PW-15. Kekesalan Azhar

202K 9.7K 394
                                    

AZHAR POV

Beberapa saat sebelumnya...

Tok. Tok. Tok. Tok. Tok~
"Berisiiik!!!"

Cklek!
"Ada apa?" tanyaku langsung.

Tanpa melihat ke asal suara pun aku sudah tahu kalau orang itu adalah Fathan.

"Si Aulia gak dateng Boss? Padahal ini udah jam makan siang lewat loh." Ada kepuasan tersendiri dalam nada ucapan Fathan.

"Bukan enggak. Tapi, belum...." Dengan tatapan yang masih tertuju pada monitor laptop aku menjawab ucapan Fathan. Pura-pura sibuk bekerja, padahal otakku sibuk mengulang kejadian semalam. Dimana gadis kecilku, mencium pipiku. Dan sekarang, aku benar-benar menginginkan kejadian tersebut terulang lagi.

"Moga aja dia gak dateng," celetuk Fathan. Menghentikan pemikiran konyolku, diikuti dengan sesuatu yang menimpa kepalaku.

Kepala boneka doraemon si Zahra, lagi? Ck, harusnya aku buang saja benda sialan ini. Dengan resiko, harus siap di ceramahi berjam-jam oleh si Zahra. Entah karena takut atau terlalu sayang pada si Zahra, ku simpan kembali benda itu ke asalnya.

"Ck, lo apaan sih. Kalau udah lapar makan aja duluan sana, gue mau nungguin Aulia dulu."

"Gak lah Boss, itu gak sopan namanya. Masa Boss masih sibuk gue udah istirahat."

Anjir ... dia bicara tentang kesopanan. Dia pikir kelakuannya yang suka seenak jidat pada ku itu, bisa di bilang sopan gitu? Aku gak menanggapi ucapannya.

Cklek!
Pintu ruanganku terbuka lagi! kali ini menampilkan sosok cantik Aulia. Bersamaan dengan senyumku yang melebar, si Fathan keluar dari ruanganku. Kejadian seperti ini sudah terjadi dari beberapa hari yang lalu.

Si Fathan seperti menjaga jarak dengan Aulia. Aku sudah tahu alasannya apa, dan aku gak bisa memaksa Fathan untuk bersikap lebih baik lagi pada Aulia. Yang ada dia nanti malah menceritakan tentang gadis kecil itu pada Aulia.

Aku gak mau itu terjadi.

Aulia mengampiriku, memberikan kecupan singkat pada pipi kananku, kebiasaan yang selalu dilakukannya ketika memasuki ruanganku.

Biasanya aku akan merasa bahagia diperlakukan demikian, tetapi sekarang. kok rasanya hambar ya? dan kesannya aku jadi merasa risih dengan perlakuannya ini.

Sudahlah biarkan saja, aku kan belum selesai dengan pekerjaanku.

Tiba-tiba Laptop-ku di tutup paksa, padahal jari-jariku masih berjajar di atas keyboard-nya. "Aulia kamu apa-apaan hah?" Tanpa sadar aku membentak Aulia. Aku kesal dengan apa yang telah diperbuatnya.

"Sayang ... Aku hanya memberhentikanmu dari pekerjaan." Jawabnya santai.

Dia tidak merasa takut dengan gertakanku barusan. Benar kata Fathan, dia sudah berubah. Kenapa aku baru menyadarinya sekarang?

"Pekerjaanku masih banyak, Aulia ... Tunggulah sebentar lagi." Aku kembali membuka Laptop ku.

"Kamu gak sayang lagi ya sama aku, Hiks!"

Eh? Tunggu ... Apa dia menangis?

Ternyata benar, dia menangis. Aku menghela napas panjang sebelum bangkit dari dudukku untuk menghampirinya.

"Sudah ya. jangan nangis lagi. Aku minta maaf deh," ujarku seraya mengusap pelan kedua pipinya.

Aulia mengangguk kemudian berhambur memeluk tubuhku, menyandarkan kepalanya pada dada bidangku. "Semalam kamu bilang punya kejutan untukku. Mana kejutannya?" Dia mendongak dengan mata yang masih berkaca-kaca.

Pernikahan Wasiat [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang