PW-1. Permintaan terakhir Kakek

437K 15.2K 453
                                    

Sebelum baca sebaiknya logout dulu dari wattpad!

*--*

Wasiat Kakek

Teeeeeet, teeeeet, teeeeet...

Bunyi bel tiga kali menandakan jam pelajaran sudah habis, begitu sang guru keluar kelas semua murid bergegas membereskan perlengkapan sekolah. Termasuk seorang perempuan yang bernama Emilia.

Di sepanjang perjalanan menuju parkiran, Emilia melangkahkan kakinya dengan lesu. Pikirannya berkelana pada seseorang yang menjadi teman sebangku dan teman mengobrolnya selama tinggal di sekolah ini.

Sudah tiga hari sosok itu tidak masuk sekolah karena dia sedang sakit akibat kecelakaan, lebih tepatnya korban tabrak lari.

"Terimakasih Pak!" Emi berujar sopan begitu sang supir membukakan pintu untuknya. Sang supir hanya mengangguk dan tersenyum kecil.

Sesampainya di rumah, ternyata semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang tamu. Ada Mama, Papa, dan keempat kakaknya yang salah satu dari kakaknya itu sedang duduk di kursi roda. Padahal di jam pulang sekolah seperti ini, biasanya orang-orang itu sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Bukan anggota keluarga saja. Tetapi ada juga seorang Kakek-kakek yang Emi perkirakan berumur tujuh puluh tahunan.

Sepertinya orang-orang itu tengah membicarakan hal yang cukup serius, sehingga salah satu dari mereka belum ada yang menyadari keberadaannya.

"Assalamu'alaikum ... Emi pulang!" Sapanya.

Emilia Dwi Prasetya, kebanyakan orang memanggilnya Emi. Dia anak bungsu dari lima bersaudara yang salah satunya merupakan saudara kembar Emilia, dan Emilia ini merupakan anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Prasetya.

Semuanya menoleh bersamaan, dengan tatapan yang berbeda. Ada yang menatapnya dengan raut terkejut ada juga yang menatapnya sendu. Dan hal itu sukses membuat Emi bertanya-tanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi.

"Wa'alaikum salam." ujar semuanya kompak, Emi menyunggingkan senyumnya.

"Sudah pulang sayang?" tanya Mamanya basa-basi. Emi mengangguk sambil menghampiri semuanya, kemudian menyalami semua orang yang ada di sana. Dari mulai Mama, Papa, berlanjut pada kakak-kakaknya, dan berakhir pada kakek-kakek yang baru Emi lihat hari ini.

"Sini duduk sayang." Mama menepuk-nepuk sofa di sebelahnya. Baru juga Emi melaksanakan perintah Mamanya, Mamanya itu sudah memeluknya erat dan isakan kecil terdengar dari sana.

"Mama nangis? Kenapa?" Emilia berniat melepaskan pelukan Mama tetapi Mama seakan enggan melepaskan pelukannya.

"Sudahlah Ma, kita harus bicara dulu dengan Emi." Papa bersuara. Tidak ada suara bariton, yang ada hanya suara lemah sarat akan kesedihan.

Mama melepaskan pelukannya. "Sebenarnya Mama kenapa? Apa ada yang nyakitin Mama?" Tanya Emi khawatir.

"Emi sayang ...," Sang Papa membuka suaranya kembali. "kami sudah mengetahui siapa yang menabrak Kakak kembarmu," lanjutnya.

"Benarkah?" tanya Emi memastikan. "Apa Papa kenal dia?" Sebelum Papa menjawab ... Ares, Kakak tertua Emi, sudah memotongnya dengan berujar ...

"Dulu dia adalah temannya papa. Tapi sekarang orang itu menjadi saingan Papa dalam berbisnis, lebih tepatnya dia yang telah berhasil membuat perusahaan keluarga kita hampir bangkrut dan sekarang dia mengincarmu Em. Kata Papa Dia mau menjadikanmu istri ketiganya."

"Ap-apa? itu tidak benar 'kan Pah ...? Kak Ares hanya asal bicara saja. Iya kan pah?" Kedua tangan Emi sudah mengguncang bahu Papanya.

"..." Diamnya Papa Emi artikan kalau Papanya membenarkan perkataan Ares tadi.

Pernikahan Wasiat [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang