Nicholas's POV
Perubahan besar terjadi pada diri Keira.
Sudah hampir dua bulan setelah kejadian itu, sudah satu bulan, Keira menjalani Terapi, dan sudah dua bulan penuh aku berbohong padanya mengenai Terapi ini.
Sampai detik ini, aku tidak dapat mengatakan kondisi sebenarnya pada Keira. Keira masih sedikit terpukul bahkan aku sering mendapatinya menangis tengah malam di kasur rawatnya. Keputusan Terapi, adalah keputusan bersama keluarga besarnya dan juga aku. Kami percaya, selama masih ada kemungkinan, sekecil apapun, disitu masih ada harapan agar Keira bisa kembali mengandung.
Keira sudah tidak lagi tinggal bersamaku. Orang tuanya memutuskan agar Keira kembali tinggal bersama mereka agar mereka dapat lebih menjaga Keira dan segala kebutuhannya disaat aku masih harus bekerja dan harus meninggalkan Keira sendirian di apartemen.
Aku tidak membantah, karena aku tahu, Keira membutuhkan teman untuk berbicara untuk dapat melewati masa sulit ini.
Apa tadi aku mengatakan Keira berubah? Ya, ia lebih ceria di banding pertama kali ia sadar dari tidurnya setelah operasi. Tapi aku mulai sadar, kalau ia tidak lagi menampakkan keceriaan itu di hadapanku. Ia berubah kaku dan terkesan menghindariku.
Saat aku mengunjunginya selepas pulang kantor di Apartemen keluarganya, ia sudah masuk ke kamarnya, meskipun waktu masih sangat pagi untuk tidur. Awalnya aku memaklumi, tapi semakin lama aku sadar kalau itu hanya alasan Keira untuk tidak bertemu atau berbicara denganku.
Saat jam makan siang, aku sengaja mengunjungi Apartemen keluarganya, dan alasan yang kudapati cukup beragam, namun berulang. Antara tidur, sedang tidak ingin di ganggu, atau kerja.
Ya, Keira kembali ke dunia modelling.
Hayley bahkan tidak cukup membantuku. Seluruh manusia seperti berkonspirasi membantu Keira untuk menghindariku.
Pernah aku menemui Keira di kantor agensinya, tapi ia tidak menghiraukanku. Seakan aku hanyalah makhluk tak terlihat yang kebetulan lewat di hadapannya. Hayley menatapku prihatin, tapi tidak ada yang bisa dilakukan.
Kenneth dan Alleira hanya memintaku bersabar. Mungkin Keira masih belum bisa menerima sepenuhnya keadaan ini, tapi menghindariku, bukanlah solusi.
Aku juga hancur. Sama hancurnya dengan dia. Anak yang ia tangisi setiap malam juga anakku, darah dagingku. Tapi aku mencoba mengikhlaskannya.
Setidaknya Tuhan tidak mengambil Keira juga dariku. Tapi kenapa... Keira harus menghindariku? Apa salahku yang hanya ingin menemani dan melalui ini semua di sampingnya?
Hari ini adalah jadwal Keira menjalani Terapi. Jauh hari sebelum ini, aku sudah meminta izin pada orang tuanya untuk mengantar Keira ke rumah sakit, suka atau tidak suka. Mau atau tidak mau. Aku tidak menyukai keadaan kami saat ini, dan kami harus bicara.
Aku sudah menunggu Keira di ruang tamu keluarganya pagi-pagi sekali. Bahkan sebelum Kenneth bangun dan terlonjak kaget begitu melihatku di sofa ruang tamunya saat ia hendak mengambil minuman di dapur. Oh, atau ini bisa dikatakan aku sudah berada disini semalaman? Ehm... menginap? Ya, aku menginap di Apartemen keluarga Keira, tentunya tanpa Keira ketahui.
"Gue kira setan. Astaga gue kira bakal mati muda." Kenneth menepuk dadanya.
"Pagi." Sapaku sambil tersenyum.
"Subuh, bego!" Gerutu Kenneth sambil berjalan ke dapur untuk mengambil minuman, lalu kembali ke ruang tamu, duduk di sampingku. "Lo kelewat niat buat nungguin Keira dari subuh begini." Komentar Kenneth sambil meneguk air mineralnya. "Gak istirahat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My (FAKE) Fiancé [#DMS 4] | (MFFS)
عاطفيةKeira Alexandria McKenzie Cantik, muda, berbakat, terkenal. Banyak laki-laki mengantre untuk menjadi pacarnya, namun Keira tidak pernah memikirkan hal itu secara serius. Berbeda dengan saudara kembarnya yang sebentar lagi akan menikah dengan teman m...