15. Rasa itu

1.6K 84 0
                                    

"Akhirnya lo udah berangkat. Gue kesepian selama lo nggak berangkat,"

Vira menyapa sahabatnya yang baru datang pagi ini. Aura malah meresponnya dengan dengusan singkat lalu menaruh tas di bangkunya dan duduk tenang sambil memainkan ponselnya.

"Lo mah responnya ngena baget," Vira mendengus dan memilih membaca novelnya lagi. "Hari ini prakarya, lo bawa gelas kaca?"

Aura menoleh, lalu tersenyum singkat. "Bawa dong,"

Vira menyeringai licik menatap Aura. "Sepaket sama catnya?" yang ditanya mengangguk. "Gue minta, ya? Gue mau beli tapi gak ada yang nganter. Mau ngojek tapi gak ada uang." sahabat Aura ini nyengir kuda.

Aura hanya melengos menanggapi ocehan cewek di sebelahnya ini. Akhirnya mereka kembali berkutat dengan kegiatannya masing-masing. Aura bermain game di ponselnya, dan Vira membaca lagi novel yang sempat ia tutup. Kira-kira sudah lima menit bel berbunyi. Namun Pak Ardi, guru prakarya, belum datang. Jadi kelas bertambah ribut dari sebelumnya.

Saat kelas menjadi gaduh karena Pedro berusaha mengambil gelas kaca milik Chinara, Pak Ardi tiba-tiba sudah masuk ke dalam kelas tanpa menenteng buku ataupun tas. Pak Ardi hanya menggenggam ponsel Esia dan kacamata yang bertengger di hidungnya. Pak Ardi termasuk guru santai di SMA Wijaya ini.

"Selamat pagi anak-anak." sapa Pak Ardi memasukan ponselnya ke dalam saku kemejanya.

"Selamat pagi, Pak!"

Pak Ardi memandang seisi kelas. "Hari ini kalian praktek, ya? Oke kalian mulai menghias gelasnya, ya, saya ke kantor dulu, ada urusan. Chinara, saya titip kelas, ya." tanpa menunggu jawaban Chinara, Pak Ardi sudah melangkah keluar meninggalkan kelas yang melanjutkan kegaduhannya itu.

Chinara menggangguk. Beberapa siswa sibuk mengeluarkan barangnya masing-masing ada juga yang bersorak-sorak karena Pak Ardi tidak menunggui kelas.

"Gue pinjem cat lo, ya, Bil!" sahut Pedro pada Billy yang menambah keributan kelas.

Vira mendengus mendengar itu. "Pedro mah nggak modal!" Vira mencibir.

"Kayak lo modal aja!" cewek yang sedang mengeluarkan cat di samping Vira sama-sama mencibir.

Vira dan Aura lanjut berkonsentrasi untuk mengecat gelas itu dengan cat akrilik milik Aura. Saat Aura sedang berkonsentrasi mengecat, tiba-tiba Athur lewat dan tak sengaja meyenggol gelas milik Aura.

Alhasil, gelas yang sudah sebagian Aura cat, menjadi luber.

"EH BANGKE!" Aura berdecak menatap Arthur. "Hasil karya gue gagal! Gue gak bawa gelas kaca cadangan lagi. Gue juga udah ngabisin cat banyak. Belom juga catnya diminta sama Vira! Gue terus pake apaa?!" omel Aura panjang lebar.

"Udah?"

"Udah?!" Aura makin geram. "Lo tuh, ya, bener-bener cowok bangke! Udah tahu lo ngelakuin hal yang salah, malah cuek gitu. Minta maaf, kek, atau ganti kek. Sebel gue!"

"Yaudah. Maaf," Arthur mengangguk santai. "Tuh, punya gue lo ambil aja. Lagian belum gue cat. Kalo catnya, pake punya gue aja. Gue bawa cat warna merah, hijau, biru, sama kuning." jawab Arthur lagi-lagi santai.

"Udah mana buruan?!"

Arthur berbalik ke mejanya dan mengambil gelas kaca yang masih belum dicat oleh pemiliknya, lalu memberikannya pada Aura dengan santai. "Nih,"

Aura mengambilnya dengan muka yang kusut. Beberapa hari yang lalu Arthur menjadi cowok yang baik, tidak berulah, dan tidak membuat Aura jengkel lagi. Tapi dugaan Aura salah. Arthur kembali menjelma sebagai manusia dengan jenis cowok nyeselin tingkat dewa.

Senja Yang Hilang [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang