Saat ini Vira dan Aura sudah berada di kantin sejak lima menit setelah bel istirahat kedua berbunyi. Keduanya sedang saling mengeluh akibat guru Bahasa Inggris yang menyuruh mereka untuk membuat pidato menggunakan Bahasa Inggris dan dikumpulkan minggu depan.
Bukan hanya mereka yang mengeluh. Chinara dan Billy juga termasuk menjadi bagian murid yang sedang kelimpungan mencari cara menyelesaikan tugas itu. Bahkan, Pedro yang super masa bodoh pada pelajaran jadi ikut mengeluh sambil mengumpat jelas saat guru baru saja keluar kelas.
Rasanya ini tidak adil bagi murid.
"Trus, gue harus translite pake Google, nih? Omegat, gue baru beli kuota kemarin doang," keluh Vira sambil memakan batagornya.
Aura mendengus kesal sambil menyendok kuah mie rebusnya. "Takdir sudah mengaturnya,"
"Terus gue harus belajar sama siapa?! Gue gak bisa bahasa Inggris, Ra." Vira berseru membuat Aura tersedak.
"Sama gue aja, gue bisa kok ngajarin bahasa Inggris."
Tiba-tiba di samping Vira, Beny sudah duduk dengan tatapan yang mengarah pada Vira. Vira dan Aura pun awalnya kaget. Apalagi Aura sedang tersedak, menambah kemungkinan besar Vira membunuh Aura.
"Anjir! Pada semangat banget bikin gue mati!" ucap Aura selesai meneguk air mineralnya.
"Apa salah gue, coba?" Beny melirik Aura. "Gue cuma mau nawarin tutor. Kan, lumayan, mumpung gue lagi baik, nih."
Vira melirik sahabatnya ini penuh kebimbangan. Vira sih berniat untuk mencari pilihan yang tepat dari tatapannya pada Aura. Tapi, Aura memang tidak peka.
"Jadi, mau, kan? Gratis, deh!" Beny mengerling pada keduanya, membuat Aura jijik melihatnya.
"Jangan kayak setan kesurupan bencong, deh! Jijik gue." cibir Aura ketus.
Beny memutar bola matanya lalu beralih menatap harap cewek di sampingnya itu. "Kalau nggak mau, yaudah, gue mau nyusul temen gue,"
Baru saja Beny akan bangkit dari kursi, Vira cepat-cepat mencegatnya. "Eh," Vira jadi canggung. "Iya deh, gue mau."
Giliran Aura yang mendengus kesal. "Alibi banget!" katanya. "Tapi, boleh juga tuh. Kalau mau tutor, bilang gue! Nanti tutornya di rumah Vira aja. Biar gue ke sana sendiri,"
"Oke."
****
Saat istirahat kedua, Adit tiba-tiba datang ke kelas Aura dengan tampang sok gantengnya. Vira yang pertama kali mendengar nama sahabatnya dipanggil pun langsung menyenggol lengan Aura yang sedang mendengarkan musik lewat earphonenya. Aura awalnya kaget, akan menjitak kepala Vira karena mengagetkannya. Tapi melihat Adit di ambang pintu kelas membuatnya tambah kaget.
Aura pun mencabut earphone yang menyumbat telinganya dan menemui Adit yang memasang gaya sok. Sejujurnya malas menemui Adit. Aura takut jika salah satu sahabat kakaknya ini malah mempermalukan Aura di depan teman sekelasnya seperti saat Adit mempermalukannya di keramaian kantin.
Tapi dugaan Aura salah.
Adit menemuinya karena Adit dan yang lain akan menjenguk Isaac di rumahnya. Setelah dua hari Isaac dinyatakan koma, dan sehari yang lalu Isaac sudah sadar, Isaac sudah boleh pulang dan Istirahat di rumahnya. Aura menyunggingkan senyum mendengar kabar tersebut. Lalu Adit menyuruhnya untuk mengajak Arthur dan Vira untuk ikut menjenguk Isaac.
Dan di sinilah mereka. Pukul setengah empat sore, kamar 6x7 itu sudah disesaki dengan kerabat Isaac. Vano, Adit, Beny, dan Erik pun duduk mengelilingi Isaac yang terbaring di atas kasurnya. Dan sisanya memilih duduk di kursi seadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang [SUDAH DITERBITKAN]
Teen Fictiontersedia di shope atau tokbuk online di @naisastramedia dengan judul yang sama. (Pernah) #1 Sad ending Takdir kadang mempermainkan kita. Saat kita berharap akan berakhir seperti ini, takdir malah mengubahnya menjadi seperti itu. Ada juga temannya...