20. Sedingin Es

3.3K 271 40
                                    

• Still Falling For You, Ellie Goulding🎶

###

ENJOY!

     NAMA Adena terus saja terbayang-bayang di pikirannya. Sudah lebih dari dua jam, Raffa terus saja memikirkan nama itu. Nama pacarnya. Bahkan, fokus Raffa bukan lagi pada Bu Mira yang sementara menerangkan materi di depan. Waktu rasanya berlalu begitu cepat. Dia sudah bisa menyelesaikan ujian susulannya dan sekarang, ia sudah resmi duduk di bangku kelas dua belas.

     Sebuah kepalan kertas kecil mendarat di meja Raffa, membuat mau tak mau dia harus menoleh.

      "Jangan ngayal mulu. Bu Mimir dari tadi perhatiin lo terus."

      Kira-kira itu isi kertas yang dilempar Gista ke arahnya. Sebelum ia meremas kertas itu, dia menyempatkan diri untuk melirik sekilas Gista yang duduk di bangku depan bagian kanannya.

      Raffa membunyikan pulpen itu  di atas meja. Sementara dia sama sekali tidak peduli dengan kalimat yang baru dilempar Gista tadi.

     "Raffael Pratama, kalo kamu nggak mau ikutin pelajaran saya, kamu boleh keluar sekarang."

     Suara tegas nan lugas itu kontan langsung membuat Raffa memutar bola matanya lalu menatap Bu Mira yang duduk di depan, dengan sebuah kacamata yang bertengger di hidungnya.
      Raffa menarik napas bosan. Bukannya minta maaf, Raffa malah bangkit, dengan gaya berantakannya, lalu segera berjalan keluar kelas tanpa pamit, atau sekedar mengucapkan kata maaf pada Bu Mira. Ekspresi cowok itu, benar-benar datar.

     Aksi Raffa itu lantas membuat Bu Mira menyerah. Bahkan, sempat membuat Gista, Orion dan Julian melongo saking herannya dengan sikap Raffa saat itu. Karena biasanya, jika ia diancam untuk keluar kelas, ia selalu membela dirinya.

     Tapi sekarang?

****

     Koridor Antariksa memang selalu sepi kalau kegiatan belajar-mengajar masih berlangsung. Tapi, itu tak berlaku bagi Raffa. Karena saat ini, cowok itu dengan beraninya melangkahkan kakinya, menuju deretan kelas dengan tulisan XI di depannya tanpa ada sekecil rasa takut pun akan guru piket.

      Langkah Raffa berhenti tepat di depan kelas XI IPA 2. Melihat situasi kelas saat itu yang nampak tenang, membuat Raffa dapat menebak kalau di dalam sementara ada guru. Raffa pun memutuskan untuk menyenderkan punggungnya di tembok sembari memejamkan matanya. Kedua tangannya bersila di depan dada selagi ia merasakan deru napasnya sendiri yang keluar dari mulutnya. Tak lama kemudian, sementara Raffa masih sementara memejamkan mata, pintu kelas itu terbuka. Mata Raffa lantas langsung terbuka juga, melihat siapa yang baru keluar dari kelas itu.

     Dan kemudian, baik Raffa maupun orang itu langsung terdiam. Meski diam, mereka tetap melakukan kontak mata yang intens. Jantung Raffa langsung saja terasa seperti sudah berhenti saat itu. Bagaimana tidak, di depannya sekarang, berdiri seorang gadis yang ditunggu-tunggunya sedari tadi. Bahkan gadis itu seakan tidak mau tahu mengenai kondisi jantung Raffa pasca pertemuan itu.

     "Adena," ujar Raffa pelan, nyaris tak terdengar. Serak, dan cukup berat.

     Dalam hati, Adena mendesis. Sudah niatnya untuk menjauhi Raffa, tapi hal itu tidak akan pernah terjadi bila dia dan cowok itu terus saja berhadapan intens seperti ini. Justru itu akan membuat Adena akan semakin sulit melupakannya. Cewek itu pun hanya menghela napas berat lalu memutar badannya ke arah yang berlawanan dan sudah berniat untuk melangkah begitu tangan Raffa yang kokoh dengan sigap menahan lengannya.

Lost And FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang