22. The Momment (Author Pov)

4.7K 204 6
                                    

Perasaan Diandra kini campur aduk, kesal, sedih, dan bingung.

Sepanjang jalan, di dalam mobil Gilang, tak ada satupun yang mengeluarkan suara.

Gilang terfokus pada jalan, sesekali melihat gadis disampingnya diam-diam. Sementara Diandra melihat ke jendela disampingnya.

"Gilang, stop bentar deh," ucap Diandra tiba-tiba antusias.

"Ngapain berhenti disini?" Gilang mengedarkan pandangan dan langsung mendapati arena bermain anak dan cahaya lampu warna-warni.

"Lo mau kemana abis ini?"

"Pu....lang, kenapa?" jawab Gilang dengan kernyitan di dahi.

Diandra sedikit ragu dan mengigit bibir bawahnya, "Mau temenin gue? Ini pasar malam, gue...mau main bentar," ucapnya, "tapi kalo enggak mau, gapapa! Nanti gue minta jemput supir gue," sambungnya cepat.

"Gue juga kangen naik bianglala,"  ucap Gilang seraya tersenyum.

#####

Diandra kira, ucapan Gilang soal bianglala itu hanya basa-basi. Ternyata, begitu Diandra selesai membeli permen kapas, Gilang langsung menariknya membeli tiket.

"Ra," panggil Gilang pada Diandra yang melihat keluar keranjang. Kebetulan sekali mereka hanya berdua dalam satu keranjang.

"Lo nyesel nggak keluar dari Disaster?"

Diandra langsung mendapat efek seperti tersayat dalam batinnya. Ekspresi yang tadinya kegirangan, kini berubah sendu.

"Entahlah, mereka udah kaya kakak gue," Diandra menghela napas, "tapi gue pengen jadi cewek normal."
"Emh, maaf sebelumnya. Soal kakak lo...?" Diandra sengaja menggantungkan ucapannya. Gadis itu ingin mengalihkan pembicaraan.

"Oh, itu udah tiga tahun lalu." Ekspresi Gilang terlihat santai dan benar-benar biasa, seperti sudah berhasil menutup rapat tragedi masa lalu itu, bahkan ketika Diandra mencoba membukanya.

"Kalo gak bisa cerita mending gak usah," ucap Diandra cepat.

"Gue pengen lo tahu ini." Gilang memaksakan senyumnya, "Gue punya kakak cewek, Ganitri. Waktu itu gue masih SMP, dan dia kuliah, sering pulang malem. Gue sama beliau jarang akur, kaya kakak-adik kebanyakan."

Diandra tak tahu harus menjawab apa. Karenanya gadis berambut seketiak itu ber-oh saja sebagai reaksi.

"Malam itu, kejadiannya jam sebelas malem, keluarga gue dapet telepon dari polisi. Kakak gue ketabrak mobil...," Gilang menarik napas, "Dia meninggal ditempat." Cowok itu masih tampak biasa saja tidak sedih ataupun marah, tetapi jelas dia mempercepat tempo bicaranya.

Diandra menahan napasnya. "Sorry," ucapnya nyaris tanpa suara.

"Setelah diselidiki, kakak gue ketabrak mobil karena dia lari dari kejaran geng-nya Ade. Katanya mereka mabuk, jadi kakak gue ketakutan. Semenjak kejadian itu, gue dijadiin robot sama bokap-nyokap gue dan dikekang, takut kejadian Kak Anit terulang. Itu awal mulanya gue minggat dan ngebentuk Black Devil. Biar mama sadar, gue ga suka dikekang. BD udah terbentuk baru-baru kakak gue meninggal. Tapi ada puncak pertengkaran yang bikin gue langsung ke rumah Kakek."

"Orang tua lo nggak nyariin?"

"Jelas lah! Tapi setiap mereka datengin rumah kakek gue, gue ngindar."

Diandra akhirnya mengangguk. "Kalau awal gue ngerokok itu saat perusahaan orang tua gue berkembang pesat," Diandra menyambung dengan ceritanya, "Mereka jarang ada dirumah. Jadi gue cari perhatian mereka lewat, ngerokok, balapan, dan masuk geng motor. Gue konyol banget, ya? Walau akhirnya gue sulit keluar dari lingkaran itu, gue malah terjebak disana."

Bad vs BestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang