Isaac sudah diperbolehkan memulai aktivitasnya kembali setelah satu hari ia istirahat di rumah. Teman-temannya tidak mengetahui penyebab Isaac pingsan seketika saat piket pagi. Seperti hal itu dirahasiakan.
Hal itu juga mampu membuat Aura membuang napas lega. Tapi entah kenapa, kelegaannya itu membuatnya semakin cemas dipikirannya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal, tapi Aura tidak mengetahuinya.
Hari ini seperti biasa. Aura pergi ke kantin membeli sesuatu bersama Vira dan kembali ke kelas setelah selesai menghabiskan makan. Setelah duduk di bangku masing-masing, Aura langsung mengeluarkan ponsel dan memakai earphone di telinganya sementara Vira membuka halaman yang sudah dibatasi oleh kertas hias sebagai pembatas dan mulai membacanya.
Awalnya damai, karena setelah bel berbunyi, Pak Rahmat tidak masuk-masuk. Sampai pada satu jam pelajaran telah habis, Pedro berbuat ulah dengan mengambil ikat rambut Aura. Aura sontak mengejar Pedro---yang bisa juara jika diikutkan lomba altetik.
Chinara sebagai ketua kelas sudah menyuruh Pedro untuk berhenti dan mengembalikan ikat rambut Aura. Tapi sampai tenggorokannya kering pun, sepertinya Pedro akan masih berlari menghindar dari kejaran Aura. Bukannya Vira membantu temannya yang sudah kewalahan mengejar Pedro, malah Vira sibuk membujuk Arthur untuk mencegat Pedro dan mengambil ikat rambut sahabatnya itu.
Arthur menolak mentah-mentah. Ia takut jika Aura malah mengira ia sok jagoan menolong Aura. Tapi desakan Natta, teman sebangkunya, makin membuatnya pusing.
"PEDRO! Serius gue udah capek!" Aura berhenti mengatur napas.
Arthur akhirnya mengangguk dengan senyuman Natta dan Vira yang mengembang. "Balikin aja, kenapa, sih, Dro?"
Pedro nyengir kuda. "Suka aja liat Aura kesel,"
Aura makin geram lalu kembali mengejar Pedro. "Anjir, lo! Balikin, ish!"
"BALIKIN!"
Pedro berhenti berlari. Aura juga berhenti mengejar. Sampai satu kelas diam dan memandang Arthur heran.
"Balikin iket rambutnya atau gue keluar ke ruang BK trus ngaduin lo ke BK?"
Pedro jadi gemetar karena kata BK yang diucapkan Arthur bernada serius, bukan bercanda. Maka dengan malas, Pedro menghampiri Aura yang masih memantung dan mengembalikan ikat rambutnya. Awalnya Aura tidak merespon. Ia masih menatap Arthur heran mengapa ia membantunya. Setelah Pedro mencibir, barulah Aura sadar.
Aura mengambilnya paksa. Lalu ia berbalik ke mejanya dan duduk dengan mood yang hancur. Seisi kelas pun sudah kembali ribut. Banyak anak berbisik-bisik sambil melirik Aura. Aura tidak peduli.
Karena bangkunya dengan bangku Arthur jaraknya tidak terlalu jauh, Aura pun menoleh ke belakang tepat Arthur sedang mengobrol dengan Natta. Aura mendesis, bermaksud untuk berterima kasih. Tapi saat Arthur menyadari bahwa Aura memangilnya, Aura malah jadi canggung.
"Lo kenapa nolongin gue?"
Aura gengsi untuk mengucapkan terima kasih sebelum ia tahu maksud Arthur menolongnya. Sebenarnya saat Arthur berseru pada Pedro, jantung Aura berdetak cepat. Ada sedikit harapan jika Arthur menolongnya dengan tulus. Tapi...,
"Gue males kelas jadi ribut karena iket rambut lo diambil."
Hati Aura mencelos.
****
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu, tapi sekolah belum terlihat sepi. Masih banyak anak-anak yang sedang mengikuti ekstrakulikuler tari.
Vira dan Aura pun masih di berjalan menuju gerbang setelah menyelesaikan tugas Matematikanya di taman. Sejak bel berbunyi, Aura tidak melihat kakaknya di sekitar sekolah. Padahal, Aura berniat untuk ikut pulang dengan Vano karena uang sakunya habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang [SUDAH DITERBITKAN]
Teen Fictiontersedia di shope atau tokbuk online di @naisastramedia dengan judul yang sama. (Pernah) #1 Sad ending Takdir kadang mempermainkan kita. Saat kita berharap akan berakhir seperti ini, takdir malah mengubahnya menjadi seperti itu. Ada juga temannya...