Bab 23

4.1K 143 0
                                    


“Willy?!” Dillana terkejut sekaligus senang melihat kehadiran Willy. Pria itu tersenyum dan memeluk Dillana erat.

“gimana kabar lo?” tanya pria itu setelah melepaskan pelukannya.

Dillana tersenyum dan mengangguk “baik, lo ngapain disini?”

Willy menghela nafas panjang “ini rumah gue! Ya wajar lah gue disini” Willy menoyor kepala Dillana dan gadis itu malah terkekeh.

“gimana kabar ponakan gue?”

“agak bandel sedikit, gak mau makanan setengah matang. Padahal gue suka banget telor setengah matang”

Willy tertawa melihat Dillana yang sedikit manyun, pria itu dengan gemas mengacak rambut Dillana.

“nyokap gue mana?”

“ke supermarket, tadinya mau gue temanin, tapi dia gak mau”

“oh ya udah, gue mau mandi dulu, bye” Willy melenggang masuk kedalam rumahnya dan langsung menuju kamar.

***

Tangan Aldino bergetar membaca kertas yang diberikan Gabriel. Saat ini mereka masih berdua, belum ada Gio dan Tiana.

“ini apa?” tanya Aldino dengan tampang yang sulit diartikan.

“itulah yang saya dapat. Dan saya rasa ini real” Gabriel menyerahkan sebuah dokumen kepada Aldino.

“Dillana...tau tentang ini?” tanya Aldino lagi dan Gabriel hanya menggeleng, membuat hatinya sedikit lega.

“tapi saya rasa, kita harus memberi tahunya. Karena ini menyangkut masalah nyawa orang tuanya”

“kamu tau dimana dia sekarang?”

Gabriel menghembuskan nafas panjang “saya nggak tau” pria itu menunduk dalam.

Aldino pun menghembuskan nafas panjang. Ia meremas kertas yang berada digenggamannya “lo dimana?” lirihnya dalam.

***

Dillana dan Bu Fatma masih sibuk berkutat didapur mencoba resep masakan baru yang didapat Bu Fatma dari google.

“baunya wangi banget Bu” ucap Dillana yang sebenarnya tak membantu, ia hanya melihat saja pekerjaan Bu Fatma. Gadis itu mengelus perutnya.

Bu Fatma terkekeh ia mengusap rambut Dillana sayang “ini udah siap, kamu duduk disana” Dillana dengan senang mengangguk dan menuruti ucapan Bu Fatma.

“weish, lo udah duduk aja disini ndut. Gak sabar lo mau makan” Willy duduk disamping Dillana dan menoyor kepala gadis itu.

“biasa aja dong bilang gue nya, kalo gue gendut kenapa sih?! Masalah buat lo” sinis Dillana

Willy hanya mendengus mendengar jawaban sinis Dillana, gadis itu akhir-akhir ini memang sedikit sensitif “iya iya bumil, maaf dah. Oh ya Dil, rencana kuliah lo gimana? Jadi?”

Dillana menengguk minumannya dan mengangguk “jadi, soalnya Paman gue bilang gue harus bisa ngurus perusahaan kelak.” Gadis itu menghela nafas “dan, buat anak gue juga kan”

“lo...gak kemakam orang tua lo?” tanya Willy lagi.

Dillana menunduk “gue...gue..masih gak percaya Wil, kalo orang tua gue udah gak ada” mata gadis itu sudah berkaca-kaca. “gue bakal cari tau siapa penyebab orang tua gue meninggal, kalo gue udah dapet siapa orangnya, baru gue akan kemakam mereka”

Willy hanya mengangguk menyetujui “lo harus kuat, gak boleh cengeng. Ingat anak lo” Dillana tersenyum.

***

My Destiny [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang