Tifan, Maura dan Livi sedang berjalan bersama menuju kantin. Maura memang beda kelas dengan Tifan dan Livi, tapi dia selalu tepat waktu datang kekelas Tifan dan Livi kalo bel istirahat sudah berbunyi nyaring.
Mereka bertiga sampai di kantin dan langsung memilih tempat duduk untuk mereka duduki.
"Sebelah sana, buruan keburu ada yang nempatin." Kata Maura sambil berlari menuju tepat yang ditunjuknya.
"Siapa cepat dia dapat!" Tiba-tiba Jena datang dari arah yang berlawanan. Jena langsung duduk di bangku yang Maura pilih, tanpa permisi terlebih dahulu. "Girls, buruan duduk. Kita makan enak hari ini, gue yang traktir." Ucapnya sambil memanggil dayang-dayangnya.
Maura berdehem kencang kearah Jena. Tifan sudah tau tipe seperti apa Maura itu, walupun dia perempuan dengan nama yang perempuan banget, tapi Maura itu cewe yang paling berani diantara Tifan dan Livi, maksudnya berani memberontak. Selain pengetahuan tentang rahasia semua siswa-siswi alias gosip-gosip di SMA, Maura juga tipe cewe yang tomboy tapi dia tidak terlalu memperlihatkannya.
Yang Tifan takutkan adalah kalau Maura sahabatnya akan berontak melawan Jena dan gengnya.
"EKHEMM! PUNTEEEN WOY! GUE DULUAN YANG LIAT TEMPAT INI!" Teriak Maura penuh emosi sambil bertolak pinggang.
Hal ini lah yang Tifan takutkan dari tadi, dan sekarang hal yang Tifan takutkan sedang menjadi tontonan siswa lain.
"Helow," Jena mengibaskan rambutnya yang tergerai. "Lo adek kelas jangan sok nguasain tempat di kantin ini deh. Lo pikir lo siapa?! Lagian gue yang duluan duduk disini."
"Emmmh, minta di gibeng nih cewe rese." Lirih Maura sambil tersenyum meremehkan.
Saat semua siswa sedang melihat percekcokan kecil antara Maura dan Jena. Gerombolan Deran datang dan langsung duduk di meja dekat tempat Jena duduk, bisa dibilang bersebelahan. Deran, Frian dan Wili pun sama halnya seperti siswa lain, hanya kaget sambil melirik kearah Jena dan Maura.
"Siapa lo? Berani gibeng gue?!" Jena berdiri dari duduknya kemudian menatap Maura dengan tatapan yang ganas.
"Oh lo beraninya keroyokan ya?" Ucapan Maura berhasil mengundang tatapan dari teman-teman Jena yang duduk didekatnya.
Tifan yang tak bisa melihat sahabatnya menjadi tontonan murahan langsung menghampiri Maura yang masih diselimuti hawa-hawa emosional.
"Ra, udahan, mending kita duduk di kursi lain aja, jangan ladenin nenek paruh baya didepan kamu." Bisik Tifan ditelinga Maura.
Sepertinya itu bukan sebuah bisikan karena Jena mendengar perkataan yang keluar dari mulut Tifan, Jena melotot menatap Tifan. "Apa lo bilang?! Nenek paruh baya? Mulut engga pernah disekolahin apa?!" Kali ini Jena melotot kearah Tifan.
"Lepasin Fan, gue harus kasih dia pelajaran. Dia udah ngehina lo." Maura memegang lengan Tifan yang sedang memegang lengannya.
"Ra, gak malu diliatin sama seisi kantin?" Tanya Tifan dengan wajah serius.
"Gue udah biasa malu-maluin." Kata Maura kemudian langsung menangkis tangan Tifan dan langsung menghadap kearah Jena yang masih berdiri sambil bertolak pinggang.
"Ibu-ibu kalo mau ngerumpi jangan dikantin bisa?!" Suara itu membuat Tifan, Maura dan Jena melirik kearahnya.
Dia Deran. Merasa terganggu karena seisi kantin yang menatap kearah meja sebelahnya, Deran juga merasa kalau telinganya sudah cape mendengar ocehan cewe-cewe di samping mejanya yang pasti engga akan selesai dan engga akan ada habisnya.
"Deran..." Panggil Jena merajuk. Jena melirik kearah Deran kaget. "Dua cewe didepan aku ini kurang ajar banget." Ucapnya dengan nada manja.
"Kalo lo ngeladenin mereka, lo malah lebih-lebih kurang ajar dari pada mereka." Deran berbicara pada Jena tapi tatapannya jatuh pada mata hitam milik Tifan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Through It Together
Teen Fiction[sebagian cerita di private] Deran Reynand Nuarta, tak banyak yang mengenalnya secara rinci, ganteng, famous, perhatian, humoris, kurang apa coba? Tapi sayangnya semua orang sudah terlanjur menjiplak Deran sebagai cowo annoying. Bagaimana orang-ora...