Tujuh

98.5K 7.7K 79
                                    

Ketika pukul sepuluh cerita itu sudah selesai dan Sena melakukan apa yang ia lakukan di rumah yang untuk sementara akan ia tinggali bersama sahabatnya itu, Vanesha pergi ke sebuah butik untuk membeli gaun yang akan ia kenakan ke resepsi pernikahan Janette Jordan nanti malam.

Keluarga Jordan adalah teman dekat dari keluarga Salbatier dan Tirtajana. Ke pernikahan Janette, Arya dan Vanesha tadinya akan membuat penampilan perdana sebagai sepasang kekasih yang telah bertunangan. Itu sebelum Vanesha mengacaukannya. Jadi dia tidak akan datang.

Tapi pukul 10 tadi, sebuah pesan datang dari Profesor Reagan, pimpinan rumah sakit, pemilik panti, sekaligus sosok yang menggantikan ayahnya sejak dulu. Pria itu memintanya untuk menjadi plus one dari undangan yang ditujukan kepadanya karena putrinya, Rachel Tirtajana, akan pergi bersama Arya Salbatier.

"Itu dua belas juta rupiah."

Gaun yang dipilih Vanesha tidak hanya sangat cantik, kain panjang yang cocok dengan kepribadiannya itu juga membuatnya merasakan sedikit gratifikasi emosi setelah mengeluarkan uang untuk sesuatu yang bisa dinikmatinya saat itu juga.

Dengan gaun itu di dalam mobilnya, wanita panas bersetelan blus lengan panjang dengan celana jins itu berkendara ke panti. Seseorang tidak hanya menikah hari itu, seseorang juga berulang tahun. Nina Yericha memasuki usianya yang keenam puluh.

Menghalau dingin, Vanesha yang sedikit menggigil turun dari mobilnya. Angin kuat siang itu. Hujan baru selesai turun beberapa menit lalu, meninggalkan kelembapan yang menyenangkan. Suasana hati Vanesha membaik.

Namun itu tidak bertahan lama, karena sesuatu yang tidak ia antisipasi untuk terjadi pada hari itu, terpampang nyata di depannya. Rachel Tirtajana ada di sana.

"Hai, Kak," sapanya kering.

"Hai." Kontras dengan Vanesha yang pucat dan panas, wanita bersetelan kemeja hitam di dalam jaket kulit hitam, dengan celana jins hitam pekat itu terlihat begitu segar. Ia menunjuk ke dalam sebuah ruangan yang pintunya dipenuhi tempelan kertas berisi surat dan lukisan anak-anak. "Bu Nina sedang berdoa."

"Kakak sudah menyelamati Bu Nina?"

"Belum."

Vanesha menyimpulkan bahwa Rachel juga baru tiba. Wanita yang dulunya adalah anak panti paling cantik, paling disegani, dan paling berpengaruh itu duduk dengan tenang dengan sebuah buku tipis di tangannya. Buku itu tidak memiliki kover tetapi kenyataan bahwa buku itu dibaca oleh seorang Rachel Helena membuat Vanesha sangat penasaran. Wanita itu selalu mendapatkan bacaan yang tidak disukai orang-orang atau berada di rak-rak penjualan terbaik, yang padahal berkemampuan memengaruhi satu peradaban penuh.

Rachel yang membuat Vanesha mencintai buku. Rachel yang pertama kali memberikannya bacaan yang tidak cantik di usianya yang keempat belas, yang ajaibnya hingga sekarang belum ada yang dapat menandingi dalam hal kapasitas menerangi.

Vanesha kemudian duduk di kursi di seberang Rachel untuk menunggu Nina selesai dengan urusannya sehingga ia bisa masuk dan menyelamati wanita itu.

Ketika itu, seorang wanita akhir tiga puluhan datang mendekat sambil menggendong sebuntal selimut berisi bayi. Ia menggoyang-goyangkan bayi itu dan ia berusaha keras menahan tangisnya. Semakin dekat dengan ruangan itu, ia semakin sadar bahwa orang yang memunggunginya itu adalah benar Rachel.

"Rachel... Rachel, tolong," pintanya lirih kemudian duduk di samping wanita bergelar dokter itu.

Rachel secara spontan menerima buntalan selimut yang diberikan kepadanya. Ia tahu bahwa bayi itu telah jatuh sakit lagi.

"Anak ini sejak semalam demam. Dia terus menangis dan tidak bisa tidur."

Rachel memang bukan dokter meskipun ia memiliki gelar itu. Ia mengklaim dirinya seorang periset. Tapi bayi itu selalu langganan menjadi pasiennya sejak ia lahir sebelas bulan lalu. Sejak dulu ia telah menjadi dokter pribadi dari bayi yang lemah itu.

She who Breaks Generational CursesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang