14. Demi Cinta

4.3K 327 58
                                    

• Jangan Hilangkan Dia, Rossa🎵

###

ENJOY!

     TAK ada lagi yang membuat semangat Adena naik untuk cepat-cepat melangkah ke parkiran seperti yang biasa ia lakukan. Siang itu, matahari bersinar dengan begitu terik, membuat Adena sesekali mengusap peluhnya sambil menatap ke arah parkiran dengan nelangsa. Ia lupa kalau ternyata Raffa masih dalam masa skorsnya.

     Tapi, saat Adena hampir sampai di pintu gerbang, telinganya tak sengaja mendapat sinyal yang berupa seseorang yang meneriaki namanya. Dan benar saja, saat ia menoleh, wajah sosok laki-laki yang belakangan ini selalu bertemu dengannya sudah berdiri beberapa di depan motornya. "Dean? Kenapa bisa disini?"

     Dean meringis saat mendapati nada bicara Adena yang seakan tak suka dengan keberadaannya. "Raffa minta tolong sama gue buat anterin lo pulang. Pacar lo itu emang punya trauma tersendiri semenjak kejadian itu."

     "Hah?" ekspresi terkejut tak bisa dihindari Adena saat itu. Tentu saja, Raffa kan bisa meminta tolong pada Gista ataupun Orion yang memang jelas-jelas sudah berada di lingkungan yang sama, bukan Dean. "Astaga, seharusnya lo gak usah repot-repot. Gue malah jadi gak enak."

     "Gak enak kenapa?"

     "Secara gue ini udah terlalu banyak nyusahin lo, nyusahin kalian ..."

     Tawa bebas meluncur begitu saja dari mulut Dean. "Siapa suruh lo jadi pacarnya Raffa? I told you, kalo semenjak lo udah memutuskan buat jadian sama Raffa, itu artinya semua masalah lo jadi masalah gue juga."

     Sikap Dean saat ini membuat Adena teringat dengan kejadian lalu, dimana saat Adena tak sengaja mendengar pembicaraan Dean dengan ayahnya, dan berakhir dengan satu tamparan mutlak dari ayahnya.

     "Jangan bengong terus kali. By the way lo gak perlu takut, gue bukan tipe orang jahat yang memanfaatkan kesempatan buat nyulik lo, kok."

     Adena terkekeh lalu memukul pelan lengan tangan Dean karena gemas. Dan saat itu, Adena memutuskan untuk mengijinkan Dean menggantikan tugas Raffa seperti biasanya.

     "Gue duduknya gimana?" tanya Adena polos. Dean bahkan sempat tertawa mendengar pertanyaan Adena yang tak biasa didapatinya. "Iya, iya, gue tau." sergah Adena cepat-cepat saat Dean baru saja ingin membalas.

     Jalanan kota Jakarta saat itu masih bisa dibilang cukup padat. Bahkan, Adena berkali-kali meremas jaket yang digunakan Dean saat cowok itu terus melambung kendaraan lain.

     "Dean, pelan-pelan aja, dong. Gue takut, nih," ujar Adena, memohon.

     Sementara Dean, hanya melirik Adena dari kaca spion sambil tersenyum. Sayang helmnya menutupi wajahnya saat itu. "Pegangan, kalo lo jatoh, gue gak mau tanggung jawab."

     "Apa?" teriak Adena, tak bisa mendengar dengan baik karena suara klakson dari beberapa mobil yang sangat kuat terngiang di telinganya.

     "Jangan sampe jatoh."

     Adena mengembuskan napas. Dia mengencangkan pegangannya pada jaket Dean, karena dia tahu kalau sebentar lagi cowok itu akan memulai aksinya dengan alasan biar cepet sampe.

     Tapi, siang itu, satu hal yang Adena tahu tentang Dean; kalau cowok itu benar-benar menyenangkan.

****

  Harap Tenang Ada Ujian.

     Kalimat yang terpampang besar itu dapat dikhususkan untuk siapa saja yang berniat untuk lewat di sekitar koridor. Memang saat menjelang hari penghakiman, semua murid nampak lebih giat belajar. Bahkan, tepat saat hari dimana ujian diselenggarakan, kondisi Antariksa memang selalu tenang seperti ini.

Lost And FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang