Sinar mentari masuk melalui celah jendela dan membuat pria yang masih terlelap dalam tidurnya itu terbangun. Sedikit meringis karena pusing dikepalanya. Aldino meraba-raba samping tempat tidurnya dan terasa kosong.
Aldino menyipitkan matanya, berusaha mengumpulkan nyawa yang masih tercecer setengah. Pria itu duduk dikasurnya. Merasa kerongkongannya kering, Aldino mencuci mukanya dan menuju dapur.
Terlihatlah istrinya sedang sarapan tanpa menyapa bahkan ia tak menatapnya sama sekali. Aldino berusaha tak peduli dan meminum air putih untuk melegakan tenggorokkannya.
Terdengar suara kursi berdecit. Ternyata Dillana menyudahi makannya dan meletakkan piring kotor sekalian mencucinya, dan sekali lagi, tak memperdulikan Aldino! Catat! Karena ini sejarah.
Setelah selesai, Dillana mengambil tasnya dan segera berlalu, karena hari ini ia ada kelas pagi. Aldino yang bingung mendekati istrinya itu dan menahan tangannya "lo kenapa?"
"gak papa" dengan cepat Dillana melepaskan tangan Aldino yang menahannya. Gadis itu berlalu begitu saja.
"shit!" umpat Aldino dan bergegas membersihkan dirinya, karena ia pun akan kuliah pagi, hari ini.
***
Dillana berlari melihat Tiana dan Gio yang sedang berjalan bersama. Dillana menyusup diantara keduanya membuat Gio mendelik dan mendengus.
"pagi-pagi gak boleh berduaan, bikin sakit mata" ucap Dillana, Tiana yang mendengarnya terkekeh sedangkan Gio hanya diam.
"iri kan lo?" Gio menoyor kepala Dillana membuat gadis itu cemberut.
"yee, najis ya Kak, iri sama lo"
"ngapain sih ganggu kita, sana gih, dua-duaan sama Aldino" Gio mendorong pelan bahu Dillana dan gadis itu hanya diam dan berlalu seketika.
"ngambek kan, lo sih" Tiana menyusul Dillana yang berjalan menuju kelasnya, sedangkan Gio terdiam "cewek selalu benar dan Gio selalu salah" ucapnya.
***
Aldino terkejut melihat Diany berdiri didepan rumahnya, ah bukan maksudnya rumah ia dan Dillana.
"kamu ngapain disini?" ucap Aldino sedikit kesal. Diany menatapnya dengan tatapan tajam yang begitu menusuk.
"kamu kenapa gak angkat telepon aku tadi malam?" Diany bersedekap dan masih menatap tajam Aldino.
"aku gak sadar Dian!" Aldino menarik tangan Diany menuju mobilnya "kamu jangan sembarangan datang dong, kalo ada Dillana gimana?"
"siapa Dillana? Aku gak peduli ya" kekeuh Diany membuat Aldino memejamkan matanya mencoba mehana amarah.
"Dian! Dengerin aku! Aku minta maaf soal tadi malam, dan sekarang aku mohon sama kamu, untuk gak usah datang kerumah ini lagi"
"aku gak mau!" Aldino mengacak rambutnya frustasi dan ia tanpa sadar mencekram erat bahu Diany.
"terserah kamu! Aku lagi pusing sekarang" Aldino keluar dari mobilnya dan disusul Diany. "oke aku janji gak akan kesini lagi, tapi dengan syarat, kamu harus selalu ada untuk aku"
Aldino tersenyum dan mengangguk "aku janji, makasih sayang"
***
"ya, jadi secepatnya harus kalian selesaikan kalau tidak mau mengulang di kelas saya tahun depan" ucapan datar Ibu Susi membuat seluruh isi kelas hening.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny [✔️]
RomanceAku fikir dia adalah takdirku. Karena jujur aku sungguh mencintainya sejak lama. Aku sangat menunggu akan hal ini. Kami menikah, dia menikahiku. Aku pikir karena memang dia mencintaiku. Ternyata aku salah, aku hanya menjadi tamengnya. Dan dia tak pe...