PW-29. Hamil?!

203K 9.7K 809
                                    

Happy weekend ... 😋😋😋

Kapan aku harus update? Dan kalian semua bner-bner minta disentil ya.

Ada yang bilang lima menit dari sekarang. (Tapi aku maunya sekarang, gimana dong 😂? Kalo nunggu lima menit lagi gak bisa)

Ada yang jawab nanti malam. (Aku juga gak bisa, maunya ya ... Sekarang. Nanti malam terlalu lama dan tanganku sudah gatel.)

Dih, sok akrab banget aku ini, lebay juga. Beginilah diriku, bagi yang tidak suka jangan nyinyir, dan jangan keluar dari lapak ini hanya karena si akunya terlalu lebay.

Oke cukup sudah.. Selamat menikmati. Jika ada typo, maafkan ... Aku juga manusia, yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Apalagi kekhilafan yang kayak kemaren itu, kalian juga seneng kan.. Wkwk 😂 (kode keras--kode keras)

Tuh kan, malah ngebacot lagi. Sudahlah ... SELAMAT MEMBACA!!!


***

29.


Emi melangkahkan kaki memasuki area TPU. Untuk kali kedua, dirinya menginjakkan kaki di tempat ini. Yang pertama, ketika dirinya meminta izin, untuk menerima tawaran dari Bram, dan yang kedua, tepatnya saat ini ... untuk mengadukan keluh-kesahnya.

Hanya tempat ini yang Emi punya untuk menjadi temannya bercerita. Selain itu, tempat ini bisa memberikannya kedamaian dan kenyamanan. Di sini Emi bisa bercerita semau dia tanpa merasa takut ceritanya membebankan orang lain.

Langkahnya terhenti dekat sebuah nisan bertuliskan 'Firman Pratama.'

Emi menunduk, membuka tali sepatunya satu persatu, tidak lupa dengan kaus kakinya juga. Menyelipkan anak rambut yang menghalangi pandangannya, sebelum dirinya duduk bersila, dengan beralaskan sepatunya tadi.

Dibukalah tas gendongnya, untuk kemudian di dekapnya erat-erat. "Hai Kek, Emi datang lagi ...." Ada jeda beberapa saat sebelum Emi melanjutkan. "bagaimana keadaan Kakek di sana? Emi harap Kakek bahagia ya...."

Angin berhembus, menerpa kulitnya, menerbangkan helaian rambut sepunggungnya yang dibiarkan terurai. Matanya terpejam, bibirnya mengukir senyuman. Lebih tepatnya sebuah senyum yang dipaksakan. Begitu menyejukkan, pikirnya.

Entah berapa lama, sampai butiran bening itu menyumbul, keluar dari matanya, jatuh melewati pipinya dan berakhir pada lengannya. Apakah angin tadi datang, untuk mengambil senyumannya? Nyatanya tidak. Ia menangis karena masalah lain.

'Kenapa jadi seperti ini Kek? Apa ini yang Kakek inginkan?'

***

Flashback....

"EMILIA?" Teriak semua yang ada di ruang tamu itu bersamaan, kecuali Diandra.

Alex mendekati Bulan, yang sudah menahan tubuh Emi. "Biar gue aja Bul. Minggir."

"Bawa ke kamarku aja Lex," usul Zahra.

"Biar Bunda panggilin Dokter dulu sayang." Fatma mengusap pucuk kepala anaknya. "Tenanglah, dia akan baik-baik saja."

"Iya Bun."

Alex sudah berjalan menaiki anak tangga. "Kalian tunggu sebentar ya, aku nganter Alex dulu," ujar Zahra pada Diandra, Bulan, Niko dan Bintang.

Pernikahan Wasiat [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang