Acara pembukaan cheerleader, menyanyi, dance sport, dan pertunjukan lainnya telah berlangsung.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, tapi hiruk-pikuk pesta perpisahan masih memecah malam.
"Kita lanjutkan ke acara penutup, pesan dan kesan ketua OSIS lama...,Andika Putra Dipankara...," ucap Diandra nyaring.
Ada rasa aneh setiap Diandra menyebut nama itu.
Dika naik ke podium. Dengan itu tugas Diandra telah selesai.
Diandra turun dari panggung, menghela napas lega dan langsung menuju meja teman-temannya. Tugasnya selesai dengan sempurna, tanpa cela.
Cewek itu langsung mengambil makanan dan minuman dari stand-stand yang disuguhkan secara gratis dan kembali duduk.Di lain pihak, seorang
laki-laki tinggi tegap membuka pembicaraan dengan tenang. Sorot matanya memancarkan dinamika yang sama sekali tak dapat dibaca. Setelah memberikan sedikit penghormatan dan basa-basi, Dika memulai bagian inti.Cowok itu berdeham. "Sudah tiga tahun saya bersekolah disini, pengalaman yang paling berharga bagi saya adalah ketika menjadi ketua organisasi siswa terbesar di sekolah kita, OSIS,"
Dika menarik napas lalu melanjutkan ucapannya, "Saya berharap, ketua OSIS yang kini menjabat dapat memajukan sekolah lebih dari sebelumnya. Kini siswa kelas dua belas tinggal menanti kelulusan. Pesan saya, tetap jaga nama baik SMA Merdeka kita tercinta." Cowok itu memejamkan mata seakan meredam kepedihan, "saya sendiri berencana melanjutkan ke Australia. Jadi saya tidak bisa mendampingi sepenuhnya sebagai alumni, seandainya saya lulus."
Ucapan Dika dipotong begitu saja oleh bisik-bisik hampir satu sekolahan.
Bella dan Rizky bertatapan bingung. Keduanya seketika sibuk mengontak keluarga Dika, mencari informasi.
Kalau ini lelucon, ini sungguh-sungguh tidak lucu!Namun, tak ada yang lebih kaget dari Diandra. Dunianya serasa berputar-putar seketika, sambungan kesan dan pesan singkat Dika hanya terdengar sayup-sayup, pandangan disekitarnya menjadi blur.
"Australi?""Saya rasa, saya hanya anak biasa yang kebetulan terpilih atas dukungan teman-teman. Semoga kita tetap menjadi anak-anak berkualitas dan pertahankan sekolah kita tetap menjadi sekolah unggul bertaraf Internasional."
Diandra tak sanggup lagi berkata-kata, kakinya melangkah dengan cepat tanpa arah, mengabaikan panggilan bingung teman-temannya. Berlari kemanapun kaki membawanya, dan...
setetes bulir sebening kristal merembes dari sudut mata pekatnya, disusul kawanannya.
Dia menangis untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir. Jiwanya memang telah ditempa secara otomatis agar tahan banting dalam keadaan menyakitkan.Namun rasa pilu akan kehilangan berhasil membasahi matanya yang telah lama kering.
Asanya telah melayang. Betapa kehidupan mengolok-oloknya. Mengejek ketidakberdayaannya.
Diandra merasakan hawa dingin menusuk tubuhnya. Dia telah tiba di rooftop. Kakinya membawanya ke tempat ini.
Tempat dimana dia menyadari perasaannya terhadap cowok itu karena cemburu.Bahkan kakinya pun telah berkhianat dengan berkonspirasi membunuh harapannya.
Diandra duduk di tepi rooftop, musik di aula masih terdengar berdentam, malah menambah deras air mata yang seakan tak ada habisnya.
Mengalir bagai air sungai, hanya lebih perih, lebih menyakitkan.
Sebuah sapu tangan tiba-tiba terangsur ke arahnya. Diandra menoleh, sosok yang cukup menyejukan mata telah duduk disampingnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad vs Best
Teen FictionStart : 12 Juli 2016 Finish : Agustus 2017 Rate : 13+ Highest rank #1 Rokok #1 Balapan #2 Cheesy #1 Perubahan *** Kalau hidup hancur dideskripsikan dengan 'brokenhome', maka hidup Diandra tidak hancur. Kalau hidup hancur dideskripsikan dengan 'angg...