Epilog

1.2K 28 0
                                    

Alina dan teman gadisnya yang berasal dari Irlandia akhirnya sudah menginjakkan kaki mereka di bandara internasional Soekarno-Hatta. Sejak mereka tiba, senyum mereka mengembang bagaikan kue yang baru dikeluarkan dari oven oleh pemiliknya.

"Oh iya! Al katamu lusa kita akan menghadiri pesta pernikahan teman kamu, kita mau pakai baju apa? Kemarin saat di Irlandia kita belum sempat beli dress"
Ujar Nayyer mengingat ucapan Alina saat hendak kemari.

Alina sampai lupa kalau lusa kedua temannya itu akan mengikat janji suci. Ia tidak menyangka bahwa Alexi dan Varisha akan melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius.

Ia memutar kenangan memorienya dimasa lalu, di mana Varish menangis karena cintanya tidak dibalas oleh Alexi, ia juga ingat demi bela-belain Varisha kembali menjadi gadis yang periang dan nggak nekuk muka terus, ia harus berhadapan dengan Alexi dan mereka bertengkar dalam beberapa hari yang menyebabkan mereka berdua memalingkan muka masing-masing setiap bertemu, namun ia bersyukur sepertinya usaha yang ia lakukan selama ini berguna dan membuahkan hasil yang manis.

Alina berdiri di depan rumah yang hampir seluruh bagiannya dicat berwarna putih tulang. Bayang-bayang tentang masa kecilnya kembali berseliweran dipikirannya. Setelah ia memencet bel beberapa kali akhirnya pria paruh baya yang sangat ia kenal membukakan pintu, menampilkan ekspresi terkejut sekaligus haru melihat remaja yang berdiri dihadapannya. Alina berhambur dipelukan pria itu, ia adalah orang yang paling penting baginya, ia juga yang mendesak Alina untuk menempuh pendidikan di universitas ternama.

Di ruang tamu tanpa diduga ibunya sudah menunggu kebosanan menanti Alina. Saat langkah kaki Alina terjangkau, wanita paruh baya itu menoleh dan segera memeluk putri semata wayangnya itu, ia mengelus kepala putrinya lembut penuh kasih sayang. Dia adalah penyemangat sekaligus penceramah bagi Alina, terkadang Alina berpikir bahwa ia lebih baik mendengar ceramah dari guru bk sekolahnya dulu dari pada mendengar amarah dari ibu yang tak kunjung reda.

Alina memperkenalkan Nayyer kepada kedua orangtuanya, setelah itu ia mempersilahkan Nayyer untuk istirahat di kamar tamu yang tersedia dirumah Alina, dengan senang hati Nayyer langsung ngacir dan mengambrukkan tubuhnya diranjang.

Alina berjalan menuju kamar tidur kesayangannya. Ia ingat betul saat pagi-pagi buta Alexi muncul begitu saja membawa sebuket bunga mawar kuning dengan ekspresi bodoh, ia sangat merindukan sahabat yang selalu ada dan siap sedia Mawar kuning untuknya. Tidak ada yang berubah dari kamar Alina, masih sama seperti saat pertama kali ia memiliki kamar tersebut.

"Alina ada yang nyariin kamu!"
Teriak ibu lumayan keras.

"Iya bu! "
Jawab Alina tidak kalah keras dari ibunya.

Langkah kaki Alina tergesa-gesa menaiki setiap anak tangga yang ia pijak.

"Aaaa! Alina"
Pekik gadis itu memeluk Alina erat.

Alina yang merasa dadanya sesak karena dipeluk atau lebih tepatnya dililit segera melepaskan diri.

"Apaan sih Dre, baru satu bulan nggak ketemu kamu udah norak banget"
Celetuk Alina meliriknya kesal.

Susana malam kota Jakarta sangat ramai. Semilir angin yang tidak terlalu kencang membuat rambut ketiga gadis itu menari dibawah langit malam Jakarta. Mereka menghentikan langkahnya disalah satu angkringan dekat Taman kota lalu memutuskan untuk membeli minuman hangat di angkringan tersebut.

●•♬●•

Alina memandang pantulan wajahnya di depan kaca rias besar berbentuk oval. Ia tidak merutuki penampilannya, hanya saja ia belum terlalu siap untuk bertemu seseorang diacara nanti. Ketukan pintu terdengar, Alina mengabaikan pantulan bayangannya sejenak untuk mengamati pintu.

Same MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang