[46]. Mau Jadi Apa?

52.2K 3.2K 44
                                    

Tifan tidak terlalu lama menunggu Deran, dia pikir Deran akan sedikit lama, tapi saat Tifan ganti baju dan turun kebawah, ternyata Deran sedang berdiri di dapur sudah dengan celemek di badannya. Dia masih mengocok telur yang tadi dibelinya.

Tifan mendekat kearah Deran. "Eits eits eits, kamu duduk aja di meja makan. Ini biar aku yang ngurus." Deran melarang Tifan mendekat. Tifan mundur ragu kemudian langsung duduk di meja makan yang tak jauh dari dapur.

"Yakin kamu bisa? Nanti keasinan gimana?" Tanya Tifan khawatir. Sebenarnya tidak masalah kalau misalkan hasil masakan Deran tidak sesuai dugaannya, apapun rasanya pasti akan jauh lebih nikmat kalau dimakan didekatnya.

"Ya kalo keasinan berarti aku pengen nikah, simple kan?" Balas Deran yang mendapat pandangan aneh dari Tifan. Ternyata pacarnya masih percaya dengan hal-hal seperti itu.

"Kamu mah kalo diajak ngomong tuh engga pernah bener."

Setelah menunggu lama, akhirnya Deran selesai. Dia memberikan satu porsi omelet besar kepada Tifan sambil tersenyum kearahnya.

Tifan tak bicara, dia langsung memakan makanan yang tadi dibuat Deran. Tifan tak memberi komentar, dia masih terus memakannya, mungkin rasa laparnya tidak bisa ditahan lagi.

"Gimana enak kan? Engga asin kan?" Tanya Deran tak yakin.

"Coba aja sendiri." Balas Tifan sambil menyuapkan omelet kedalam mulutnya lagi dan lagi.

Deran mencicipi hasil karyanya sendiri. "Tumben enak, mau tau resepnya engga?" Tanyanya kepada Tifan, Tifan melirik kearah Deran menunggu jawaban dari Deran. "Tuh kan penasaran, resepnya pake kasih sayang sama cinta haha. Kalo kamu nyuruh aku jadi Koki, aku engga terlalu berminat." Katanya pede.

"Engga nanya tuh." Balas Tifan.

Deran meneguk air didalam gelas kemudian matanya menatap mata Tifan dengan serius. "Kamu pengen aku jadi apa?" Tanyanya kemudian.

Tifan bingung, kenapa tiba-tiba Deran menanyakan hal seperti itu ke Tifan. "Kok nanya ke aku?"
"Ya supaya aku ada patokan. Tinggal bilang aja kamu pengen aku jadi apa." Katanya memaksa Tifan menjawab pertanyaanya.

"Jadi diri kamu apa adanya udah cukup."

"Ah ga asik kamu." Deran menaruh sendok dan garpunya di atas piring. "Maksudnya kalo aku kuliah nanti, kamu pengen aku masuk jurusan apa?" Tanyanya lebih diperjelas lagi.

Tifan mengangguk mengerti, dia baru mengerti pertanyaan yang Deran maksud. "Oh maksud kamu itu? Kedokteran mungkin?" Jawabnya ngasal. Tapi keren sih kalau dirinya punya pacar seorang Dokter.

"Otak aku terlalu dangkal Fan, ga mampu ah." Deran menyilangkan tangannya di dada.

"Profesor?" Sarannya lagi.

"Udah nyaman sama gaya rambut ini." Jawab Deran ngaco. Tifan mengerti maksud Deran, memangnya Profesor selalu tidak punya rambut?

"Arsitek?" Sarannya lagi.

"Engga ada bakat."

"Bakat bisa kamu gali kan?"

"Ya seengganya ada minat sama bakat gitu."

"Pengusaha?"

"Ga minat."

"Guru?"

"Jangan bercanda!"

"Tau ah," Tifan capek. Dia sudah membantu Deran, memberikan profesi yang menurutnya bagus dan cocok untuk Deran, walaupun menurut Deran semua profesi yang Tifan katakan kurang cocok untuknya.

Drrrrrttttttttttttt......

"Tunggu Fan, ada panggilan." Deran mengangkat ponselnya yang bergetar. "Iya Wil ada apa?" Tanyanya saat mendapat panggilan dari Wili.

"Motor lo ada di rumah gue, tadi gue sama Rene nyari mobil yang tadi nyerempet Tifan." Kata Wili memberitahukan Deran.

"Gak usah kali, dia engga apa-apa kok." Jawab Deran sambil melirik kearah Tifan.

"Gue engga akan nelepon lo kalo engga penting, gue orangnya engga pendendam kok, yang nabrak Tifan tadi anak sekolahan, gue wajarin dia, mungkin baru belajar ngendarain mobil. Tapi si Rene malah bikin dia tertekan, Rene bilang ada yang engga beres, akhirnya dia ngeintrogasi itu anak, dan lo tau Ran?!"

"Kenapa?" Tanya Deran penasaran, nada bicara Wili terdengar sangat serius.

"Ini ulah Raquel, dia orang suruhannya. Untung aja Tifan engga kenapa-napa. Gila ya tuh anak, engga ada orang lain apa? Kenapa dia nyuruh anak sekolahan coba!"

Ekspresi Deran kini sudah berubah. "Anjir lo beneran, gue harus samperin tuh anak! Keterlaluan banget sih dia!" Katanya dengan nada kesal.

"Itu masalahnya! Dia ternyata udah balik ke Kanada, pas kemaren. Kita telat."

Deran menghela nafas lega. "Syukur Deh. Lebih baik kalo dia ilang."

"Besok gue mau ngajak lo kerumah Frian, lo mau? Pas pulang tadi gue ketemu dia, tapi dia pura-pura engga ngeliat gue dan pergi gitu aja. Jujur sih Ran, gue kangen sama anak itu, kasian dia."

"Males ah."

"Kalo lo engga mau, gue sama Rene bakalan tetep ke rumahnya."

"Yaudah, udah lah. Gue tutup ya." Deran memutuskan panggilannya sepihak.

"Siapa? Kak Wili ya?" Tanya Tifan penasaran, sebenarnya Tifan juga sudah tau kalau yang tadi menelpon adalah Wili.

"Iya." Jawabnya singkat. Deran langsung menghabiskan omeletnya dan menelannya dengan cepat.

"Ada apaan?" Tanya Tifan khawatir.

"Engga ada apa apa." Deran menggeleng, dia tidak mau memberi tahu Tifan tentang pembicaraannya dengan Wili.

"Tapi muka kamu kaya keliatan kesel gitu. Tadi juga pembicaraanya kaya serius."

Deran tak membalas dia malah berdiri, kemudian langsung menatap Tifan. "Aku pulang duluan gapapa? Kamu dirumah sendirian gapapa?"

"E... iya gapapa kok, tapi kamu engga kenapa-napa kan?" Tanya Tifan dengan nada khawatir lagi.

"Malem Fan, sampe ketemu besok. Aku engga papa kok." Deran tersenyum kearahnya kemudian langsung pergi meninggalkan Tifan sendirian dirumah.

" Deran tersenyum kearahnya kemudian langsung pergi meninggalkan Tifan sendirian dirumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deran : Peace bro kalo hari ini gue engga bikin kalian greget. Stay terus ya karena gue engga akan nyerah buat dapetin Tifan.

Through It TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang