24. Ask

4.8K 201 0
                                    

Kabar tentang Kapten Basket Putra berpacaran dengan Kapten Basket Putri menyebar ke seluruh sekolah, tak sampai dua hari.

Tanggal jadian mereka sampai diperingati sebagai Hari Patah Hati SMA Merdeka. Layaknya pertunangan artis. Sampai-sampai setiap mereka sedang bersama, ada saja mata penasaran yang menyorot kebersamaan itu, tanpa mereka sadari.

Hari ini adalah pertandingan persaudaraan tim putra antara SMA Merdeka dan SMA Cakrawala bertepatan dengan peringatan enam bulan hubungan mereka.
Diandra sudah duduk di salah satu bangku. Berhubung tim putri tak ikut bertanding, maka mereka memakai seragam sekolah seperti biasa.

Ia memperhatikan seorang gadis yang tampaknya kapten pemandu sorak. Gadis dengan rambut pirang itu memiliki iris mata berwarna biru, dan wajah yang mengarah ke western. 'Kayaknya blasteran, jadi inget Bella."

"Hai..." ucap seseorang dengan setengah berbisik.

Tiba-tiba Gilang sudah ada dihadapannya.

"Loh, gak pemanasan?"

"Masih lama kaleee. Eh, btw, nanti pulang sekolah sampai jam lima, temenin gue mau?"

"Kemana?"

Gilang tersenyum lebar, seperti sengaja memamerkan deretan giginya. "Udah, nanti aja."

Diandra mengangguk ragu. "Asal jangan aneh-aneh ya." Gadis itu berpura-pura memperingatkan.

"Engga janji," Gilang nyengir.

"Eeeh?!"

"Haha canda. Tapi pakai motor, ya."

Diandra mengernyitkan dahi. "Enggak masalah, sih. Tapi kenapa? Biasanya kalo gak sendiri, lo lebih suka bawa mobil?"

Gilang menaik-turunkan alisnya. "Cieee yang udah tahu kebiasaan gue. Enggak apa-apa sebenarnya, cuma biar bisa modus."

"Hwoooo!" Diandra memukul lengan Gilang dengan cukup keras. "Modus kok ngaku." Diandra menahan senyum.

"Mukulnya pakai perasaan, dong! Jangan kaya pas berantem. Lo sadis amat." Gilang meringis sembari mengusap tangan yang dipukul Diandra.

"Bodoamat! Ngapain gue pake perasaan ke elo?!" Diandra bersidekap.

Gilang menarik kedua sudut bibirnya membentuk seringaian. "Kan, elo pacar gue."

Diandra melongo.
"Ih! Udah sana pemanasan!" Diandra mendorong ringan tubuh Gilang. "Hush! Hush!"

Gilang sempat menyeringai lagi sebelum lari ke lapangan.

#####

"Lo mau pulang dulu, apa langsung pakaian sekolah?"
Gilang menawarkan.

"Yaudah kali jalan aja. Kita diliatin adik kelas!" Diandra menarik-narik kemeja putih Gilang.

"Biarin aja mereka tahu," Gilang tersenyum jahil. "Beneran langsung nggak, nih? Tanggung jawab gue besar ngajak lo keluar."

"Gue udah bilang sama Mama bakal keluar sama temen."

"Lo nggak bilang keluar sama gue?" Gilang mengangkat sebelah alisnya.

"Iyaa, gue udah bilang keluar sama temen."

"Jadi gue cuma temen lo?" Gilang berpura-pura cemberut.
Seketika Diandra teringat percakapan dengan ibunya.
"Kenapa enggak, dek? Dika itu baik, sopan, cerdas, pintar berorganisasi lagi."
"Kalau sama dia boleh banget!"
Hati Diandra mendadak serasa dirajang kembali. Kenapa 'Dika' selalu berputar-putar dikepalanya? Sukar dilenyapkan!

"Ih, ngambek." Diandra mengulum senyum, berusaha menyakinkan dirinya sendiri bahwa Gilang adalah satu-satunya pengisi hatinya saat ini. Hanya Gilang. "Orang dimana-mana pasti bilang temen. Udah ah, jalan cepetan! Lo nggak sadar orang-orang gitu banget ngeliatinnya?"

Bad vs BestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang