Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak satu setengah jam yang lalu. Banyak anak yang sudah pulang ataupun sudah pergi bermain bersama teman-temannya. Tidak bagi Aura. Aura kini sedang tengah menanti angkutan umum, karena Vano lagi-lagi sudah pulang lebih dulu.
Aura menunggu di halte sendirian. Vira sudah lebih dulu pulang. Katanya, hari ini mamanya akan pergi arisan di rumah temannya, jadi Vira harus pulang terlebih dahulu untuk menjaga rumah. Saat tengah menengok kanan kiri untuk mencari angkutan umum, tiba-tiba ada yang menepuk pundak Aura dengan tepukan lembut.
Aura sontak menoleh dan mendapati Arthur yang sedang tersenyum lebar menatapnya. "Lo ngapain?"
Kini Arthur sudah berada di samping Aura sambil memutar-mutar kunci motornya dengan jari telunjuk. Lelaki itu terlihat tampan dengan seragam kotak-kotak khas SMA Wijaya dan gaya rambut yang acak-acakan ala sehabis berpergian jauh.
"Pulang yuk, gue anterin."
Aura setengah mendengar setengah melamun. Yang ada dipikiran Aura saat ini yakni tak jauh dari nama Arthur. Kenangan indahnya bersama Arthur di sini saat hujan turun, terlukis jelas di bayangannya.
"Lo gak lagi mikirin gue, kan?"
Aura spontan tergugah dari lamunannya. Ia mendongak, lalu melotot tajam. "Apaan, sih?" katanya. "Gue cuma heran aja, setiap gue sendirian di halte, lo muncul dan nawarin gue pulang."
Arthur terkekeh. "Jadi ini kode?" katanya sambil menyeringai jahil. "Biar gue ngajak lo pulang setelah bel bunyi?"
"Ish! Bukan gitu!" pipi Aura memerah.
"Yaudah, dari pada lo pake blush-on, pulang aja, yuk. Gue ajak ke tempat spesial deh!"
Aura mengernyitkan dahinya. Arthur tidak peduli, ia hanya melangkah ke parkiran motor, dan menemui Aura lagi di halte. Tanpa waktu panjang, mareka sudah berada di jalanan padat ibu kota. Sepuluh menit perjalanan menempuh arus lalu lintas yang lumayan padat, Arthur memberhentikan motornya di depan taman yang berada tak jauh dari tambak yang pernah mereka kunjungi lalu.
Taman itu terlihat sejuk. Mungkin karena ada pohon besar yang sudah lebat daunnya. Pohon itu terlihat sudah tua. Walau terlihat tua, pohon itu tetap saja berfungsi untuk menyejukan suasana taman tersebut.
Aura turun dari motor Arthur sambil menatap sekeliling taman itu. Dilihatnya sebuah bangku taman yang terletak di belakang pohon rindang tadi, sepasang ayunan yang dicat berwarna-warni, jungkat-jungkit yang berdebu dan terlihat sudah lama tidak dimainkan.
Arthur yang lebih dulu melangkah masuk ke dalam taman, duduk di ayunan berwarna merah. Aura yang mengikutinya pun duduk di ayunan sebelah Arthur. Arthur mulai mengayunkan ayunannya sendiri dengan kakinya. Ia mulai menatap langit biru yang terlihat banyak awan menutupi langit.
Tujuan utama Arthur mengajak Aura ke taman itu sementara tidak ia bahas dulu. Ia terlalu asyik memandangi langit yang berawan. Aura juga mulai mengayunkan ayunannya dengan perlahan. Aura juga terlihat menikmati langit berawan tersebut dengan semilir angin yang menampar mereka.
"Ra,"
Cewek yang duduk di ayunan sebelahnya ini menoleh dengan senyuman. "Ya?"
Arthur menghela napasnya. "Ra, lo kemarin kenapa?"
"Ha?"
Arthur terkekeh sebentar lalu menatap Aura sendu. "Lo denger apa yang gue bilang," katanya. "Lo bisa cerita sama gue, kok."
"Gue nggak pa-pa."
"Cewek itu susah-susah gampang untuk ditebak." ucap Arthur beralih menatap sepatunya. "Saat cewek bilang nggak pa-pa, itu artinya dia sedang kenapa-kenapa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang [SUDAH DITERBITKAN]
Teen Fictiontersedia di shope atau tokbuk online di @naisastramedia dengan judul yang sama. (Pernah) #1 Sad ending Takdir kadang mempermainkan kita. Saat kita berharap akan berakhir seperti ini, takdir malah mengubahnya menjadi seperti itu. Ada juga temannya...