"Vir lo mah curang, ish." kata Aura dalam teleponnya dengan Vira. Setelah kejadian tadi, Aura langsung dihadiahi tugas pidato bahasa Inggrisnya yang belum selesai. Sebenarnya pidato itu harus dikumpulkan seminggu yang lalu. Tapi karena ada malaikat penolong yaitu Pedro, maka diundur seminggu lagi.
Dan esok sudah seminggu dari jatah yang diberikan Bu Maya, guru bahasa Inggris.
'Curang apaan, ish'
"Lo kalau mau les privat tuh bilang! Jangan sengaja gak ngabarin gue biar bisa modus berduaan sama Kak Beny." kata Aura jengkel di dalam seberang sambungan telfonnya.
'Lo mah belum gue ceritain, ya?'
"Cerita apaan?" tanya Aura penasaran.
'Sebenernya gue tuh nggak les privat. Cuma dua kali doang dia bantuin gue bikin pidato.'
"Terus?"
'Udah, mentok. Terus apa?'
"Bukan itu maksud gue, bangke. Terus dua minggu itu ngapain aja?"
'Dia ngajak jalan mulu,'
Aura tepekik kaget. "SERIUS LO?"
Di seberang telepon, Aura bisa mendengar jika sahabatnya ini berdecak. 'Lo dikabarin gitu aja hebohnya kayak bencong. Oh iya, gimana tuh sama Kak Isaac?'
"Jangan lari dari pembicaraan, Alvira."
Vira terkekeh. 'Gue gak lari kok. Gue cuma tanya sama lo. Udah baikan sama Kak Isaac?'
"Baikan? Belum kayaknya."
'KOK BELUM?'
Kini giliran Aura yang berdecak. "Tuh, kan. Kenapa lo yang heboh kayak bencong?" katanya lalu duduk di kursi belajar. "Ketemu dia bawaannya emosi mulu. Rasanya kayak nggak ada oksigen di sekitar gue. Sesak banget."
Vira menghela napas. 'Lo kalau kayak gitu kapan masalahnya kelar?' Ada jeda dalam percakapannya, memberi sedikit waktu untuk Aura berpikir. 'Gue tahu lo penasaran, kan? Tapi lo gengsi. Makanya untuk menutupi gengsi lo, lo selalu emosi setiap ketemu dia. Lo coba ngomong baik-baik sama dia. Lo cari tau kepingan masa lalu lo yang hilang. Siapa tahu, lo malah bisa ngerubah sesuatu yang lo tinggalin di masa lalu"
Aura malah terkekeh. "Tumben lo bijak?"
'Gue seriuus!' Vira nampak mendumal.
Kekehan Aura terhenti. "Ya iya, sih, gue penasaran. Tapi, kenapa Isaac harus jatuh cinta sama gue? Selama lima tahun gue pergi, kenapa di hatinya masih ada nama gue?"
'Kalau emang lo jodohnya?'
"Tapi kalau seandainya gue gak bakal balik dan muncul di kehidupannya, apa nama gue masih di hatinya?"
'Kalau takdir bicara seperti itu, lo bisa apa?'
Aura jadi mendengus geli. "Lo tau acara debat politik? Sekarang kita kayak lagi debat politik tahu, nggak, sih? Jijik rasanya denger lo ngomong bijak."
'Ish! gue kasih tahu malah dianggep bercandaan. Sebel.'
Aura kembali terkekeh. "Bercanda, Vir. Sensian amat, sih lo," ucapnya. "Thanks, Vir."
'Thanks, for?'
"Everything. Buat semua yang udah lo lakuin buat si Aura yang unyu dan manis ini."
'NAJIS.'
"Gue serius," kata Aura tersenyum di balik sambungannya. "Gue bersyukur bisa sahabatan sama lo. Yah, walaupun lo suka keluar nyebelinnya, tapi lo tetep the best gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang [SUDAH DITERBITKAN]
Teen Fictiontersedia di shope atau tokbuk online di @naisastramedia dengan judul yang sama. (Pernah) #1 Sad ending Takdir kadang mempermainkan kita. Saat kita berharap akan berakhir seperti ini, takdir malah mengubahnya menjadi seperti itu. Ada juga temannya...