16. Believes Me!

464 25 0
                                    

Karena rasa penasaranku yang bulat , jadi kuputuskan untuk membuka isi pesan Justin.

Pesan pertama
"Al apakah kamu masih marah ?"

Pesan kedua
"Al mungkin kesekian ratus kalinya aku mengatakan ini, tapi tolong maafkan aku"

Pesan ketiga
"Apakah kamu sudah membaca surat yang kuberikan? "

Aku mengbuskan nafas berat mencoba untuk mencari celah dari semua masalah ini. Alexi. Di mana lelaki itu berada sekarang, biasanya dial selalu menanyakan keadaanku walaupun setiap harinya kita bertemu. Lebih baik aku menceritakan ini semua besok padanya.

●•♬●•

"Justin kenapa kamu belum tidur? "
Tanya Aila menghampirinya yang berdiri di temani angin.

"Em... Aku merasa lelah dengan semua ini La"
Ucap Justun menatap Aila nanar. Sorot mata Justin seperti menyimpan luka yang tidak tahu seberapa dalam membekas di sana.

"Ceritakan apa yang terjadi, apakah tentang Alina lagi? "
Aila menengok kearah Justin ragu.

"Bukan, mungkin iya. Sebenarnya hubunganku dengan Alina sudah berakhir La, tapi ia masih tetap baik padaku walaupun aku pernah menyakitinya. Semua yang telah ia lakukan membuatku  susah untuk merelakannya"
Justin mendongak dan menarik nafas dalam. Senyum yang dipaksakan terukir disana.

"Ap-apa! Kenapa kalian putus? Untuk alasan apa? "
Tanya Aila terkejut.

Semua ini tidak Aila duga. Kenapa semua berjalan secepat ini, sebelum rencana yang ia dan Adresia lakukan terlaksana ternyata mereka sudah tidak lagi bersama.

"Alina yang meminta La, aku harus apa? Mencegahnya? "
Justin kembali memandang Aila dengan tanya, tatapannya pasrah.

Tangan Aila perlahan merambat meraih tangan Justin yang terkepal, ia menggenggam kuat tangan Justin, dengan ini Aila berharap Justin mengerti tentang perasaannya yang tersimpan untuk Justin.

"Terimakasih untuk semuanya La, kamu sudah kuanggap sebagai saudaraku"
Ia mengelus pipi Aila dan mencubitnya pelan.

"Apa aku tidak salah dengar. Jadi selama ini Justin menganggapku sebagai saudara? Astaga kenapa aku sampai berfikir lebih untuk semua ini"
Batin Aila menjerit kecewa.

Justin bergabung bersama keluarganya di ruang tamu, sedangkan Aila memilih untuk tetap menunggu mereka ditaman. Adresia. Aila harus segera cepat-cepat memberitahunya soal ini. Secepat flash, Aila mengambil ponselnya dan memencet tombol telepon disana.

"Kenapa harus selarut ini kamu meneleponku La? "
Suara Adresia terdengr serak.

"Ayolah aku tadi kerumahmu, sudah kugedor pintumu seperti bedug tapi tidak ada yang menyahut, untung aku tidak diteriaki maling. Dre kamu sudah tahu kalau Justin dan Alina putus? "
Ujar Aila kesal.

Ia terdiam beberapa detik. Mungkin karena baru bangun tidur jadi otak Adresia berjalan lambat.

"Apa?! Mereka putus? Tapi La bukankah dengan kandasnya hubungan mereka berdua kamu semakin gampang untuk mendapatkan hati seorang Orlando? "
Ujar Adresia menyeringai diseberang sana.

"Ugh... Jika memang begitu urusannya gampang Dre, tapi Justin menganggap aku sebagai saudara, jadi mau sebesar perhatian yang kuberikan padanya, dia akan tetap menganggap kalau ini rasa sayang sebagai saudara"
Jawab Aila dengan nada frustasi.

"Eh... Gimana ya? Udahlah sekarang semua ada di tanganmu, kamu boleh ngelakuin apapun untuk ngerebut hati Justin, walaupun itu hal gila"
Ia menghela nafas setelah terdiam cukup lama. Dengan selingan uapan yang sering keluar.

Same MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang