ada di rahimnya ini mempunyai ayah bernama Naufal. Namun Rani jengah menghadapi Varo yang tidak pernah menyerah.

"Bukan gitu, Var. Kamu bukan ayah kandungnya, Naufal ayah kandungnya." Rani menampar Varo dengan kenyataan itu.

"Jujur Var, aku cinta sama kamu. Sampe saat ini juga, Naufal belum pernah nyentuh aku sama sekali. Kita pisah ranjang, Var. Aku juga gapernah menyangka bakal berakhir sama Naufal. Aku gapernah mau keadaan hidupku kaya gini. Masa mudaku hancur, aku harus jadi ibu di usiaku sekarang. Tolong, jangan bebanin aku apapun. Tolong jangan ucapin cinta lagi, jangan."

Keputusan Rani sudah bulat. Kini ia harus memprioritaskan bayi di rahimnya ini. Demi anaknya, demi buah hatinya.

"Cari kebahagiaan lain, Var. Aku tau kamu bisa." dengan begitu Rani beranjak dari kursinya, namun tangan Varo mencegahnya.

Rani mendesah pelan, "Just let me go, Var. Dont make this situation more harder and harder."

"Can i hug you?" pinta Varo, matanya sudah memerah menahan air mata yang mencoba keluar.

"Var, jangan ka-"

Sebuah tangan besar merengkuh Rani dengan erat. Ia bisa merasakan isakan tangis dari pria yang ia cintai. Perlahan tapi pasti, tangan Rani mengelus punggung Varo dengan lembut. Mencoba menenangkannya.

Kenyataan pahit memang harus dihadapi Varo, kehidupannya selalu berakhir tragis. Dan akhir-akhir ini sikap Varo selalu diluar nalar sehingga ia harus meringis meratapi lika liku rahasia Tuhan.

"Bangsat."

BUGG

"INI BUAT LO YANG UDAH BIKIN ADEK GUE NANGIS!"

BUGG

"INI BUAT LO YANG UDAH BIKIN ADEK GUE KOMA BERBULAN-BULAN!!"

BUGG

"DAN INI BUAT LO YANG UDAH NYIUM ADEK GUE. BANGSAT LO ANJING."

Dihadapannya kini seorang pria dengan tangan mengepal, bisa dilihat urat ditangannya yang sangat teramat menegang, menahan diri untuk tidak membunuh manusia sampah didepannya.

Untunglah cafe yang disinggahi hanya ada sedikit pengunjung, mereka semua terlihat tidak peduli dan tetap melanjutkan aktivitas mereka masing-masing.

"Lo ada masalah apa si Tuan Alvaro yang terhormat?" sarkas Faiz tajam.

"Gue minta maaf, Iz. Gue kelepasan, gue gatau yang gue la-"

BUGG

Dan untuk keempat kalinya, tangan Faiz menonjok wajah Varo dengan kencang. Rani hanya terdiam, menggigit bibirnya mencoba untuk tidak khawatir.

"STOP IT BOTH OF YOU!" seru Rani karna ia sudah tidak bisa menahan amarahnya.

Faiz terkekeh, "Halo kakak ipar yang terhormat. Lo selingkuh?" Rani membulatkan matanya tidak percaya, pasalnya Faiz selalu bersikap baik padanya.

"Gue gasuka ada orang yang ngusik keluarga gue, apalagi adek gue. Dan lo berdua ini hama yang perlu gue basmi." ucap Faiz lantang.

"Kakak lo yang perlu lo basmi sialan. Ga punya otak buang sperma sembarangan." balas Rani tak kalah lantangnya dengan Faiz.

"Cewe gatau diri ya lo! Sekarang lo malah jelek-jelekin kakak gue." Kalau saja Faiz tidak sadar jika orang dihadapannya ini seorang gadis, tangannya sudah melayangkan tinju ke wajahnya itu.

"Gatau diri? Lo mau marah-marah itu kakak lo, bukan gue. Gue gada hubungan apa-apa sama si bangsat itu. Fuck you, Prappa Family." Ujar Rani dan memilih keluar cafe ini karna sudah muak mendengar ucapan Faiz.

"Pergi sana lo cewe ular."

Kini hanya tersisa Faiz dan Varo. Di benak Faiz sudah banyak rencana pembunuhan tragis yang telah ia fikirkan. Sedangkan Varo hanya bisa berserah diri, takdirnya kini bergantung pada Faiz.

➖➖➖➖➖➖➖➖







Bullet Army (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang