JAM EMPAT KURANG SEPULUH MENIT?, teriak Aura dalam hatinnya. Aura langsung beranjak turun dan mengambil handuk lalu ia masuk ke kamar mandi. Setelah 10 menit Aura berkutat di kamar mandi, ia keluar dan bersiap-siap diri secepat mungkin agar ia tidak terlambat datang ke caffe yang dijanjikan Vira tadi.
Jam empat lewat lima belas menit, Aura turun dari tangga dengan langkah yang tergesa-gesa. Ia memakai flatshoesnya sambil menarik gagang pintu.
"Ma, Aura ke caffe dulu mau ketemu sama Vira, ya!" seru Aura melihat mamanya sedang sibuk di dapur memasak untuk makan malam nanti. Mamanya mengangguk samar dari dapur.
Vano tiba-tiba muncul dari tangga dan keningnya berkerut ketika melihat adiknya terburu-buru seperti dikejar maling. "Mau kemana?"
Aura menoleh sesaat, kemudian berlari kecil. "Ketemu Vira! Duluan ya, gue udah telat nih!"
"Eh tunggu!" Vano menyetop Aura. "Sama Isaac aja, dia juga mau pulang, kok." seperti sudah direncanakan, Isaac muncul lalu menyebelahi Vano yang sudah menatap Isaac sejak turun dari tangga.
"Yaudah, bareng gue aja." Ucap Isaac akhirnya.
Aura kira, Isaac sudah pulang ke rumahnya. lalu, apakah ini dinamakan kebetulan atau keberuntungan?
"Yaudah, yuk! Vira udah nunggu lama, nih." ajak Aura.
Isaac yang sudah turun membawa tas serta helmnya langsung pamit pada Grace dan keluar menghampiri motornya. "Gue duluan, ya? Bilangin ke Adit juga, sirupnya gue minum tadi." ucap Isaac sambil terkekeh samar.
Vano mengibas-ibaskan tangannya, "Iye udah, cepet sono" kata Vano mengusir.
Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di depan caffe. Ternyata Vira sudah menghadang Aura di depan caffe. Pikiran Aura jadi yang aneh-aneh, takut Vira marah karena ia terlambat. Wajah Vira dari kejauhan terlihat keras, tapi setelah Vira melihat Aura datang dengan siapa, Vira berubah lunak seperti tidak terjadi apa-apa.
"Kak Isaac? Lo- sama-?" tanya Vira gagap melihat Isaac melepas helmnya.
Aura menatap sahabatnya ini cemas serta heran. "Yaudah, duluan ya, Kak? Thanks udah nganterin," Aura turun dari motor dan tersenyum pada Isaac.
Isaac membalas senyum Aura. "Yaudah, gue pulang dulu. Nggak terasa main PS, capek." Isaac memakai kembali helmnya dan mengangguk pada mereka, mengisyaratkan ia berpamitan. Lalu Isaac melesat bergabung dengan pengendara lain di sore hari.
****
Setelah memesan minuman, Vira langsung gencar menggali informasi pada Aura tentang bagaimana Aura bisa diantar oleh Isaac si pangeran dingin. Awalnya Aura merasa tidak enak karena terlambat datang, tapi setelah Vira sibuk memberikan pertanyaan bertubi-tubi padanya, Aura merasa risih.
Pertanyaan yang ditanyakan oleh Vira terasa aneh. Maksudnya, dengan ekspresi Vira saat bertanya soal Isaac mengisyaratkan hal yang berbeda. Hal ini sukses membuat pikiran Aura bertambah rumit setelah dua pikiran yang masih menempel di kepalanya.
Tak lama mereka memesan, pesanannya pun datang memotong pertanyaan Vira. Sepertinya Vira malas jika pertanyaannya di potong. Namun, ini juga sebagai peluang bagi Aura untuk memperistirahatkan pikirannya sebentar.
"Gue bingung," ucap Aura menyeruput coffe caramello-nya. "Masa iya, di mimpi gue ada Arthur?"
Vira tersedak. Ia terlihat sangat kaget. "Kok-- serius?"
Setelah Vira berhasil mengontrol kembali napasnya, Aura mengangguk. "Sebenernya gue telat gara-gara gue ketiduran. Dan pas gue ketiduran itu Arthur muncul di mimpi gue,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang [SUDAH DITERBITKAN]
Teen Fictiontersedia di shope atau tokbuk online di @naisastramedia dengan judul yang sama. (Pernah) #1 Sad ending Takdir kadang mempermainkan kita. Saat kita berharap akan berakhir seperti ini, takdir malah mengubahnya menjadi seperti itu. Ada juga temannya...