Tigapuluh Enam

146K 10.2K 346
                                    

Budayakan Like sebelum membaca ^^

Happy Reading!

P.s : Sediakan tissue sebelum membaca.

.
.
.
.
.

Nicholas's POV

Aku duduk di kursi yang disediakan di lorong rumah sakit sambil memandang kosong tas Keira yang ada di genggaman tanganku yang penuh dengan darah kering, darah Keira.

Sejak awal aku memang sudah tidak tenang membiarkan Keira bertemu dengan Bruce. Meski Alexis terus mengabariku, aku tetap tidak tenang.

Aku memutuskan untuk menuju ke kafe, dan begitu mobilku terparkir, aku mendengar suara Alexis yang hendak memaki, dan suara rintihan seseorang yang aku kenal.

Saat masuk kedalam kafe, aku terlambat. Keira sudah tidak sadarkan diri, wajahnya pucat tidak berwarna, ia bersandar di bahu Alexis, dan yang membuatku panik adalah darah yang mengalir begitu banyak di kakinya.

Aku langsung membopong tubuh Keira yang tidak sadarkan diri menuju ke mobilku, sebelum itu, aku sempat berpapasan pada Bruce yang sudah babak belur di tangan Bodyguard sewaanku, ia masih bisa tersenyum licik.

Dan disinilah aku. Keira berjuang di dalam sana, di ruang operasi. Ia kehilangan banyak darah, dan Aku hanya berharap kalau dia dan anak kami akan baik-baik saja, tidak ada lagi yang kuinginkan sekalin keselamatan mereka berdua.

"Apa yang terjadi?!" Sebuah suara, tidak dapat menyadarkanku dari kekosongan yang kurasakan.

"Nicholas, apa yang terjadi pada Keira?" Seseorang mengguncang bahuku, aku menoleh dan melihat wajah Tante Via yang memucat disana. Tanpa kusadari, lorong ini tidak lagi sepi. Seluruh keluarga Keira sudah berkumpul, dan Mommy beserta Daddyku juga. Tapi tidak dengan Keira.

"Darah siapa yang melekat di baju kamu, Nic?" Tanya om Peter.

"Keira..." suaraku serak, hatiku hancur, tapi aku tidak bisa menangis.

"Oh Tuhan!" Tante Via membekap mulutnya dan memeluk om Peter.

"Apa yang terjadi?" Tanya Kenneth, sudah berdiri di hadapanku.

Aku tidak menjawab, Alexis menyodorkan Voice Recorder yang ia ambil dari tas Keira tadi, Voice Recorder yang kami berdua dengar dan membuat kami berdua tidak bisa berkata apapun lagi.

Kenneth menerima Voice Recorder itu dan memainkannya. Aku mendengarkannya lagi untuk kedua kalinya. Mendengarkan bagaimana proses Bruce membunuh, -tidak, Anak kami pasti selamat- membahayakan Orang yang aku cintai demi dendam yang bahkan tidak kuketahui asal muasalnya.

Mommy, Tante Via, Tante Rere, dan Alleira tercekat, mereka membekap mulut masing-masing. Terkejut? Pastinya.

"Brengsek!!!!" Desis Kenneth hendak melempar Voice Recorder itu, namun Alleira segera menghentikannya.

"Jangan, Kenneth!! Itu adalah bukti yang susah payah Keira dapatkan! Kalau kamu lempar, kamu menyia-nyiakan seluruh pengorbanan Keira!!!" Isak Alleira. Kenneth langsung memeluk gadis itu.

"Jadi... anak yang dikandungan Keira? Mereka baik-baik saja kan? Iya kan???" Desak Mommy mengguncang bahuku.

"Mom, Tenang! Nicholas juga terpukul atas kejadian ini!" Daddy mencoba menenangkan Mommy.

"Itu calon menantu kita, pa! Itu cucu kita! Mereka celaka atas apa yang tidak mereka perbuat! Mereka celaka karena kita, pa! Karena Kita!!!!" Seru Mommy penuh isakkan.

"Mom! Pelankan suaramu! Kita dirumah sakit!" Bujuk Daddy. "Ini salah aku! Kalau dulu aku tidak memaksa Wiggin untuk berdiri sendiri dengan melepas seluruh sahamku disana, Keira dan cucu kita tidak akan mengalami ini semua. Maafkan aku!" Ucap Daddy penuh penyesalan. "Aku kira Wiggin sudah bangkit dari keterpurukannya, tapi itu hanyalah saudara kembarnya. Selama ini aku salah mengira."

My (FAKE) Fiancé [#DMS 4] | (MFFS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang