Hari pahit bagi Aura sudah berlalu berganti dengan hari lainnya. Aura tentu sangat senang akan hari ini. Mungkin, hari ini tak ada kenyataan pahit yang akan diterima Aura. Pelajaran pertama selesai. Fisika sudah terlewati dengan pikiran yang super terbebankan akibat latihan soal yang diberikan Bu Nur. Kini Aura sedang berada di kantin bersama Vira, Ika, Andra, dan Rifa.
Mereka duduk di meja paling dekat dengan parkiran sehingga mereka bisa melihat sesisi kantin. Parkiran sepeda di SMA Wijaya ini terletak paling pojok sebelah kantin. Maka, otomatis, mereka bisa melihat anak-anak yang berada di kantin secara keseluruhan.
Setelah Andra duduk sambil membawa sepiring batagornya, Ika mulai membahas tempat bimbingan belajar. Setelah menerima materi fisika yang sulit, Ika ingin masuk ke bimbingan belajar agar sedikit membantunya jika ada tugas atau materi yang belum dipahami. Andra dan Rifa setuju, mereka juga akan ikut bimbel yang sama dengan ika.
Tapi berbeda dengan Aura, ia memilih belajar sendiri. Faktor lain karena tidak ada yang menjemput. Tapi Vira malah mencibirnya, mengejeknya agar Arthur sebagai tukang antar jemputnya ke bimbel itu. Aura menggeleng cepat. Jika Aura berhadapan dengan cermin, ia bisa melihat jika pipinya pasti sudah memerah kepiting rebus saat membahas Arthur.
Omong-omong, dimana Arthur? Tanya Aura dalam hati.
Di tengah-tengah tawa mereka, tiba-tiba Evan menghampiri meja mereka. Bukan hanya Evan, ia membawa pasukannya. Yakni Arthur, Dimas, dan Fikri. Evan tersenyum pada mereka, terutama cewek di samping Andra; Rifa.
Panjang umur, Aura menyunggingkan senyum tanpa ia sadari.
"Rif, gue ajak ke perpustakaan yuk, gue gak tahu rak buku ensiklopedia,"
Rifa yang sedang mengunyah roti coklatnya pun berhenti. Ia tertegun dengan ajakan Evan padanya. Bukan karena apa-apa. Namun. Rifa merasa malu ketika teman-temannya memandang Rifa dengan tatapan heran. Rifa pun mengangguk samar.
"Alibi lo!" ucap Arthur sambil menyenggol bahu Evan.
"Sumpah?" pekik Andra membuat seisi meja mengarahkan pandangannya. "Lo beneran deket sama Evan?"
"Apaan sih?" Evan menyeringai melirik Rifa yang masih menunduk malu. "Tapi kalau Rifa mau deket sama gue, gue juga gak pa-pa."
"CIE...,"
Rifa tersenyum malu. "Ih, apaan sih" katanya sambil bangkit dan mengambil botor air mineralnya. "Gue ke perpus dulu, ya! Kalau kangen, kirim surat!"
Akhirnya Rifa dan Evan pun pergi. Setelah mereka pergi, Stabit datang dengan membawa dua gelas es jeruk yang ada di tangannya. Ia menghampiri meja mereka dengan tergopoh-gopoh. Lebih tepatnya Stabit menghampiri Fikri mengingat mereka telah resmi pacaran dengan Fikri.
"Aduh sayang, ngapain lari-lari, udah kayak dikejar anjing aja," kata Fikri sambil mengambil es jeruk yang Stabit pegang.
"Enggak, kok. Tuh udah aku beliin. Minum di situ aja, yuk." ajak Stabit sambil menunjuk meja katin yang dekat dengan kios Pak Retno.
"Yaudah yuk." katanya sambil melambaikan berbalik meninggalkan meja. "Duluan, ya!"
Bukannya menjawab Ika, Andra, Aura, dan Vira malah terkejut. Yang paling heran adalah Vira. Karena Vira sahabat kecil Stabit. Yah, walaupun saat ini Vira tidak dekat lagi dengan Stabit, tapi Stabit tetap jadi sahabat masa kecilnya.
"Thur, Fikri jadian sama Stabit?" tanya Aura heran.
Arthur menoleh. "Yang lo liat?"
"Astaga Stabit," Vira menggelengkan kepalanya. "Lo kok laris banget deh, dari dulu sampe sekarang lo laku mulu," komentar Vira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang [SUDAH DITERBITKAN]
Teen Fictiontersedia di shope atau tokbuk online di @naisastramedia dengan judul yang sama. (Pernah) #1 Sad ending Takdir kadang mempermainkan kita. Saat kita berharap akan berakhir seperti ini, takdir malah mengubahnya menjadi seperti itu. Ada juga temannya...