PW-9. Kembalinya Dia

205K 10.1K 236
                                    

Maaf jika bahasa penulisannya masih berantakan.

EMILIA POV

Seperti hari-hari sebelumnya, ketika bel istirahat sudah berbunyi, Zahra akan menarikku ke kantin. Zahra juga sudah mengenalkanku pada ketiga sahabat yang lainnya. Bulan, Bintang, dan Niko.

Bintang dan Niko, temannya Alex. Sedangkan Bulan, dia teman sebangkunya Diandra. Kalau aku orang yang cerewat, nah si Bulan ini ratunya cerewet diantara yang paling cerewet.

Aku bahagia bisa dekat dengan mereka. Aku merasa, takdir seakan sengaja mendekatkanku dengan mereka. Seberapa keras aku mencoba untuk menjauh, tapi benang merah tak kasat mata itu selalu menarik ku kembali untuk dekat pada mereka.

"Alex ke mana Dii?" kulihat Bulan celingukan. "Kok dia gak dateng-dateng. Makanan kita udah mau habis loh ini...," lanjutnya.

Ah iya ya. Kemana Alex? Tumben dia gak ikut kumpul bersama kami. Biasanya juga dia selalu menempel padaku, tanpa mengenal tempat dan waktu.

Bukannya aku kepedean, keegeran, atau apalah semacamnya. Hanya saja, kenyataannya memang begitu kok.

Semenjak kami kenal, Alex tidak segan-segan mendekatkan diri padaku. Sehingga Diandra, Zahra, dan Bulan tidak akan berhenti menggoda kedekatanku dan Alex.

Aku tahu. Tapi aku pura-pura tidak tahu. Alex menyukaiku, itulah yang Zahra dan Diandra utarakan padaku. Tapi aku seakan tidak peduli dengan kenyataan itu. Aku juga tidak terlalu menghindar, takutnya nanti Alex tersinggung. Aku hanya bersikap seadanya saja, terlalu dekat, tidak. Terlalu menjauh juga, tidak.

"Kenapa pada diem?" Bulan bertanya kembali seraya menatap kami satu persatu.

Plak!
Zahra menepok jidat kemudian bangkit dari duduknya sampai menimbulkan suara berdecit dari kursi yang didudukinya. "Aduuuh, buku ku ketinggalan di perpus," ujarnya dengan nada panik.

"Tapi kok, aku gak lihat kamu mas--mmmpt." ucapan Bulan terhenti, karena mulutnya sudah dibekap Diandra.

Ada apa dengan mereka?

"Masa sih Ra?" Diandra memastikan. Tidak peduli dengan Bulan yang meronta karena bekapannya.

Zahra hanya mengangguk, menimpali pertanyaan Diandra.

"Lepasin tangan kamu Dii, si Bulan kehabisan napas entar," ujarku.

Seketika Zahra menatapku dengan pandangan berbinarnya. "Ah ya... Emi. bisa tolong ambilkan buku ku di perpus?" tanyanya padaku.

"Makanan kamu kan sudah habis, sedangkan punyaku masih seabreg. Nih lihat!" Zahra melanjutkan, sambil menunjukkan mangkuk yang berisi mie bakso nya.

"Baiklah." Aku bangkit. "Ayo Bul...." Lanjutku sambil menarik pelan tangan Bulan.

"Eh tunggu, kok kamu bawa si Cerewet?" Tanya Diandra.

"Ya buat nemenin aku lah, makanan dia juga udah habis 'kan?"

"Bul, tunggu." Tiba-tiba Bintang berdiri di hadapan kami. Melepaskan tanganku dari tangan Bulan. "Kamu gak boleh ke perpus. Kamu 'kan harus nemenin Kakak ngerjain PR yang belum beres."

"Bukannya semalam udah ber--"

"Ah. Kamu mah kelamaan."

Pernikahan Wasiat [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang