"jadi lo gak nerima Kak Gio? Kenapa lo baru cerita sekarang sih?" kesal Dillana, gadis itu mendengus dan kembali menatap Tiana.
"gue tuh mikir, kalo kita ngelangkah lebih jauh, maksud gue nikah...aish pokoknya gue takut" Tiana menggeleng frustasi.
"lo kan belum coba, kenapa takut? Bukannya kalo lo nikah sama Kak Gio, lo lebih terikat. Lebih nyaman" Dillana mengaduk minumannya.
Tiana menggeleng "gue takut Dil! Dan Gio maklum kok, jadi ya udahlah ya, gak usah bahas lagi. Males gue"
"terus sampai kapan lo kayak gini?"
"aish...udahlah"
"lo gak bisa gini Tia! Gimana kalo Kak Gio deket sama cewek lain? Lo bakal diam aja? Iya memang status kalian pacaran, tapi kan...masih bisa putus, maksud gue, Nikah tuh emang gak main-main, tapi kan...lo ngerti kan maksud gue" Dillana memainkan cincin berlian putih yang berada dijari manisnya.
Tiana mendengus "gue takut gagal, gue gak mau jadi janda muda. Udah ah, kalo lo masih bahas ini, gue balik"
"sorry, ya udah, jalan aja yuk. Mumpung free" Dillana menarik tangan Tiana membuat gadis itu tersenyum. Dillana tau akan suasana hatinya.
***
"kapan lo balik? Gue sibuk" usir Aldino pada Valdo yang sekarang sibuk dengan ponselnya, bermain game.
Valdo berdecak "lo mau dua-duaan kan sama sekertaris lo? Gue laporin Tante Elsa baru tau lo, penghianatan itu gak baik" ucap Valdo dramatis namun ia tak sadar bahwa Aldino sedang menahan amarahnya disana.
"iya-iya gue balik" Valdo meninggalkan ruangan Aldino. Pria itu terkekeh disebrang sana. "Sensi banget dah, kayak perawan aja"
***
Dillana dan Tiana tertawa seperti orang gila dan tak sadar Tiana menabrak bahu orang hingga orang itu mundur beberapa langkah.
"kalo jalan liat-liat dong" ucap Diany menepuk-nepuk bahunya seolah berkuman.
"sorry gak sengaja!" sinis Tiana membuat Diany mendelik.
"apa lo melotot gitu? Lo pikir gue takut" tantang Tiana, gadis itu berkacak pinggang dihadapan Diany.
"udahlah Tia! Sorry ya mbak! Temen saya nggak sengaja" kata Dillana membuat Diany kembali mendelik.
"mbak-mbak, sejak kapan gue kawin sama abang lo!" Diany berlalu begitu saja, Tiana hampir saja menyemprot gadis gila itu.
***
Pukul tujuh malam, Dillana baru sampai dirumahnya. Ia dan Tiana melakukan kegiatan yang biasa perempuan lakukan, shooping, dan nonton. Ia memasuki rumahnya dan terkejut melihat Aldino yang duduk menatapnya tajam.
"dari mana lo jam segini baru pulang?" pria itu menatap Dillana dari atas kebawah dengan pandangan datarnya.
"maaf Kak"
"lo bisa gak sih jadi istri yang baik? Masa gue duluan pulang dari pada lo, malah lo pergi gak bilang-bilang, lo anggap gue apa" nada nya masih terdengar datar bahkan tanpa emosi.
Dillana menunduk dan terdiam, ia tak tau harus menjawab apa. Dillana menatap Aldino dengan pandangan sendunya "maaf Kak, aku gak tau kalo Kakak bakal semarah ini sama aku. Apa Kakak selama ini anggap aku istri Kakak?" Dillana menghembuskan nafas panjang. "aku selalu berusaha jadi istri yang baik buat Kakak, tapi apa Kakak pernah anggap aku? Bahkan aku seolah tak kasat mata bagi Kakak" suara Dillana sedikit bergetar dan mata yang sudah berair.
"lo ngomong apa sih? Ngelantur gak jelas" Aldino ingin berlalu namun tangannya ditahan Dillana, ia menoleh pada gadis itu "bahkan...bahkan, Kakak gak pernah nyentuh aku" cicit gadis itu membuat Aldino terdiam.
Aldino menghentakkan tangan Dillana dan mengambil kunci mobilnya, ia berlalu begitu saja. Sedangkan Dillana terduduk tak dapat menopang lagi berat tubuhnya, gadis itu menangis dalam diam.
***
Gio hanya mendengus, ia mendapat info dari - Salman - bartender langganannya sekaligus temannya itu mengatakan bahwa Aldino mabuk berat.
Gio menatap Aldino yang masih minum dengan pandangan yang entahlah. Kasihan sekaligus marah dengan sahabatnya itu.
"kenapa sih lo jadi kayak gini?" Aldino sudah teler dihadapannya. Untung saja Gio sudah tobat dari hal haram ini.
"lo bisa cerita sama gue, kenapa lo selalu nyimpen masalah lo sendiri" Gio menatap sedih Aldino. "gue ngerasa gagal jadi sahabat lo Al"
Gio membawa Aldino, ia merangkul pria yang terus merancau tak jelas dihadapannya ini. Membopongnya ke mobil.
"gue gak mau nyakitin lo" lirih Aldino membuat Gio yang sedang memasang sabuk pengaman untuk pria itu terdiam.
"gue gak benci sama lo, tapi gue juga gak cinta sama lo" setelah mengatakan itu Aldino teler sepenuhnya. Ia tertidur, Gio yang telah memasang sabuk pengamannya pun melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan.
"lo pasti tersiksa Al"
***
"sial! Dia gak angkat telepon gue" Diany membanting ponselnya karena untuk kesekian kalinya ia menelpon Aldino namun tak digubris pria itu.
"jangan-jangan dia lagi berduaan dengan istrinya itu? Gue gak rela!!!!"
"lo Cuma milik gue Dino! Gue gak akan tinggal diam"
"gue akan ngehancurin istri lo, liat aja entar" Diany memasang senyum sinisnya dan memikirkan rencana liciknya.
***
Dillana terkejut melihat Aldino yang tak sadarkan diri dan Gio yang sedang membopongnya. "Kak Dino kenapa Kak?" cemas Dillana melihat keadaan mengenaskan suaminya itu.
"nanti gue jelasin, kita bawa dia dulu. Berat soalnya" ucap Gio membuat Dillana meringis, gadis itu membantu Gio membawa Aldino kekamar mereka.
Setelah melepaskan sepatu dan menyelimuti Aldino, Dillana keluar dan menyiapkan minuman untuk Gio.
"makasih ya Kak, udah bawa Kak Dino pulang" Dillana tersenyum canggung sedangkan Gio melengos.
"lo kalo mau marah, marahin aja dia, jangan lo tahan, entar sakit" Gio meminum teh yang dibuatkan Dillana kemudian melanjutkan "gue tau lo juga sakit disini, gue tau hubungan lo sama dia gak baik-baik aja" Gio menatap Dillana "gue tau lo butuh tempat buat ngelampiasin amarah lo"
Dillana menunduk dan menangis dalam diam "gue pacaran sama dia dua tahun Kak, dan kita udah nikah selama sebulan. Gue pikir, setelah dia nikahin gue dia bakal berubah, setidaknya anggap gue ada...tapi dia tetap kayak gitu, tetap anggap gue gak kasat mata. Kadang gue berfikir buat nyerah, tapi ini beda, kita bukan pacar tapi suami-isteri"
"gue netral, gue gak belain lo ataupun dia. Lo harus bicarain ini sama dia, jangan lo pendam sendiri"
"udah, tadi gue ngomong sama dia, tapi dia pergi dan balik-balik udah tepar" Dillana terkekeh pelan, Gio meringis melihatnya.
"gue balik ya, gak enak udah malam. Kalo ada apa-apa lo bisa curhat sama Arsy ataupun gue. Jangan sungkan" Gio mengacak rambut Dillana dan berlalu. Karena ia tak tau harus berbicara apa dengan gadis itu.
Dillana masuk kekamar dan mendengus melihat keadaan Aldino, ia mengambil bantal dan selimut, kembali keluar kamar dan tidur di sofa. Malam ini, malam yang sangat menyedihkan untuknya.
***
tag
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny [✔️]
RomanceAku fikir dia adalah takdirku. Karena jujur aku sungguh mencintainya sejak lama. Aku sangat menunggu akan hal ini. Kami menikah, dia menikahiku. Aku pikir karena memang dia mencintaiku. Ternyata aku salah, aku hanya menjadi tamengnya. Dan dia tak pe...