• High Hopes - Kodaline🎶
###
ENJOY!
RASANYA ingin sekali Raffa melempar rubik itu ke wajah Gita. Masalahnya, dari tadi gadis itu terus saja memasang wajah sok cantiknya di depan Raffa-sambil sesekali bergelayut mesra di tangan laki-laki itu. Gita memang satu angkatan dengan Raffa, hanya saja mereka berdua beda kelas. Tapi entah kenapa, gadis itu tidak mengenal kata takut untuk mendekati Raffa.
"Raf, sebentar temenin gue makan siang, yuk?" tanya Gita dengan polosnya.
Orion dan Gista kontan bergidik geli. Sementara Julian, malah tertawa saat mendengar ucapan Gita barusan. "Kok lo maunya sama Raffa terus, Git? Sekali-kali gue, kek," goda Julian dengan sangat berlebihan.
"Yee... si monyet!" celetuk Orion geli.
Gita hanya mengeluarkan lidahnya-tepat seperti orang jijik. Julian memang memiliki tampang yang lumayan. Hanya saja, bagi Gita Raffalah satu-satunya cowok yang menarik perhatiannya dari kelas sepuluh sampai sekarang.
Getaran dari ponsel Raffa kontan membuat laki-laki itu mengalihkan pandangannya dari rubik yang hampir selesai itu. Mata Raffa kontan membesar saat mendapati satu pesan masuk dari Dean yang mengatakan kalau laki-laki itu sudah berada di depan Antariksa.
Raffa melirik jam di tangannya. Dua puluh menit lagi bel pulang berdering. Maka dari itu, Raffa memutuskan untuk bangkit dan menepis tangan Gita yang masih berada di atas tangannya. "Gue cabut."
"Kemana, Raf?" sayang sekali, pertanyaan Julian hanya diabaikan oleh Raffa. Dari caranya meninggalkan kelas secepat kilat, Julian lantas tahu kalau pasti ada sesuatu hal penting yang menunggunya.
Dan benar saja, siang itu, Raffa ditantang untuk berkelahi secara jantan oleh Vano dan gerombolannya.
****
Mengingat angkutan umum tak bisa lewat di depan rumahnya, Adena memutuskan untuk jalan kaki saja meskipun jarak antara tempat ia turun dan rumahnya masih terbilang jauh. Biasanya, Adena selalu dijemput oleh Pak Joto-supirnya. Berhubung Pak Joto sedang pulang kampung, Adena harus pulang sendiri.
Biasa Adena juga sering naik ojek di tempat ia turun. Tapi entah kenapa, pangkalan ojek hari ini kosong. Adena mengedikkan bahunya acuh, toh dia juga suka jalan kaki. Gadis itu lalu mengambil langkah lebar, mengingat kalau dia sudah tidak sabar untuk tidur di atas kasurnya.
Namun, saat dia baru mengambil beberapa langkah, dia dapat melihat kalau ada tiga orang berbadan besar yang sedang cekikikan di bawah pohon. Adena menggigit bibir bawahnya. Kedua tangannya menggenggam tali tasnya erat-erat saat pandangan mereka kini mendarat padanya.
"Siang cantik," goda salah seorang pria yang kira-kira berumur tiga puluh tahun ke atas. Pria itu lalu mengambil langkah lebar mendekati Adena, membuatnya hanya bisa mundur beberapa langkah.
Keringat dingin mulai keluar dari telapak tangan Adena saat sadar kalu mereka sudah menutup jalan di depannya. Dan dia tidak bisa kabur.
"Jangan takut-takut, dong. Om enggak galak, kok." Lalu gelak tawa dari mereka pecah seketika, membuat ketakutan Adena bertambah.
"TOLOOONGGG!" Adena berteriak kencang meskipun dia tahu kalau tidak ada orang yang akan mendengarnya-mengingat kondisi jalanan saat itu yang sepi.
"Jangan teriak! Percuma lo teriak, nggak ada yang bakalan nolongin lo disini!" pria itu menggertak dengan tampang kriminal yang sangat kentara di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost And Found
Teen FictionBukan keinginan Adena untuk seperti ini; diam dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk mempertahankan hubungannya dengan Raffa. Semuanya yang ada di masa depannya masih terlihat abu-abu. Tidak pasti, sama halnya dengan hubungannya, yang terlihat semakin...