Tring...
Bel pulang sekolah sudah berbunyi nyaring tepat jam dua siang. Arthur ingat jika ia sudah mempunyai janji dengan 3sekawannya di warung Mbak Jum. Maka, dengan buru-buru Arthur memasukan semua bukunya di dalam tas dan bangkit dengan tergesa-gesa.
"Gue duluan ya, Ta!" pamit Arthur pada Natta, teman sebangkunya.
Natta mengerutkan dahinya keheranan. "Lo mau kemana? Tumben buru-buru?""Ada janji!" balas Arthur melewati pintu kelasnya.
"ARTHUR STOP!"
Mendengar seruan itu, Arthur berhenti dan kembali melongok kelasnya. Dilihatnya Chinara --yang sudah menjabat sebagai ketua kelas-- berkacak pinggang, melotot pada Arthur. "Apaan? Buru-buru, nih!"
"Enak aja lo buru-buru." Chinara melempar sapu yang ia pegang pada Arthur secara paksa. Arthur menangkapnya dengan was-was. "Hari ini lo piket, Dunguk. Ngapain main ngeloyor gitu?"
Arthur mendelik. "ENAK AJA!" lalu Arthur melempar kembali sapu pada Chinara. "Gue piket hari Kamis, Dunguk!" ucapnya tetap ngotot.
"Eh, Bego. Ini hari apa?" Chinara memutar bola matanya malas sambil mendengus kesal.
"Bill, ini hari apa?" tanya Arthur pada Billy yang sedang memembersihkan sampah yang bersemayam di kolong meja.
Billy mendongak, lalu menggaruk tengkuknya sebentar. "Kamis, Thur, kenapa?"
Arthur nyengir kuda. "Thanks, Bill."
Chinara kembali melemparkan sapunya kepada Arthur, lagi. "Buruan nyapu!"
"Tapi gue buru-buru, Chinaraa." sela Arthur seraya mengeluarkan puppy eyes-nya
"Gak ada tapi-tapian." ucap Chinara menuju papan tulis, berniat menghapus coretan papan tulis. "Lo mau gue bilangin sama Pak Rahmat? Kalo wali kelas kita tau lo gak piket, lo bakal dikasih nilai nol sama Pak Rahmat."
Pak Rahmat adalah guru kesenian di kelas X2. Tak hanya jadi guru kesenian, Pak Rahmat juga menjabat menjadi wali kelas X2 tahun ini.
"Iya iya." Arthur memilih mengalah. "Bawel banget, kayak cewek pms."
"Gue lagi pms, kenapa?"
Arthur pun diam karena merasa perdebatan dengan perempuan hanya akan berujung sia-sia saja. Ia mulai menyapu dengan enggan. Ia menyapu dengan tidak beraturan, yang seharusnya sampahnya ia bawa ke depan kelas malah ia bawa ke belakang kelas.
Chinara kembali berkacak pinggang. "Eh yang ikhlas dong, Thur, gak mau dapet pahala?"
"Lo niat nyapu nggak sih? Nyapu aja nggak becus." sahut Haikal dari pintu sedang mengawasi Arthur. Omong-omong, Haikal jadi wakil ketua kelas di sini.
"Udah mending gue mau nyapu. Dari pada gue absen piket?" jawab Arthur santai.
"Serah lo, bangke." Chinara angkat tangan menyerah. "Gue pusing mikirin lo."
"OH, KETAUAN!" Arthur berseru heboh. "Lo suka mikirin gue ya? Ah, fans emang gitu,"
"Najis."
"Iyuh." kata Aura dari meja guru. Aura juga satu kelompok piket dengan Arthur.
Arthur memandang Aura sebentar. Ia tidak menyadari jika ada Aura juga di dalam kelas. "Kenapa? Lo juga suka mirikin gue?"
Aura melengos melanjutkan membereskan meja guru.
"SELESAI!" seru Arthur melangkah ke pojok kelas tempat sapu ditata. Namun Arthur melemparkan sapunya dengan asal. "Gue pulang!"
"Lo nyapu apaan kayak gini?" Haikal protes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang [SUDAH DITERBITKAN]
Teen Fictiontersedia di shope atau tokbuk online di @naisastramedia dengan judul yang sama. (Pernah) #1 Sad ending Takdir kadang mempermainkan kita. Saat kita berharap akan berakhir seperti ini, takdir malah mengubahnya menjadi seperti itu. Ada juga temannya...