25. Tangisan

3.8K 280 29
                                    

• Perempuan Ini, Audy🎶

###

"Walau menangis, bagai teriris, aku bertahan dengan harapan.
Kata hatimu, akan menuntunmu untuk kembali padaku lagi."

•••

HARI mulai petang. Langit di atas memang sudah mulai gelap. Adena dengan begitu berani menginjakkan kakinya di area rumah Kirana. Tujuannya memang untuk melihat kondisi Kirana, sekalian untuk memastikan kalau Raffa ada di sana. Sebenarnya, tadi dia sudah menghubungi Dean, dengan tujuan untuk meminta cowok itu untuk mengantarnya ke rumah Kirana. Tapi, katanya dia sedang ada kelas, makanya tak bisa mengantar Adena saat itu. Maka, Adena pun memutuskan untuk naik taksi saja.

Petang itu sekelabat pertimbangan memenuhi otak Adena. Salah satunya, membuat Adena mempertimbangkan apakah dia harus masuk atau berbalik. Gadis itu lalu mengembuskan napasnya. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk melanjutkan jalannya.

Kebetulan, saat Adena baru saja ingin masuk ke dalam rumah, saat itu juga bertepatan dengan Raffa yang keluar dari sana. Kaus berwarna cokelat yang dikenakan cowok itu terlihat berkeringat. Bahkan, rambutnya pun sudah berantakan, membuat aura sosok Raffa yang khas ikut meyembur keluar.

"Kenapa lo disini?" pertanyaan itu tiba-tiba saja menyembur dari mulut Raffa. Dingin dan ketus, itu yang dapat Adena rasakan saat itu.

"Gue ... Gue mau mastiin kalo dia baik-baik aja," balas Adena tertegun takut.

"Setelah apa yang lo perbuat sama dia tadi, iya?"

Mata Adena langsung menatap bola mata Raffa. Cara bicara Raffa yang kasar lantas saja membuat Adena takut. Adena mendecih sembari memutar bola matanya. "Kamu itu bicara apa, sih?!"

"Lo itu yang apaan! Kenapa? Lo lakuin ini karena lo marah sama gue gara-gara gue cuekkin lo di lapangan tadi siang? Makanya lo balas dendam, kan, sama dia?"

Adena mengembuskan napasnya kasar lewat mulut. Jadi sekarang, tuduhan Raffa mengarah padanya. Seakan-akan, Adena adalah penyebab semua itu. "Jadi sekarang kamu nyalahin aku?" tanya Adena dengan tatapan penuh emosi.

"Siapa lagi kalau bukan lo yang bicara sama dia tadi?" balas Raffa, sinis.

"Terserah kamu, deh, Raf." sahut Adena pada akhirnya. Dia terlalu lelah untuk membela dirinya saat itu. Toh, Raffa juga tetap tak akan mendengar penjelasannya. Toh, Raffa juga sudah menganggap Kirana sebagai perhiasan termahal yang tak akan ia biarkan retak sedikit pun.

Bukannya minta maaf atau apa, Raffa malah berdecak. Laki-laki itu pun langsung saja menciptakan jarak di antara dirinya dengan Adena. Karena tepat saat itu, Raffa langsung mengeluarkan kunci mobilnya dan secepat mungkin melesat pergi dari situ.

Gadis itu terpaku. Ada sesuatu yang serasa sedang mendesak keluar dari dalam matanya. Sekali lagi dia bertanya, kemana sosok Raffa yang selama ini selalu menjaganya?

Adena menoleh ke belakang, mendapati mobil Raffa yang nampak sudah menjauh darinya. Tanpa sadar, matanya mulai terasa basah. Dia menangis. Tanpa bisa ditahan, ia memberanikan diri untuk melangkah, mencoba untuk mengejar Raffa sekali lagi. Karena baginya, Raffa adalah masa depannya. Dan ia tidak mau membiarkan masa depannya pergi.

Raffa sendiri hanya bisa menatap Adena yang mulai berlari mengejarnya lewat kaca spion. Jujur saja, Raffa sebenarnya tak tega membiarkan Adena dengan tangisannya yang pecah, berlari tanpa alas kaki hanya untuk mengejarnya. Hatinya benar-benar sakit saat melihat pemandangan itu. Bahkan, Raffa seakan menutup telinga saat Adena terus saja meneriaki namanya, meminta agar Raffa menurunkan kecepatan mobilnya.

Lost And FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang