Sebelum ke tahap baca, kita ngobrol bentar.. Curhat-curhattan dulu.. Khususnya aku yang curhat.
Kenapa aku ini labil sekali?
Bentar2 bilang akan pake pw lama.. Kok sekarang pake versi baru?
*) boleh aku koreksi? Ini bukan versi baru. Isi cerita ini intinya sama, cuman alurnya ada sedikit yang dipersingkat dari yang awal.
**) kenapa dipersingkat? Masih ingatkah kalian kalau cerita ini pernah bertuliskan [[proses terbit]] yah, itulah alasannya..
Jadi aku hapus bagian yang tidak terlalu pentingnya. Selain itu, aku tata ulang bahasanya, biar lebih enak dibaca..***) akan di post sampai end kah?
Aku gak bisa mastiin.. Aku usahain bisa, tapi.. Mungkin akan langsung ditarik... itu juga kalau bukunya udah jadi. (Usahain ttp stay, jangan ditumpuk terlebih dahulu, biar pas buka gak dapet zonk!!!)Jika kalian takut rugi, buang2 waktu untuk baca cerita ini, lebih baik hapus aja dari library. Tengok lagi akhir januari.. Terserah kalian lah, aku gak kan maksa. Yang penting aku udah usahain yang terbaik.
Udah paham? Cus lah baca.. Tapi plis, jangan pelit komen.. Percayalah, sebuah komentar itu sangat berarti untuk membangun semangat si penulis. Baik aku ataupun yang lain.
Biar kalian bisa berinteraksi sama yang lain juga... Kalau ada waktu aku juga pasti balas komentar kalian..
Kalau ada typo, tolong tandai yaa...
18.
***
Kriiiiing!
Tanpa berpikir dua kali, Emi langsung mengangkat panggilan tersebut. Raut penuh kelegaan sudah menghiasi wajahnya. Ah, ternyata Emi sudah berprasangka buruk terhadap Azhar. Lihatlah, sekarang laki-laki itu menghubunginya. Begitulah pikirnya.
"Hallo Kak Az...." Suaranya melemah, diiringi dengan kekehan kecil dari sebrang telepon.
"Sayang sekali. saya bukan Kak Az-mu itu gadis manis."
Glek!
Emi menelan ludahnya susah payah. Ternyata khayalannya terlalu jauh. Lagi dan lagi, dirinya melakukan kebodohan. Tidak berpikir dulu sebelum bertindak. Oke, sebaiknya Emi akhiri saja sambungan telepon dari laki-laki it—"Abimanyu koma. Dia sedang menjalani perawatan di Singapore." Ucapan Bram menghentikan aksinya. Ingin sekali dirinya untuk tidak mempercayai perkataan laki-laki itu. Tapi hati Emi merasakan hal yang sebaliknya.
"Saya tidak bohong Emilia. Kalau tidak percaya bukalah pintunya, saya bawakan hasil pemeriksaannya untukmu."
Emi masih bungkam. Emi tidak mau membuka suaranya untuk laki-laki itu, tapi nalurinya masih ingin mendengarkan penjelasan yang selanjutnya dari Bram. Mungkin laki-laki itu benar, Papanya tengah sakit, sehingga dia tidak pernah menghubungi Emi. Tapi kemana Mamanya, dan Kakak-kakaknya? Mereka seakan hilang ditelan bumi.
"Emilia ... dengarkan saya baik-baik. Semua keputusan ada di tanganmu. Keselamatan Papamu, keutuhan keluargamu, semua itu akan kamu dapatkan asalkan kamu mau menikah dengan say—"
"Bohong. Anda bohong. Papa saya baik-baik saja."
"Hahaha ... Apakah saya pernah main-main dengan ucapan saya?"
***
Benda pipih berbentuk persegi itu kembali bergetar dalam saku celana Azhar. Getaran yang entah untuk ke berapa kalinya. Azhar sudah melihat, siapa yang mengganggunya itu, maka dari itu Azhar mengabaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Wasiat [Sudah Terbit]
RomanceSebagian isi cerita sudah dihapus!!! 'Harusnya dari awal gue gak nyembunyiin pernikahan ini....' 'Harusnya gue mengenalkannya langsung dihadapan keluarga besar gue... Kalau begitu 'kan Alex gak akan menaruh perasaan pada Istri Kakak sepupunya sendi...