PW-21. Keputusan...?

272K 10K 235
                                    

Maafkan aku yang jarang update... aku dikejar deadline... *nangis kejer* 


Yak!!! Apa itu datang-datang langsung curcol. Percayalah, aku juga ingin membahgiakan pembaca, tidak menggantung cerita terlalu lama. Doakan saja, biar kesibukanku merenggang, jaringan internet tidak lemot, biar updatenya juga cepet. Dan tetaplah jadi pembaca setia, yang mau meramaikan cerita ini dengan vote dan komentarnyaaaa. Terimakasiiihhh.... selamat membaca!!!


***

21.

Emi belum sempat menemui Diandra, karena begitu sampai di Sekolah, Bel sudah berbunyi menandakan pelajaran akan segera dimulai. Tiba waktu istirahat, Zahra menghampirinya.

"Kamu baik-baik aja Em?" tanyanya. Zahra duduk di depan bangku Emi yang sudah tidak berpenghuni.

"Diandra masih marah sama aku ya?" dan Emi malah balik bertanya. Zahra mengangguk polos.

"Bibi Dii gak percaya, kalau kamu kerabat jauh Kak Fath. Menurutnya, kalian mempunyai hubungan spesial. Benarkah begitu?"

"Dia hanya salah paham," Emi menimpali. "Kami memang bukan kerabat maupun saudara, tetapi aku bisa pastiin kalau kami tidak ada hubungan apa-apa. Diandra bisa tanyakan sendiri pada Kak Fathan."

"Sudahlah. Mau ikut aku ke kantin?"

"Kamu gak marah sama aku Ra?"

Zahra menggeleng, sampai kepang duanya bergoyang kesana-kemari. "Gak. Buat apa? lagian aku percaya, kalau kamu gak akan mengkhianati persahabatan kita."

Emi menghembuskan napas leganya.

"Mau ikut gak?" Zahra kembali bertanya. Emi mengangguk, mengikuti Zahra yang sudah bangkit dari duduknya.

"Ngomong-ngomong ... Aku heran sama Kak Az. Kenapa dia sampai semarah itu sama Kak Fathan ya."

"Mungkin dia hanya gak ingin, Bibi kecilnya disakiti," timpal Emi.

"Enggak Em. Aku rasa ini lain lagi masalahnya. Masa setelah kalian pergi waktu itu, dia langsung mengunci diri di dalam kamar. Mana pagi-paginya gak nyapa kami pula. Kalau dia khawatir sama Bibi Dii, harusnya 'kan dia bertanya bagaimana keadaan atau perasaan Bibi Dii gitu."

Keduanya bercengkrama, sambil berjalan menuju kantin.

Emi tidak menanggapi. Sebenarnya ia malas, mendengar nama laki-laki itu di sebut. Emi akan mencoba melupakan Azhar, membiarkan laki-laki itu hidup bersama pilihannya, menjalani semuanya seperti sebelum Emi datang, mengusik kehidupan laki-laki itu.

"Dari kemaren Alex nanyain kamu terus loh Em. Sebenarnya kamu kenapa sih gak masuk sekolah?"

"Gak enak badan Ra...."

"Makanya ... kamu pake ponsel dong, kalau ada apa-apa biar bisa hubungin aku gitu."

Emi tidak menanggapi, karena tatapannya sudah tertuju pada Diandra yang duduk di dalam kantin, berhadapan dengan Alex. Berbeda dari Diandra, yang menatap Emi tajam, Alex menatap penuh kelegaan, mungkin laki-laki itu bahagia, karena melihat Emi berada di sekolah ini lagi.

Setelah memesan makanan, sengaja Zahra mengajak Emi untuk duduk di kursi yang lain. Mungkin untuk menghindarkan Emi dari Bibi Dii-nya yang masih marah itu. Zahra hanya tidak ingin, nantinya Diandra menyakiti Emi dengan kata-kata ataupun perlakuan kasarnya.

Tetapi Emi menolak, dengan alasan ... kalau dirinya menghindar, maka kesalah pahaman itu tidak akan terselesaikan. Dan semuanya sesuai dengan apa yang Zahra takutkan. Diandra memang tidak menyakiti Emi dengan kata-katanya, tetapi wanita itu langsung menghindar, begitu Emi mendekatinya.

Pernikahan Wasiat [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang