Sebelas

87.7K 7.5K 63
                                    

Suasana lantai empat gedung selatan Anastasis Hospital siang itu ramai secara tidak biasa.

Banyak orang berlalu-lalang untuk mencari kamar pasien yang mereka cari, kebanyakan dari mereka berakhir masuk ke dalam ruang rawat VVIP terdekat dari nurse station, kamar yang selama delapan hari ini diisi oleh Profesor Reagan. Ketika pada hari Senin itu Profesor Reagan masih belum bisa dipulangkan, semakin banyak yang menjenguknya.

Saat berjalan masuk pukul 10 siang itu, Vanesha sempat berpapasan dengan seorang wanita muda yang bersetelan kantor. Dia mengenalnya sebagai asisten pribadi dari Arya Salbatier. Wanita itu kelihatan rikuh, dan, meskipun disamarkan dengan senyumannya, terdapat kilatan canggung di matanya saat dia melintasi Vanesha dan memandangnya.

Vanesha paham, Arya berarti sudah menceritakan sosok terdekatnya di kantor itu mengenai hubungan mereka yang kandas. Irene memang seharusnya tahu, karena dulu ia sering terlibat di antara keduanya.

"Tiga hari lagi, Prof," kata Vanesha dengan sesal, mengetahui bahwa pasien besarnya tidak suka berlama-lama terbaring tidak berdaya.

Ruangan itu sudah kosong karena jam besuk sudah berakhir.

Pria yang menanggung infeksi paru di samping masalah jantung itu mengangguk dan menyimpulkan keterangan Vanesha dari hasil rontgent-nya tadi, "Umur memang tidak berbohong."

"Sedikit lagi, Prof. Kondisi Profesor sudah menunjukkan banyak peningkatan. Tapi, butuh waktu sedikit lagi untuk mengoptimalkan kesembuhannya," jelas Vanesha sebatas formalitas kepada pria yang jauh lebih berilmu daripadanya. Ia sedikit berharap perkataannya dapat menghibur pria yang terlihat kecewa itu.

Profesor Reagan tersenyum. Kekecewaannya semakin nampak saat saat ia berkata, "Saya hanya menyesal karena harus mengadakan rapat terakhir di masa jabatan saya di ruang rawat. Saya merasa tidak maksimal."

Vanesha tidak tahu soal itu. "Rapat akhir Profesor Reagan?" tanyanya, tanpa sadar merasa tidak rela dan kecewa. Pria itu memimpin segalanya dengan bijak sehingga pertumbuhan Anastasis Hospital meningkat secara signifikan di masa jabatannya. Dan, Vanesha bertaruh, tidak akan pernah ada yang mampu menyaingi intelegensinya.

"Ya, hari ini dan di sini. Sudah dibagikan melalui surel, bukan, Dokter?" Profesor Reagan melirik jam di dinding, melampaui tubuh dokter di depannya. "Lima menit lagi. Jika Dokter belum mengeceknya, Dokter adalah salah satu yang saya undang untuk menghadirinya."

Vanesha yang tidak tahu apa-apa soal itu dengan panik mengeluarkan ponselnya dari dalam saku snelli-nya ketika pintu terbuka, dan dua orang masuk melaluinya.

Reflek, wanita itu mengangkat kepalanya. Nafasnya langsung tertahan saat dia melihat siapa yang melangkah masuk.

Tanpa sadar, Vanesha mencengkeram ponselnya kuat-kuat. Putra sulung Salbatier dalam tuksedo hitamnya berjalan dengan tampan memasuki pintu ruang rawat itu bersama dengan asisten pribadinya. Mereka akan berada di ruangan yang sama. Ini pertama kalinya mereka bertemu sejak semuanya berakhir dan hal itu membuat Vanesha merasa terancam dan pusing.

Tapi pria itu tersenyum padanya, hanya formal saja, dan hanya bibirnya saja, sebab sesuatu di matanya memancarkan luka, kekecewaan, dan, Vanesha merasa, kebencian. Kombinasi ketiganya, dan kenyataan bahwa hal itu datang dari pria yang ia hormati, kasihi, dan kagumi, membuatnya pilu. Wanita itu gagal membalas senyum tipikal Arya Salbatier.

Vanesha segera memalingkan tatapannya kepada apa saja selain pria itu. Tapi dari ekor matanya ia bisa melihat bagaimana pria itu letih dan mengenakan sedikit terlalu banyak pemalsuan untuk menutupi kekacauan emosinya.

Vanesha merasa Arya tidak perlu membencinya, karena kebencian yang dirasakannya kepada dirinya sendiri karena sudah membuat pria itu menderita sudah cukup membuatnya memikirkan skenario pengasingan diri.

She who Breaks Generational CursesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang