30 : Ternyata Penyelamat

161 18 12
                                    

Galantis - No Money

Asap yang mengepul dari secangir manis teh hangat itu mulai menyerbakkan aromanya ke hidung orang yang berada di dalam ruang Bimbingan Konseling ini.

Semuanya hening.

Sampai - sampai, suara detik jarum jam saja terdengar dengan jelas.

Alice yang sedari tadi pucat, tak bisa berkata apa - apa. Ia menyapu pandangannya terhadap ruang Bimbingan Konseling yang menyeramkan untuknya. Ia memilin roknya dengan kuat. Air mukanya mengucur deras di dahinya. Tangannya juga ikut berkeringat. Ia menelan ludah.

Di sebelahnya sudah ada Seva dan teman - temannya yang duduk bersejajar dan juga di depan mereka berempat sudah ada Bu Eni yang siap mengintrograsi mereka. Bu Eni berdeham. Dan mulai membuka mulutnya untuk menyampaikan kata.

"Alice," Bu Eni mulai memanggil namanya dengan nada yang sangat mencengkam bagi Alice. Yang merasa dipanggil mendongakkan kepalanya.

"Kamu.. kamu balas dendam dengan kakak kelasmu sendiri karena kemarin kakak kelasmu ini telah mengerjai kembaranmu? Iya?"

Bu Eni menautkan alisnya sambil bersidekap tangan. Alice yang ditanyai malah diam seribu bahasa. Otaknya memberi perintah pada tubuhnya untuk diam. Seakan - akan, Alice saat ini sedang tindihan. Tak dapat berkutik. Ia hanya bisa bergeming.

Alice semakin memilin kuat roknya. Dahinya sudah dipenuhi oleh titik - titik keringat yang mengucur dengan derasnya.

"Enggak, Bu."

Alice langsung menggigiti bibir bagian bawahnya. Bu Eni tampak tak terima dengan kata itu. Tak sesuai dengan apa yang dilihatnya tadi.

"Kenapa bilang tidak? Kamu bisa menjelaskan bagaimana kejadian tadi?"

"T -tadi saya 'kan keluar ruang multimedia waktu saya habis lomba akademik, nah tiba - tiba Kak Seva datang terus melempar tepung ke saya sambil ngata - ngatain saya, Bu. Trus habis itu dia jambak saya," kata Alice sambil gemetar. Kakinya sedari tadi gemetar.

"Ngelemparin tepung? Seva saja kena tepungnya. Kamu berbohong atau bagaimana?" kata Bu Eni dengan nada yang meninggi. Bu Eni geleng - geleng kepala.

"S -saya enggak bohong kok, Bu! Saya punya bukti! Temen saya, Gina, lihat semuanya!" kata Alice dengan raut tampak cemas tapi memiliki harapan.

"Gina? Sekarang dia di mana?"

"Tadi dia langsung pergi, Bu. Mungkin dia enggak mau terlibat dengan masalah ini," kata Aloce dengan nada yang melemah. Harapannya kandas.

"Gina anak kelas sepuluh apa?"

Deg.

Alice kali ini benar - benar tak tahu harus berbuat apa. Ia lupa tidak bertanya Gina kelas apa.

"S -saya enggak tahu, Bu."

Bu Eni semakin menunjukkan wajah kekesalannya pada Alice.

"Kamu bohong atau bagaimana? Jawabanmu terlihat sangat tak masuk akal, Alice," kata Bu Eni kepada Alice dengan tatapan kesal.

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang