18. Hancur

3.8K 281 42
                                    

• Brokenhearted, Karmin🎶

###

ENJOY!

     KACA di samping terlihat buram oleh rintikan hujan. Dinding-dindingnya mengabarkan kesunyian. Diluar sana, angin berayun mesra bersama dengan butiran air yang menetes dari langit. Adena terus menatap kaca di samping, melihat orang yang berteduh di luar sana, sementara tangannya memegang secangkir teh hangat yang dari tadi tak ia lepaskan.

     "Adena," suara berat seorang laki-laki lantas mengembalikan kesadaran Adena ke kenyataan yang ada. "Gue penasaran, apa yang ada di pikiran lo saat lo lihat ke arah jendela." kata Dean lalu melirik kaca yang dari tadi tak luput dari pengamatan Adena.

     Adena membuang napas. Bibirnya pelan-pelan menyesap teh buatannya salah satu kafe yang kebetulan berada di dekat apartment Kirana. Lagi-lagi, dia harus bertemu dengan Dean saat ia baru saja melangkah keluar dari apartment. Dan entah kenapa, hujan membawa mereka berdua kesini.

      "Dean,"

     Cowok bernama Dean itu menoleh dengan satu alis yang terangkat.

     "Menurut lo, kalo cewek yang terpaksa harus ngorbanin perasaannya demi orang lain, gimana?" kalimat itu meluncur dari bibir Adena tanpa bisa ditahan.

     Air muka Dean saat itu menandakan kalau dia belum sepenuhnya paham dengan maksud Adena menanyakan hal itu. "Kenapa malah nanya gituan? Emang cewek itu lo, ya?" tanya Dean, mata cowok itu menyipit ke arah Adena.

     Gadis itu cepat-cepat menggeleng. "B-bukan gue .... Tapi temen gue," sangkal Adena bohong.

     "Oh," Dean tetap ber-oh-ria meskipun dia sudah tahu kalau Adena berbohong. "Yah, menurut gue sendiri, sih, cewek itu bodoh."

     "Bodoh?"

     Dean mengangguk. "Iya, bodoh. Lepasin orang yang dia sayang buat orang lain. Kalo gue jadi temen lo, udah pasti gak bakalan gue lepasin," jelas Dean, sedikit menyindir sebenarnya.

     Adena terdiam. Tapi, otak gadis itu terus berputar, mencari titik kesamaan antara pendapatnya dengan pendapatan Dean. Dan ternyata, isi hati mereka sama.

     "Emang temen lo itu ngorbanin perasaannya buat siapa?"

      Adena lantas menoleh. Tepat pada iris cokelat terang milik Dean. "H-hah?" sahut Adena kaku, pura-pura bodoh istilahnya.

     Dean sekilas tertawa. Dia seharusnya sudah tahu dari awal, kalau pertanyaan yang akan ia lemparkan tak akan mendapat balasan yang sejujurnya dari Adena. "Enggak. Kita bahas masalah lain aja."

      Adena memutar bola matanya seraya menggumamkan kata syukurlah dalam hati. "Jadi, kuliah lo gimana? Maksud gue, gue denger-denger lo mendaftar di salah satu universitas swasta di Jakarta."

     Dean yang awalnya sibuk mengusap pelipisnya sambil terpejam langsung menoleh dengan satu alis terangkat. "Oh, itu. Iya, tapi itu juga kalo lulus, Na. Lo kan tau kapasitas otak anak kayak gue gimana."

     Adena sontak terbelalak. Mendengar balasan Dean barusan, membuat Adena menyimpulkan kalau cowok itu sama sekali tak peduli dengan sekolahnya, dengan masa depannya. "Kalo gak lulus, lo udah punya plan B mau kemana?"

     "Lo kok kesannya malah doain gue gak lulus, ya?" sahut Dean dengan tatapan bertanya, sedangkan Adena harus merutuki kebodohannya sehingga Dean bisa salah paham dengan maksudnya. "Enggak apa-apa kali. Lo nggak salah nanya, kok. Pertanyaan lo itu bagus banget, karena jujur, gue nggak mikir sampe situ," balas Dean lagi saat melihat raut muka Adena yang menyiratkan rasa bersalah. "Jadi, dengan lo yang nanya gitu, gue bisa mikirin plan B gue apa nanti."

Lost And FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang