PW-24. Keputusan pada akhinya...

221K 10.2K 445
                                    

Untuk sekarang-sekarang, Azhar gak dimunculun dulu yaa.. Maaf.. Ceritanya...  dia masih mencari Aulia, sedangkan kalau aku skip gitu aja, terus loncat pada scene Azhar Emi,rasanya gak akan lengkap aja.

Seperti sebelumnya, aku ucapin terimakasih pada kalian-kalian yang memberikan vote dan komentar. Jangan pernah bosan untuk nunggu kelanjutan ceritanya yaa...

BTW part ini cuman berisi percakapan Emi dan Fathan. Hanya berisi 1400 word aja. Untuk kedepan diusahain lebih panjang deh...

Oke. Selamat membaca sayang-sayangku..😘😘

24.

EMILIA POV

"Selain itu? apa yang dia sampaikan—tunggu. Kedatangan Bram, gak ada hubungannya sama seprai yang kamu buang kan?"

Aku sempat terkejut, tidak percaya dengan Kak Fathan akan seteliti itu. Tapi keterkejutanku hanya sesaat, karena aku langsung menutupinya dengan menampilkan raut baik-baik saja, seakan hal itu bukanlah sesuatu yang patut di curigai.

"Dari mana Kakak tahu aku membuang seprai?" tanyaku dengan sebelah mata yang sudah menyipit.

"Gimana gak tau coba, kereseknya aja masih ngejugrug di depan. Lagian siapa sih yang gak bakalan curiga sama isi kantong segede gitu, gak muat di tong sampah pula. Yaudah, karena penasaran Kakak liat sebentar. Hanya dengan melihatnya saja Kakak langsung tahu, kalau itu seprei yang sebelumnya terpasang di kamar yang kamu tempati.

"Awalnya Kakak gak peduli dengan, Alasan apa yang mendorong kamu melakukannya. Kakak pikir, mungkin seprainya rusak, atau sobek ketika kamu mencucinya. Tapi sekarang Kakak ingat, seprai itu tidak wangi apapun, justru sangat kusut—"

"Dia memperk**aku ...," ujarku pada akhirnya. Disusul dengan sebutir bening yang membasahi pipiku. "Dan aku terlalu lemah untuk melawannya." Aku sudah tidak kuat dengan semua ini.

Tangis kepiluan, jeritan kesakitan, dia tidak mempedulikannya. Dia memaksaku, menyiksaku, hanya karena sebuah amarah. Amarah yang disebabkan dari hilangnya Aulia. Seberharga itukah Aulia, sehingga kepergiannya saja mengundang kehancuran dalam kehidupan Kak Azhar.

Ketika aku pergi dari sisinya, apakah dia sehancur itu? Apakah dia mencariku? Mengkhawatirkanku? Dilihat dari sudut manapun juga, statusku lebih tinggi daripada status Kak Aulia. Tapi kenapa, arti keberadaanku dalam hidupnya tidak bisa setinggi itu. Jadi jangan salahkan aku jika pada akhirnya, jalan inilah yang aku pilih.

"Emilia ... kamu serius?"

Aku mengangguk. "Maka dari itu, aku akan meminta izin dari Kak Fathan untuk menerima tawaran Pak Bram. Setidaknya, kesehatan Papaku bisa terjamin dan keluargaku bisa kembali."

"EMILIA?" Dengan murka Kak Fathan bangkit dari duduknya. "kamu sadar dengan apa yang kamu katakan?"

Alih-alih ketakutan, aku malah bangkit dan berhambut memeluknya.

"Sampai kapanpun Kakak gak akan membiarkanmu terjebak dalam sebuah pernikahan dengan Bram, Emilia." Tangan Kak Fathan sudah naik turun, mengusap punggungku.

"Laki-laki biadab itu memang telah menghancurkan harga dirimu, tapi bukan berarti kamu harus membiarkan dia menghancurkan masa depanmu juga."

Masa depan seperti apa yang Kak Fathan bayangkan dalam kehidupanku nantinya? Tetap bertahan ataupun menyerahkan diri pada Pak Bram, toh hasilnya akan sama. Sama-sama menghancurkan hidupku.

Aku tidak mungkin bertahan untuk orang yang tidak menginginkanku. Lebih baik aku menyerah, dan memperjuangkan keutuhan keluargaku. Tidak apa bodoh juga, yang penting keluargaku kembali.

Pernikahan Wasiat [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang