• If You Ever Want To Be In Love, James Bay🎶
###
ENJOY!
BEBERAPA hari setelah kejadian dimana Gita menemui Adena, gadis itu sudah tak pernah lagi macam-macam dengan Adena. Bahkan, saat mereka saling berpapasan, Gita hanya bersifat biasa, seolah-olah dia tidak pernah terlibat masalah dengan Adena atau bahkan seperti tidak mengenal Adena.
Tapi anehnya, semenjak kejadian itu juga, Adena sudah tidak lagi bertemu dengan Raffa. Kalimat terakhir yang terjadi di antara keduanya berakhir pada pesan singkat yang Raffa kirim beberapa hari yang lalu, atau sekitar tiga hari yang lalu. Adena tidak tahu apa alasan Raffa sehingga tidak sekolah.
"Na, besok jangan lupa bawa karton, ya!" ujar Mika mengingatkan pada Adena sekali lagi, mengingat kalau Adena merupakan tipe orang pelupa. "Kalo gitu gue pulang dulu, ya!"
Adena sekilas mengangguk dengan memelas. Akhir-akhir ini, mood Adena sedang tidak baik. Gadis itu tidak tahu apa alasan sehingga ia kehilangan semangatnya. Apa mungkin karena kejadian Gita itu di kelas? Atau mungkin karena dia tidak lagi bertemu dengan Raffa? Entah.
Adena mengambil langkah lebar mendekati gerbang dengan suntuk. Namun, langkah gadis itu tiba-tiba terhenti dengan sendirinya saat matanya menangkap sosok yang ia kenal; Raffa. Cowok itu sekarang berdiri beberapa langkah darinya--dengan gaya menyender pada mobilnya, dan sedang tertawa dengan tiga teman cowoknya. Ada yang beda saat itu dari diri Raffa, cowok itu tidak menggunakan seragam Antariksa!
Adena masih sibuk mengamati Raffa saat tawa laki-laki itu usai dan langsung menoleh ke arahnya. Senyum kecil tersungging di bibir Raffa saat matanya menangkap sosok Adena di hadapannya. "Adena!"
Adena terkejut saat Raffa memanggil namanya. Bahkan, ketiga temannya pun ikut menoleh ke belakang dan mendapati Adena yang mati kutu. Adena pun mengambil langkah mendekati Raffa dengan gugup. "K-kenapa?"
"Pulang bareng gue, yuk." tawar Raffa langsung, tanpa harus berbasa-basi.
Adena baru saja ingin menjawab saat suara seseorang menyelanya. "Oh, jadi ini yang namanya Adena. Pantesan aja Raffa tergila-gila sama lo, ternyata orangnya manis gini." itu suara Orion.
Rona merah timbul di wajah Adena. Dia melirik ke arah samping dan mendapati dua cowok lainnya itu yang tengah tertawa dengan sorot jahil.
"Jangan dengerin Oon, Na. Dia stress," balas Raffa singkat. Namun ujung-ujungnya, cowok itu malah terkekeh. "Biasa kelamaan jomblo."
"Kayak lo udah taken aja, Raf!" balas Julian. "Emang lo suka sama cowok yang kayak Raffa?" ucapan itu dikhususkan untuk Adena, membuat dahi gadis itu berkerut. "Raffa anaknya bandel banget, Adena. Suka berantem, pulang malem, bolos, dan suka berurusan dengan guru BK. Emang lo mau?" meskipun bercanda, namun omongan Julian itu ada benarnya juga.
Adena meringis. Dia melirik Raffa sekilas dan melihat kalau ekspresi Raffa saat itu biasa-biasa saja, bisa dibilang tertawa ringan--dengan kedua tangan yang bersilang di depan dada--seakan tidak keberatan dengan ucapan temannya yang secara langsung sudah menjatuhkan reputasinya di depan Adena.
"Si bego cemburuan banget," kini giliran Gista yang buka suara, sambil menabok kepala Julian. "Dari pada lo sibuk cari perhatian di depan Adena, mending kita cabut. Kasian Raffanya lagi pengen berduaan sama yayangnya tapi keganggung gara-gara parasit kayak lo!"
Adena tertawa lalu menunduk. Sukur saja Raffa tidak memiliki keahlian untuk membaca pikiran orang. Apalagi saat ini, Adena yakin, kalau rona di pipinya mungkin sekarang semakin kentara saat melihat reaksi Raffa yang santai-santai saja. Seakan omongan Gista itu benar adanya.
"Kalo udah, pj-nya jangan lupa, Raf!"
****
Jalanan kota Jakarta memang super macet kalau di siang hari seperti ini. Perpaduan antara pegawai kantor yang keluar mencari makan, serta para anak sekolahan yang sudah pulang. Raffa membunyikan klakson berkali-kali saat mobil di depannya tak maju.
"Em, Raffa," Untuk yang pertama kalinya sepanjang beberapa menit yang lalu, Adena memberanikan diri untuk buka suara.
Raffa menoleh sekilas ke arah Adena lalu kembali menjatuhkan pandangannya pada kondisi lalu lintas di hadapannya. "Hm?"
"Lo bolos?" dua kalimat itu meluncur dari mulut Adena, membuatnya merutuki dirinya sendiri karena dengan beraninya bertanya seperti itu. "Maksud gue, lo datang ke sekolah enggak pake seragam dan...,"
Ucapan Adena langsung terpotong saat Raffa memecahkan tawanya. Tawa singkat yang membuat Adena memilih untuk membungkam mulutnya. "Kalo gue bolos gue nggak mungkin kali, ke sekolah buat jemputin lo." balas Raffa. Memang benar, kalau Raffa memang bolos, dia tidak mungkin menjerumuskan dirinya ke dalam lubang yang sudah digalinya. "Gue nggak diijinin keluar rumah sama nyokap. Ke sekolah pun, nggak bisa."
Meskipun sempat kaget, Adena cepat-cepat membiasakan ekspresinya dan menggumamkan kata oh yang panjang. "Kenapa?"
Raffa menghela nafas. Tangannya masih berada di atas stir, sementara pandangannya masih tertuju pada jalanan di depannya. "Nyokap marah pas tau gue pulang babak belur."
Seketika, rasa bersalah menyusup ke dalam dada Adena. Dia menunduk dan menatap roknya dengan lurus. "Gara-gara gue, ya? Maaf," balas Adena langsung--terlalu takut untuk melihat manik Raffa saat itu.
Ekspektasi Adena tentang reaksi Raffa yang akan marah besar ternyata salah. Respon yang di dapat Adena malah tawa bebas yang meluncur dari mulut laki-laki itu. "Bukan salah lo kali. Gue juga udah biasa."
"Tapi....,"
Ucapan Adena belum sempat dituntaskannya saat suara Raffa terlebih dulu memotong. "Gimana gue bisa diem aja pas liat lo digangguin sama orang lain?"
Adena mengerjap beberapa kali. Mata gadis itu terbelalak, menandakan betapa terkejutnya dia dengan respon Raffa. "A-apa?"
Tawa ringan meluncur saja dari bibir Raffa. "Enggak," balas laki-laki itu cepat. "Gak ada siaran ulang."
Adena sekilas dapat menghela nafas berat. Sukurlah Raffa cepat-cepat menuntaskan obrolan mereka siang itu, sehingga Adena tidak perlu terperangkap di situasi canggung seperti di hari lainnya.
A/n
Double update, yey!
So this is the result! Hope u like it! Dont forget gimme' your vote and comment.
Xx!
21 Juli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost And Found
Teen FictionBukan keinginan Adena untuk seperti ini; diam dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk mempertahankan hubungannya dengan Raffa. Semuanya yang ada di masa depannya masih terlihat abu-abu. Tidak pasti, sama halnya dengan hubungannya, yang terlihat semakin...