Bab 30 -Ending

10.8K 256 31
                                    

Backsound : Jin -Gone

***

Waktu terus berjalan dan bergulir, Aldino selalu mendapat kabar tentang kondisi janin yang berada dikandungan Dillana. Gadis itu terus mengirim hasil usg nya pada Aldino.

Perceraian mereka dulu pun kembali menjadi buah bibir masyarakat. Saham Aldino bahkan sempat merosot tajam. Tapi karena keuletannya dalam berbisnis, kini Aldino menjadi trending topic sebagai pengusaha sukses. Cabang perusahaannya ada dimana-mana. Tapi kesuksesannya dalam berbisnis, tak sesuai dengan kesuksesannya dalam berumah tangga.

Pintu ruangannya terbuka, memunculkan sosok Valdo dengan muka yang pucat. Entah kenapa dengan pria itu.

"Aldi! Diany mau melahirkan" katanya heboh, sedangkan Aldino menatap Valdo bingung. Kalau Diany mau melahirkan, kenapa laporannya ke dia? Memangnya dia Dokter.

"ya lo bawa kerumah sakit lah. Kenapa malah ngadu ke gue" kesal Aldino. Ia kembali berkutat dengan ponselnya, melihat janin lucu yang merupakan calon anaknya. Ah, ngomong-ngomong soal Dillana. Gadis itu tak mengirimnya hasil usg terakhir, Aldino jadi merasa khawatir.

"gue takut darah. Lo temani gue yah" Valdo menggeret Aldino, dan ditarik pun pasrah.

"seandainya gue bisa dampingi Dillana melahirkan" cicit Aldino yang masih bisa didengar oleh Valdo, dan pria itu hanya bisa meringis kasihan.

Dirumah sakit pun sudah ada Mama dan Papa Valdo serta orang tua Diany. Keempatnya menatap Valdo dan Aldino bergantian. Bingung juga, kenapa Valdo malah membawa Aldino?

"suami pasien yang mana? Kita harus melakukan tindakan, tapi pasien tak mau kalau tidak didampingi suaminya" suster yang entah muncul dari mana pun menatap Valdo dan Aldino bergantian.

Aldino mendorong Valdo lebih maju "dia suaminya Sus" kata Aldino, ia mengambil posisi duduk disamping orang tua Valdo.

Suster dan Valdo pun masuk kedalam ruang bersalin. Sekitar setengah jam kemudian terdengar tangisan bayi yang membuat semua orang senang. Diany dipindah keruang rawat, bersama dengan bayi laki-laki lucu itu.

Aldino tersenyum melihat pemandangan yang ada dihadapannya ini. Valdo mengecup mesra dahi istrinya, dan Diany sedang menggendong bayi lucu itu.

"selamat, maaf gue belum sempat beli hadiah" kata Aldino dengan senyum kakunya, ia menjawil pipi gembul bayi itu.

"lo datang juga udah makasih banget" balas Diany pelan. Ia masih memomong anaknya yang terlihat tak suka akan perlakuan Aldino tadi.

"siapa namanya?" Aldino beralih ke Valdo yang masih terharu.

"Keanu Farhano" kata Valdo balik menatap Aldino. "Dillana..apa lo udah tau kondisi terakhirnya?"

Senyum yang terkembang dari bibir Aldino pun perlahan-lahan pudar. Ia menggeleng "udah hampir dua bulan dia gak ngabarin apapun ke gue"

"apa mungkin..anak lo udah lahir?" terka Diany, hal itu membuat Aldino mematung.

"gue duluan" Aldino pun bergegas meninggalkan rumah sakit bersalin itu. Ia tak terfikir sampai kesana, dan ia terlalu bodoh karena ia tak tau dimana Dillana tinggal saat ini.

***

Tiana terkejut melihat kehadiran Aldino didepan rumahnya, wajah pria itu tampak memucat dan keringat bercucuran dari dahi nya.

"apa lo tau tentang Dillana dan anak gue?" tanya Aldino langsung tanpa berbasa-basi.

Tiana mengangguk "masuklah Kak, gue juga sebenarnya udah mau ngehubungi lo dari lama. Tunggu sebentar, Gio lagi dijalan"

Aldino mengikuti langkah Tiana untuk masuk kedalam rumahnya. Tiana pun bersiap mengambil tasnya, mereka menunggu Gio.

Tak lama, Gio datang. Ketiganya langsung menuju tempat yang selama beberapa minggu terakhir sering Tiana dan Gio kunjungi.

Aldino terdiam sebentar menatap rumah minimalis yang ada dihadapannya ini. Entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Ia menatap heran pria yang keluar dari rumah itu, tapi ia tak menggubrisnya, karena ia hanya ingin bertemu dengan Dillana, itu saja.

Gio merangkul bahu Aldino dan berjalan beriringan bersama dengan Tiana. Ketiganya masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Aldino terdiam mendengar suara tangisan bayi. Kembali darahnya berdesir hebat dan ia tersadar ketika Gio menepuk pundaknya.

"hay sayang, Tante datang lagi" Tiana menggendong bayi perempuan yang berusia sekitar dua bulan itu. Mata bayi itu terbuka dan berair karena menangis.

Tiana berjalan mendekati Aldino yang terdiam "ini anak Kakak" Tiana menyerahkan bayi perempuan itu kepada Aldino, namun Aldino menolak.

"gue takut" kata Aldino pelan. Ia menatap kearah lain, mencari Dillana "dimana Dillana?" tanya pria itu pada akhirnya.

Tiana yang mendengarnya tersenyum masam. Ia menatap Gio sekilas, ia meyerahkan bayi mungil itu kedalam pelukan Gio.

"Dillana mana? Dia kenapa?" Aldino tentu saja tau makna dari tatapan Tiana.

"dia udah bahagia Kak" jawab Tiana pada akhirnya. Jawaban itu tentu saja membuat Aldino melemas, pria itu terduduk dilantai dengan mata yang berkaca-kaca.

"dia nitip pesan, dia mau Kakak kasih nama buat anak Kakak. Dia nulis ini semenjak dia pisah sama Kakak" Tiana menyerahkan buku diary milik Dillana kepada Aldino.

"kenapa? Dia kenapa-" tangan Aldino bergetar meraih diary itu, airmatanya jatuh tanpa ia tahan.

"dia mengalami pendarahan hebat" mata Tiana ikut berkaca-kaca. "dia nitipin bayi ini ke gue. Tapi karena gue belum bisa ngurusnya, gue minta tolong sama Nyokap Kak. Dan sekarang, lo yang harus jaga dia. Demi Dillana"

Gio menyerahkan bayi mungil itu kepada Aldino, dan dengan tangan yang gemetar, Aldino menggendong bayi mungilnya. Mata bayi itu terbuka, melihat wajah Aldino, ia tersenyum. Dan senyuman itu persis seperti milik Dillana.

"hay sayang, ini Papa" Aldino mengusap rambut tebal milik anaknya itu. "maafkan Papa karena baru bisa datang sekarang"

"Alycia Criaso" kata Aldino menamai bayi mungilnya. Seakan mengerti, Alycia kembali tersenyum.

"terima kasih telah lahir di hidup Papa" Aldino memeluk erat Alycia.

***

Bulan ke delapan

Hey baby girl. Sekarang kamu makin besar yah. Mama rasanya udah gak sabar buat ngelihat kehadiran kamu dihidup Mama. Sehat terus ya sayang. Mama akan kuat untuk kamu.

Aldino berhenti sejenak, sedari tadi ia membaca buku diary milik Dillana. Yang ia tau dari isi buku itu, bahwa Dillana bahagia, ia bahagia dan bebas. Seperti keinginannya dulu.

Bulan ke sembilan

Sekarang pinggang Mama udah mulai pegel-pegel kalo mau jalan. Apa karena kamu tumbuh baik didalam sana? Sayang, jika kamu lahir nanti, Mama harap kamu bisa menjadi anak yang baik. Dan kamu pasti akan jadi gadis yang cantik. Mama makin gak sabar menanti kehadiran kamu. See you sayang.

Aldino tersenyum miris, bahkan gadis itu belum sempat melihat Alycia. Aldino menepuk dadanya yang terasa sesak. Gadis itu benar-benar berbahagia sekarang. Ia bebas. Ia meninggalkan Aldino.

"aku akan merawat anak kita dengan baik. Aku harap kamu bahagia disana. Jangan khawatir. Alycia pasti akan menjadi anak yang baik dan cantik seperti kamu. Dillana"


Tak ada yang bisa menebak takdir. Itu semua sudah tertulis dan kita hanya bisa menjalaninya. Dillana paham itu, ia mencintai Aldino sepenuh hati. Sampai didetik terakhir dalam hidupnya pun, ia mencintai pria itu. Dan Dillana sadar, bahwa Aldino adalah takdirnya. Karena sebagaimanapun ia mencoba menjauh dan melarikan diri, ia akan kembali pada pria itu. Sebagaimanapun ia membencinya, ia tak bisa. Karena rasa cinta nya jauh lebih besar. Mungkin banyak yang menganggap Dillana gadis bodoh. Tapi Dillana tak peduli akan hal itu. Yang ia tau, Aldino adalah takdirnya.

Tamat

My Destiny [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang