Tiga Puluh Tujuh

49.8K 1K 83
                                    

Orang pertama yang ingin Arya temui adalah Vanesha Tirana. Dorongannya begitu kuat di dalam pria itu untuk meminta maaf dan memperjelas situasi yang rumit dan menciptakan kesalahpahaman cukup besar.

Arya merasa bahwa di sini ialah yang jahat. Ia tahu Vanesha datang dari latar belakang keluarga yang hancur berantakan, dan seringkali, dampaknya bermanifestasi di dalam diri wanita itu sebagai pemberontakan, ketidakpercayaan diri, kecanggungan, dan penarikan diri.

Dengan semua fakta sialan itu, hal terakhir yang Vanesha butuhkan adalah sebuah kontrak pernikahan sialan. Implikasi dari kontrak itu ke mana-mana dan itu akan meletakkan Vanesha pada tribunal yang rendah, yang di situ Vanesha seolah layak untuk ditawar-tawar dan diikat oleh sesuatu yang begitu remeh.

Itu adalah kesalahan satu dan yang paling fatal. Kesalahan lain yang membuat Arya geram adalah bagaimana situasinya membuat seolah-olah pria itu menolak untuk dengan layak melepas wanita itu pergi ketika, pada kenyataannya, ia hanya sedang berada di hutan.

Kombinasi dari kedua kesalahan itu benar-benar destruktif bagi citra diri bukan hanya Vanesha, tapi siapa saja wanita atau pria yang kepadanya perlakuan itu diberikan.

Karenanya, Arya merasa bahwa ia bukan hanya ingin, melainkan harus, duduk bersama Vanesha dan meluruskan hal ini agar mereka bisa berpisah dengan lebih baik dan agar ia bisa merelakan perpisahan itu dengan lebih baik.

Tapi siang hari itu, pria yang baru saja melewati pertemuan penting di petang hari itu gagal menemukan wanita yang dicarinya di Rumah Sakit. Jadi dengan hatinya yang marah, pria itu melarikan mobilnya dari sana ke rumah ayahnya, kali ini bukan sebagai seorang putra, melainkan sebagai seorang pria dewasa.

***

Sebagai pria dewasa, Arya tahu bahwa ini bukan forum keluarga. Ia tidak bisa menyeret ibu dan adik perempuannya ke dalam ini. Diskusi ini adalah forum tertutup dan hanya yang bersengketa saja yang boleh terlibat.

Sore hari itu, situasi begitu mendukung karena Kevintra Sabatier yang jarang ditemukan di rumah, tidak hanya ditemukan di rumah, melainkan juga sedang bersantai di perpustakaannya. Pria itu duduk sendirian di sebuah sofa untuk satu orang di ruangan kedap suara itu, di sudut yang dekat dengan koleksi yang dilarang beredar oleh Negara.

"Kamu kehilangan wanita itu lagi."

Salam pembuka itu disampaikan Kevintra sebelum putranya yang belum melangkah lebih dari ambang pintu sempat mengatakan apa-apa.

"Kita tidak bisa kehilangan wanita yang memang kita biarkan lepas."

Tatapan Kevintra terpaku pada bukunya beberapa saat sebelum menutupnya dan menatap putranya yang berjalan ke arahnya. Anak ini menggunakan kata lepas. Hal itu seolah mereka sedang menyandera seseorang. Tentu saja, bagi Orang Luar, mereka memang terlihat sedang menyandera, tetapi Arya adalah bagian dari mereka. Arya adalah orang dalam. Tidak seharusnya kata itu berada di dalam kosa katanya.

Hal ini menandakan bahwa anak itu sudah berpindah kubu. Dan hal itu dipertegas oleh bahasa tubuh dan tatapannya yang menyamai ketegasan tatapan ayahnya.

"Begitu tenang, Nak," puji Kevin sarat sindiran. Ia meletakkan bukunya di meja di sampingnya dan menatap putranya lurus-lurus. "Tidak menyadari situasinya bagi anakmu?"

Arya yang sudah duduk menatap pria yang paling ia hormati dengan dalam. Tidak pernah ada momen di dalam hidupnya yang pernah membuatnya percaya bahwa ia akan mempertanyakan kepatuhannya akan sosok ini. Di sore hari itu, momen itu tiba dan meruntuhkan nyaris segalanya.

"Hm?"

"Aku menyadari situasinya bagi Freya."

Mendengar nama putrinya disebut dan diungkit untuk alasan yang sama lagi, kesiagaan Kevintra melejit. "Kamu tidak bisa memadankan wanita itu dengan adikmu."

She who Breaks Generational CursesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang