25. A Fact

4.2K 189 0
                                    

Gadis itu menatap ponselnya lamat-lamat.

"Udah satu tahun Kak Dika pergi." Diandra menutup wajahnya dengan tangan.

Bella baru saja mengirim foto-foto Dika via whatsapp selama cowok itu Sidney, disertai caption 'lama gak ketemu, makin keren.'

Diandra : dpt dari mana?

Bella : baru aja chating pake e-mail. Katanya sibuk banget disana, ini aja nyolong waktu tidur. Disini juga gue sibuk jadi ga setiap waktu bisa chatting. Fernanda baik-baik aja disini.

Diandra menggulir-gulir setiap foto yang terpampang di ponselnya, lalu mengigit bantalnya kuat.
Kebanyakan foto saat dia di rumah--rumah pamannya.
Tak banyak yang berubah dari penampilan cowok itu, hanya saja rambutnya lebih pendek dari saat terakhir mereka bertemu.

Diandra : Kuliah di Sidney berapa lama, sih? Lo sma Fe kpn balik kesini?

Kira-kira sekitar 15 menit baru dia mendapat balasan dari Bella.

Bella : Mungkin habis kuliah, dia langsung cari kerja disana.
Gue sama Fernanda plng setiap enam bulan, dan klo ada libur yg lumayan lama.

Diandra mengigit bibir bawahnya kuat. Jelas ia mengerti maksudnya. Kalimat yang sedikit diperhalus yang berarti Dika akan disana seterusnya. Gadis itu sebenarnya sudah ingin bertanya tentang hal itu sejak dulu, tapi ia tahu tak akan siap mengetahui jawabannya.

Tes

Tangan Diandra dengan cepat mengusap air mata yang lolos dari bendungan.
Dia jadi cengeng akhir-akhir ini, tepatnya ketika Dika pergi.

"Kenapa gue harus kenal lo?" Bisiknya lirih.

Bella : Lo kuat banget suka sama cowok hampir dua tahun. Maafin gue, Na. Gue nggak bisa ngapa-ngapain buat lo.

Diandra : Lo udah ngelakuin banyak banget.

Gilang : tidur! Udah malem. Besok acara perpisahan.

Seketika gadis itu terenyak. "Eh? Gilang?!"

Diandra : tahu dari mana gue belum tidur.

Gilang : ini lo bales, berarti belum tidur.

Entah kenapa cowok itu selalu datang saat dia teringat Dika. Bahkan secara tak langsung seperti saat ini. Mau tak mau, sudut bibir Diandra tertarik membentuk garis tipis.

Diandra : Masih waras aja lo nyuruh orang tidur jam 6!

Gilang : hehe

Diandra : Alibi biar bisa chatting.

Tanpa sadar Diandra tersenyum geli. Ada untungnya berkomunikasi via BBM seperti sekarang, jadi Diandra bisa 'menyerang' dengan kalimat seperti itu tanpa harus mendengar ceng-cengan 'Cieee yang salting'

Gilang : Yee Pede.
Lo di rumah?

Diandra : Iye.

Gilang : Gue mau ke cafe, ikut?

Diandra : Boleh deh. Mama sibuk bener, boring gue.

Setelah mengetikkan pesan balasan, gadis itu langsung bercermin dan menghapus bekas menangis. "Yakali ada cewek bego yang nangisin cowok lain, saat disisi lain punya cowok sempurna."

Dengan cepat dia memakai dress santai polos selutut berwarna hitam, menjalin rambutnya ke samping, dan memakai flatshoes yang juga berwarna hitam.

"Apa perlu gue cerita ke Kak Bella soal Gilang?" Gadis itu memilin ujung rambutnya yang terjalin rapi.

"Ma..." panggil Diandra ketika melihat Mamanya sedang berkutat dengan laptop.

"Mau kemana?"

"Saya mau keluar sama temen."

"Siapa? Rama dan sahabat-sahabat kamu itu?"

Gelengan Diandra menjawab. Gadis itu mencari permainan kata yang akan meminimalisir pertanyaan beruntun dari ibunya. Namun agaknya ia gagal.

"Dika? Katanya dia di Australi?"

Diandra menautkan jarinya. Bahkan ibunya sendiri masih mengingat soal 'cowok itu'

"Bukan. Namanya Gilang."

Alis Riana menyempit. "Pacar? Kenapa nggak kenalin ke Mama? Jadi kamu gak pacaran sama Dika?"

Pertanyaan Mamanya yang bertubi-tubi hanya dijawab gelengan oleh Diandra.
"Nanti dikenalin."

Diandra langsung berjalan cepat keluar dari rumah menghindari pertanyaan selajutnya, meninggalkan mamanya yang mengangkat bahu tak acuh.

"Kalau gue kenalin Gilang sama Mama, apa yang harus gue bilang? Masa 'Ini Gilang, pacar Saya. Dia ketua geng motor loh Ma! Jago berantem, bisa ngerokok pula! Ngomongnya juga keren, asal nyablak gitu!' Ouh, pasti Mama bakal bandingin dia sama Dika."

"Lo punya kebiasaan ngelamun di depan rumah?"

Diandra tersentak memegangi pipinya yang baru saja ditarik.
Ternyata, Gilang sudah berdiri di sebelah motornya. Dan Diandra tak menyadarinya.

"Lo serius mau naik motor pake dress gitu?" Alis Gilang tampak berkerut-kerut, memandangi Diandra dari atas sampai bawah.

"Eh? Gapapa, deh. Males masuk gue."

Diandra sedikit menyesali penampilannya. Dia malah terlihat seperti ingin ke pantai. Berbanding terbalik dengan Gilang yang mengenakan jeans, jaket kain, lengkap dengan helm.

"Ganti sana! Ntar kedinginan."

"Ogah ah."

Sebenarnya Diandra enggan masuk kembali karena pasti akan di tanyai macam-macam oleh ibunya.

Tiba-tiba, sebuah jaket abu-abu terangsung padanya. "Pake."

Diandra mengernyit. "Terus lo?"

"Gue kan udah pake kemeja." Gilang tersenyum.

"Ok-ke."

#####

Diandra meminum milkshake vanillanya, sedangkan Gilang terlihat sibuk dengan ponselnya.

"Ra, menurut lo gue harus gimana?"

"Apanya?"

"Ck," Gilang mendecak, "BD bakal di bawa kemana?"

"Maksudnya?"

"Apa di bubarin aja?"

"Hah?" Diandra tersentak, "yang bener aja! Kan sayang temen-temen lo yang udah bantu lo ngebentuk perkumpulan itu," ocehnya panjang lebar.

Gilang mendorong ponselnya ke arah Diandra. "Bahaya merokok."

Diandra tiba-tiba terbahak ketika melihat handphone Gilang menampilkan laman tentang dampak-dampak buruk merokok.

"Kenapa?" Sekarang giliran Gilang yang mengernyit.

Diandra menggeleng. "Nggak kok, gue ketoilet dulu."

#####

Bad vs BestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang