15. I dont care

462 26 0
                                    

Aku merenung sebentar sebelum membaca surat Justin. Ayolah aku ingin melupakannya segara. Aku menimang sepucuk surat yang sedang kupegang. Kuputuskan untuk merobek dan membuangnya ketempat sampah. Maafkan aku Jus ini bukan berarti aku tidak menghargaimu tapi karena aku berusaha melupakanmu.

●•♬●•

Justin.

"Dre gimana suratnya tadi udah kamu kasih ke Alina kan? "
Tanyaku khawatir.

"Sudah Jus tenang aja, tapi aku tidak tahu pasti suratnya sudah dibaca atau belum"
Jawab Adresia disebrang sana.

"Baiklah Trimakasih Dre"
Jawabku lalu memutuskan sambungan.

Ini menambah kekhawatiranku untuk kedua kalinya, tapi kenapa aku setakut ini. Dia hanya Alina kenapa aku sampai bingung dan rela-relain kirim surat, sejak kapan aku menjadi seperti ini.

Toktok

Suara ketukan terdengar ditambah selingan suara berisik seseorang memanggilku berulang kali dibalik pintu kayu kamar.

"Justin buka? Kak JUSTIN!"
Teriak Farin.

Aku mendengus kesal mendengar suara nyaring khas Farin. Dengan berat hati kubuka kenop pintu, dan yang aku lihat pertama kali ialah wajah kesal Farin karena terlalu lama menungguku dibalik pintu.

"Apa?"
Tanyaku malas.

"Kak anterin ke mall dong"
Mohon Farin.

"Pergi saja sendiri, kemarin kamu sudah ngambil uang jajanku dan sekarang menyuruhku untuk menemanimu jalan-jalan? Adik yang baik"
Sahutku mencubit pipinya gemas.

"Ayolah kak, aku harus beli pembalut"
Ucapnya to the point.

"Cuma pembalut sampai harus pergi ke mall?"
Mataku terbelalak mendengar ucapan Farin barusan.

"Bukan pembalut saja, persediaan dikulkas juga habis. Lagian nanti malam mom sama dad pulang"
Jelasnya.

Aku manggut-manggut mengerti lalu memberi Farin kode untuk menungguku sebentar untuk berganti baju.

"Dimana gadis itu sebenarnya"
Gumamku menunggu Farin yang sedang berbelanja.

Ia tidak memperbolehkan ku untuk ikut dengannya, karena dia bilang aku terlalu cerewet dan sangat hemat jika membeli barang belanjaan. Bukan berarti aku pelit. Aku cuma membeli barang yang penting dan diperlukan saja. Setelah hampir beberapa menit menunggu, akhirnya Farin kembali dengan membawa dua buah tas keresek penuh yang sedang ditentengnya dengan susah payah.

"Untuk apa semua ini? "
Tanyaku heran melototi kedua buah tas keresek tersebut. Ia nyengir kuda.

"Kak aku mengundang kak Alina untuk membantu menyiapkan makan malam nanti dirumah, jadi kuputuskan untuk beli beberapa bahan. Lagian kemarin kak Alina berjanji untuk membantuku membuat kue tart"
Ia tersenyum bangga.

Disaat Farin tersenyum bangga atas apa yang ia ucapkan, aku yang baru mendengar rentetan kailimat yang keluar dari mulutnya hampir tersentak kaget dan juga terbatuk-batuk karenanya.

"Ayolah dirumah juga ada Aila dia juga pintar memasak, jika kamu tidak mau kita bisa pesan direstoran kan? Kenapa harus Alina? "
Tanyaku mencoba agar ia mau merubah keputusan nya untuk mengajak Alina kerumah.

"Lah... Terserah aku dong, Kak Alina aja setuju"
Jawabnya enteng dan menyeringai sinis, lalu berjalan terlebih dulu meninggalkanku.

"Tap-tapi kamu nggak boleh buat pacarku kecapean Farin"
Akhirnya aku menemukan alasan yang tepat untuk mencegahnya mengajak Alina memasak.

Same MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang