13. Try

5.7K 247 5
                                    

Chapter 13

***

Diandra kini sedang berada di mobil lamborghini pink padu putih milik Bella. Pertamanya tentu ia sedikit khawatir menumpangi mobil cepat yang dikemudikan anak SMA, terlebih tubuh Bella yang mungil untuk anak seusianya, tingginya pun hanya sehidung Diandra--bila tinggi Diandra segaris hidung Dika, bayangkan saja bila Bella berdiri bersama Dika, hanya sepundak kira-kira--. Tapi gadis bernetra hitam pekat itu langsung sadar, bahwa dia juga sudah terbiasa membawa motor gede --yang kakinya bahkan belum menapak sempurna di tanah--padahal banyak yang ngeri melihatnya.

"Kita mau kemana?" Diandra menggaruk kepalanya yang sebenarnya tak gatal.

Bella mengulum senyum lebar yang entah mengapa membuat Diandra mendapat firasat buruk. "Langkah pertama, perbaikan penampilan. Karena ini yang paling gampang, kita mulai dari sini."

"Ini serius kita mau nyalon? Please, gue geli liat suasananya, apalagi baunya itu...eww," rengeknya.

"No."

"Serius?" tanya Diandra curiga, "Terus kita mau kemana?"

"Ke rumah gue."

Ucapan santai Bella malah membuat Diandra mengernyit bingung. "Rumah kakak?"

"Iya. Eh, lo sama geng lo waktu itu ke bar dan ketemu sama gue. Ngapain waktu itu? Gue nyadar lho, lo sempet ngeliat kita, tapi ngindar."

Sejujurnya Diandra bingung harus menjawab apa, karena ia yakin itu akan mengejutkan Bella. Akhirnya cewek itu memilih mengalihkan sembari mrmikirkan jawaban yang tepat.

"Kenapa Kakak sama Dika disana?"

"Beli buku. Yah, gue lebih nyaman aja sama Dika, maklum udah sahabatan dari orok."

"Waktu itu gue menang taruhan balapan,"

"Dan jagoan lo menang balapan? Bener kan?" tebak Bella mrmotong ucapanku.

"Dan gue menang balapan. Jadi gue rayain di Bar," ralatku ragu-ragu.

Bella nampak sedikit terkejut, terbukti dengan dia memperlambat laju kendaraannya. "Hehe," Bella tertawa hambar, "Keren. Jujur, waktu gue denger lo 'ikut balapan' dari Dika, gue udah kaget banget, padahal gue mikir lo cuma ikut nonton dan suporterin jagoan lo gitu," Bella mendecak, "Lo mau tau kriterianya Dika? Katanya harus cantik, tinggi, kulitnya cerah, badannya ideal. Juga harus pinter, ramah, lemah lembut, rajin, pantang nyerah, dan umurnya lebih kecil dari dia."

"Gila! Maruk banget! Tapi itu cerminannya dia versi cewe! Ganteng, tinggi, kulit cerah, badan ideal, pinter, pantang nyerah, ramah, macho. Anjriiiit!!"

"Sekarang kita lihat elonya.
Tinggi? Udah, cantik? Banget, pantang nyerah dan tahan banting udah, rajin? Ini masih mau dibuktiin, umur? Jelas lebih muda, pinter? Kayaknya. Tapi lemah lembut? Lo lebih ke macho."

"Cantik. Masa sih?" Alis Diandra berkerut. Bukankah itu malah terdengar seperti hinaan?

"Setidaknya nggak cuma gue yang bilang. Rizky yang cowok tulen aja bilang lo cantik," ungkapnya.

"Dika juga bilang gitu,"

Diandra mengulum lidah. "Eh, ngomong-ngomong, apa yang bikin Kakak ngebet banget ngerubah gue?" Gadis itu sengaja melempar pembicaraan untuk menyembunyikan wajahnya yang pastinya sudah semerah tomat.

Bella terkekeh pelan. "Karena Dika sahabat gue," jawabnya.

Entah kenapa Diandra merasa itu tak masuk akal. Banyak orang yang punya perilaku dan penampilan bak malaikat dan menggilai Dika. Kenapa Bella memilihkan gadis urakan yang jelek dan berandal sepertiku?
Biarlah waktu yang menjelaskan.

Bad vs BestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang