[11]. He Care

77.8K 4.9K 5
                                    

Tujuan Deran kerumah Tifan bukan karena ingin bertemu dengannya melainkan ingin bertemu dengan Riana, Ibunda Tifan.

Karena tadi Riana kedatangan tamu, jadi Riana meminta Deran untuk menemui Tifan terlebih dahulu.

Deran menuruni anak tangga menuju ruang tamu, dilihatnya tamu yang menemui Riana sudah pergi. "Tante, tamunya udah pulang?" Tanya Deran seraya duduk di sofa.

"Udah, mereka Cuma nanyain tentang kerjaan doang." Riana duduk di samping Deran, mereka berdua kini saling berhadapan. "Kok cepet banget sih ngobrol sama Tifannya?"

"Dia ngambek Tan. Aku kan cuma nanya aja, kenapa dia sampe nangis, eh malah ngambek dan engga mau jawab."

"Nangis? Tifan nangis lagi?" Raut wajah Riana kini sangat terlihat khawatir.

Deran mengerutkan dahinya bingung. "Lagi? Emang dia sering nangis-nangis sepele kaya gitu?"

"Belakangan ini Tifan memang sering murung. Deran banyak yang kamu engga tau tentang anak tante," Riana menghela nafasnya. "Tifan yang kamu kenal sekarang ini, bukan Tifan yang sesungguhnya."

Deran makin bingung dengan apa yang dikatakan oleh Riana. "Aku engga ngerti Tante."

"Tante engga bisa ngasih tau banyak kerena terlalu banyak yang disembunyikan Tifan dari Tante. Yang kamu harus tau, Tifan itu gadis yang berani, dia memang masih muda tapi pemikirannya sudah seperti orang dewasa. Tifan itu anak yang pintar, dia engga bisa dibohongin."

"Aku tau Tan kalo Tifan emang gadis yang kuat, tapi kenapa yang dikatain Tante engga sesuai dengan fakta?"

"Dia juga sama kaya perempuan lain, pernah yang namanya jatuh cinta dan mencintai. Tante sampe-" Ucapan Riana terhenti karena Tifan yang tiba-tiba muncul, Tifan sudah berganti pakaian, mengenakan baju lengan panjang dipadukan dengan celana levis.

"Loh kok belum pulang sih?" Tanyanya sambil melangkahkan kakinya menuruni anak tangga.

"Hah? Oh ini aku pengen ngobrol-ngobrol sebentar dulu sama Mamah kamu, emangnya engga boleh?" Kata Deran. Tifan hanya menggangukkan kepalanya. Kemudian dia menghampiri Riana yang duduk disebelah Deran.

Ada satu benda yang terus Deran pandang yang tergantung dileher Tifan. Sebuah kamera berukuran sedang.

"Mah aku keluar dulu ya, minjem kunci mobil boleh?" Tifan menampahkan lengannya.

"Minjem kuncinya doang? Boleh kok, tapi kalo sama mobilnya jangan!" Ucap Riana melarang.

Terakhir kali Tifan menyetir saat satu tahun yang lalu, itu pun sudah Riana larang karena saat itu Tifan pernah menabrak mobil lain didepan mobilnya, yang menyebabkan kekacauan dijalan raya itu. Jadi tidak mungkin Riana langsung memberikan Tifan izin untuk menyetir lagi.

"Dasar pelit, yaudah aku naik taksi aja." Tifanpun langsung melenggang pergi, dia sama sekali tak menghiraukan kehadiran Deran.

Deran menatap kepergian Tifan. "Dia yang dirumah sama yang disekolah beda banget Tan."

Deran tau kalau Tifan mungin gadis yang agak tertutup saat disekolah. Deran sering menggoda Tifan karena menurutnya Tifan tidak akan terganggu karena tingkahnya, Deran pikir Tifan adalah gadis polos, tapi salah. Riana bilang Tifan yang sekarang bukan seperti Tifan yang dulu, memang agak sedikit membingungkan bagi Deran.

"Bedanya?" Tanya Riana, karena Rianapun belum tahu bagaimana sikap Tifan disekolah.

"Kalo disekolah Tifan orangnya pendiam dan pemalu banget, dia engga pernah nunjukin sifat manja atau nyebelinnya, tapi tadi pas aku ngobrol sama dia dibalkon, Tifan emang agak sedikit nyebelin." Jelasnya pada Riana.

"Tante kan udah bilang, dia itu aslinya emang rese."

Deran berdiri dari duduknya, Rianapun ikut berdiri. "Aku takut Tifan kenapa napa, aku ngejar Tifan dulu ya Tan." Katanya sambil mencium punggung tangan Riana kemudian pergi meninggalkna rumah besar itu.

+++

Deran mengikuti Tifan dari belakang. Benar dugaannya, karena Tifan tadi membawa kamera, pasti tempat-tempat yang sepi dan pemandangannya menakjubkanlah yang akan Tifan pilih.

Deran berdiri dibelakang Tifan yang sedang duduk sambil mengambil gambar melalui kameranya. "Ngapain di tempat sepi sendirian? Sejak kapan hobi foto?" Tanya Deran, tapi tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Tifan.

"Diem aja, ditanya bukannya jawab." Ucapnya kesal melihat Tifan yang masih sibuk dengan kameranya.

"Engga liat aku lagi hunting? Sejak tadi barusan."Jawab Tifan ketus.

"Jutek amat, nyokap lo bilang, kalo pulang gak perlu naik taksi lagi. Biar gue yang anter lo pulang." Deran menghampiri Tifan dan duduk disampingnya. "Liat dong hasilnya." Deran hendak menarik kamera dari tangan Tifan, tapi berhasil Tifan cegah.

"Jangan! Ini bukan kamera aku, nanti rusak lagi." Katanya sambil menjauhkan kamera itu dari Deran.

Tak mau kalah dengan perempuan, Deran langsung melepaskan tali kameranya dari leher Tifan yang membuat Tifan diam tak bergerak karena jarak wajahnya dan wajah Deran sangatlah dekat. Saat Tifan sedang tidak fokus, Deran langsung menarik kamera itu dari lengan Tifan.

"Punya siapa?" Tanyanya sambil membolak balikkan kamera tersebut. Deran mulai melihat gambar-gambar yang ada di dalam kamera tersebut. "Gila jepretannya bagus banget." Katanya kaget dan kagum saat melihat hasil jepretan dikamera tersebut.

"Jepretannya biasa aja kali, itu foto bagus karena emang modelnya yang cantik." Celetuk Tifan tanpa melirik kearah Deran.

"Pede banget dih." Deran mengangkat kedua pundaknya acuh. "Kok banyak foto-foto lo sih? Lo modelnya orang yang punya kamera ini?" Tanya Deran sambil menunjukan foto-foto yang barusan dia lihat.

"Tangan siapa?" Sambungnya lagi. Deran melihatkan gambar dikamera tersebut kepada Tifan. Disana tampak kedua tangan yang saling mengacungkan jari tengahnya diudara. "Ini kan lambang fuck, lo ngerti yang kaya gitu-gituan?"

"Hah? Oh itu, tangan aku lah." Dustanya yang terlihat.

"Boong, kenapa tangan kanan sama kirinya beda. Kaya tangan cowo, yang punya kameranya ya?"

"udah ah, jangan liat jauh-jauh." Tifan langsung merebut kamera itu dari tangan Deran. "Lagian itu udah lama banget dan aku Cuma disuruh!"

Tifan langsung bangkit dari duduknya, kemudia dia langsung berjalan cepat meninggalkan Deran sendiri. Deran langsung berlari mengejar Tifan yang mencoba menjauh darinya.

"Lo satu-satunya cewe yang bikin gue bingung dan terus mikir keras tentang lo!" Teriak Deran sambil mengejar Tifan yang kini berlari menjauh darinya. "Lo itu sebenernya kenapa?!" Teriaknya lagi.

Tifan menghentikan langkah kakinya saat mendengar ucapan Deran. Kesannya seperti Deran bertanya kemana sosok dirinya yang dulu selama ini?!

"Kak, aku minta maaf. Tapi tolong jangan ganggu aku sekarang. Aku Cuma pengen ngerasain hal yang sama kaya dulu, aku udah terlalu cape dipermainin. Maaf." Tifan membalikkan badannya meninggalkan Deran yang diam mematung.

Tifan kembali seperti semula saat Deran mengenalnya. Suaranya berubah menjadi Tifan yang dulu ia kenal, raut dan ekspresi wajahnya menunjukan kalau yang tadi itu adalah Tifan polos yang dikenalnya, panggilan Kakak adalah kebiasaannya yang tak Deran sukai. Tapi apa maksud dari perkataannya yang terakhir?


a/n 

sumpah part ini gaje banget :'v sorry sorry banget ya.

7 Agustus 2016.

Through It TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang