Chapter 14
***
Diandra membuka pintu rumahnya dan langsung menemukan seorang wanita paruh baya yang sangat cantik tengah membaca majalah.
Diandra berdenyit kaget. "Lho, Mama?!" Ada secuil ekspresi meremehkan disana? Untuk apa mamanya ada disini? Dia tak menemukan mobil ayahnya terpakir di garasi, hanya mobil Fernanda dan motor mereka.
"Ana?!" ucap wanita itu tak kalah kaget. Kaki jenjangnya langsung menghampiri putrinya itu. Riana melihat dari atas ke bawah, ke bawah ke atas berulang kali, lalu berujar, "Kamu cantik sekali!" Senyum semringah tercetak jelas di wajahnya.
Sekilas wajah mereka mirip, yang berbeda hanya warna iris mata dan warna kulit.
Diandra kecil adalah jiplakan ibunya. Dari postur, rambut yang hitam lurus, dan warna kulit yang putih agak gading.
Namun, sifat tempramen dan keras kepalanya turunan ayahnya membuat Diandra yang sekarang jauh berubah bahkan fisiknya sekalipun.Baru saja wanita itu hendak menyentuhnya, Diandra langsung menepisnya kasar. "Apa sih?!" makinya ketus.
Riana tersenyum maklum. "Yuk, masuk. Mama udah buatin makanan kesukaan kamu." Tangan Riana terulur mengusap puncak kepala Diandra. "Kamu dari mana?"
Angin apa yang membuat ibunya tiba-tiba pulang ke rumah? Alih-alih menjawab, Diandra malah memutar matanya tak acuh.
"Kapan nyampe? Tumben pulang hari Senin." Kalimat pertama yang terucap dari Diandra.
Riana tersenyum penuh arti. "Mama pengen sama kalian aja,"
Diandra mengernyit. "Jangan kebanyakan teka-teki deh, Ma!" Gadis itu menarik napas panjang, "kenapa tumben pulang?"
"Biar Papa aja yang cari kerja." Riana mendesah sejenak sembari berjalan ke dalam. "Setelah dipikir-pikir, kejadian kamu dengan anak itu salah mama juga, Mama nggak pernah perhatiin kalian. Jadi, mulai hari ini, cukup Papa yang kerja. Memang begitu 'kan seharusnya?"
Mata Diandra terbelalak kaget. "Apaan sih. Jangan aneh-aneh deh, Ma."
Riana mencubit hidung Diandra yang kali ini terlambat ditepisnya. "Iya, sayang. Papa udah cari asisten buat bantu pekerjaannya, Mama mau ngerancang baju lagi, kayak dulu."
#####
Diandra menghampiri Sang Kakak di kamarnya. "Hoi!" ujarnya sengaja dibuat centil. Namun satu hal, dia sama sekali tak berbakat menjadi centil.
Fernanda yang tadinya memainkan ponsel mengangkat sebelah alisnya lalu menghampiri adiknya. "Masih waras?" Dia menempelkan punggung tangan pada kening Diandra.
Fernanda menepuk-nepuk kedua pipi Diandra. "Sadar?"
Diandra menepis tangan kakaknya. "Ini kerjaan Kak Bella tauk! Gue cuma bisa ngangguk sama geleng doang." Gadis itu nyengir menang.
Fernanda yang tak kuasa menahan tawa langsung terpingkal seraya menunjuk-nunjuk gadis dihadapannya. "Lo kayak power ranger, pergi bentar udah berubah."
Dikatai seperti itu Diandra memajukan bibirnya.
Cowok itu menyentuh ujung rambut adiknya yang kini tinggal seketiak dan berubah warna.
Menghindari resiko adiknya akan meledak, cowok beriris cokelat kemerahan itu ambil langkah antisipasi.
"Cocok," ungkapnya jujur. Pujian pertamanya kepada Diandra sejak delapan tahun terakhir."SERIUS?!" Mata Diandra berbinar dan ikut-ikutan mengambil rambutnya.
"Iya."
"Fe! Ana! Makaaaan!" ujar Riana lantang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad vs Best
Teen FictionStart : 12 Juli 2016 Finish : Agustus 2017 Rate : 13+ Highest rank #1 Rokok #1 Balapan #2 Cheesy #1 Perubahan *** Kalau hidup hancur dideskripsikan dengan 'brokenhome', maka hidup Diandra tidak hancur. Kalau hidup hancur dideskripsikan dengan 'angg...